Category Archives: Programmes

Pengumuman Pemenang Pareallel Event BJ XII Equator #2

MEMBACA EQUATOR, MENDEFINISKAN MOBILITAS

Biennale Jogja XII: Equator 2 adalah lanjutan, namun bisa pula “kebaruan” sejarah perjumpaan dengan wilayah (kultural) Arab. Indonesian Encounters the Arab Region. Tema besar, narasi besar, dan juga memori historis yang panjang. Equator dalam sebuah kisah adalah narasi tentang garis geografis, namun juga bisa menjelma menjadi kisah tentang mobilitas kultural yang penuh pertarungan kuasa ataupun kontradiksi.Tak pelak, membaca narasi perjumpaan tak bisa dibatasi oleh peristiwa atau kategori waktu. Justru perjumpaan menampilkan ketak-terbatasan imajinasi. Demikianlah, pembacaan perjumpaan akan (kultur) Arab telah menerobos dinding-dinding waktu, menghablurkan kelampauan dan kekinian. Hal ini bisa ditengok dalam kasus-kasus yang merentang dari perjumpaan awal dengan Islam sampai ironi para TKI, perempuan yang hidup dalam batas-batas harapan dan penderitaan.

Proses pembacaan-pembacaan narasi inilah yang menyebabkan “Parallel events dari Biennale Equator XII” memperoleh hak-hak kesetaraan estetik dari “Main Exhibition”.  Seperti diuarkan oleh Boris Groys (2008), otonomi seni tidak mengandaikan suatu hierarki selera yang otonom—melain­kan penghapusan setiap hierarki semacam itu dan penciptaan rezim hak-hak estetik yang setara untuk segala karya seni. Medan seni seharusnya dilihat sebagai manifestasi yang ter­kodi­fikasi secara sosial dari kesetaraan funda­mental di antara semua bentuk, obyek, dan media visual. Hanya dengan mengandaikan kesetaraan fundamental dalam estetika dapatlah setiap penilaian, setiap penyingkiran atau perangkulan, berpotensi untuk diakui sebagai hasil resapan heteronom ke dalam ranah otonom seni.

Kekuatan Parallel Events, masih mengikuti Groys, dapatlah dijejak pada narasi perjumpaan seni di luar museum,  pembebasan dari kebaruan yang dipahami sebagai pembebasan dari sejarah seni, namun  justru terserak dalam narasi-narasi rakyat, yang hidup dalam tradisi, keseharian dan hadir di luar lingkaran tertutup dunia seni yang mapan, di luar dinding museum. Di sinilah kita menemukan keagungan teks-teks “Aksara Serang dan Bilang-Bilang”, Dunia keseharian “Arab Pasar Kliwon”, “Kisah Naik Haji”, “Kegamangan buruh perempuan migran”, sampai pertunjukan “Jathilan”.

Kisah-kisah yang terentang dari Makasar sampai Gunungkidul tersebut telah merepresentasikan perjumpaan-perjumpaan dengan budaya Arab. Di setiap perjumpaan-perjumpaan itu, samar maupun eksplisit, kita bisa menemukan “proses negosiasi” dan “konflik kuasa” yang demikian dinamis, serta menampilkan mobilitas kultural yang tak berujung. Inilah, kiranya, sumber penciptaan seni yang tiada henti.

Persoalannya, bagaimanakah realitas sebagai sumber penciptaan tersebut mampu diolah, dibongkar, disusun kembali menjadi sebuah karya seni yang menarik? Atau, jika diterjemahkan lewat aspek-aspek penilaian yang meliputi teknis (kebaruan dan kreativitas), substantif (kebaruan, kreativitas dan kesesuaian tema), managerial (bersangkut dengan keberlanjutan dan pengelolaan sumber daya), serta dimensi spasial (yang bersangkut dengan publik), manakah karya yang menampilkan karya seni menarik? Tidak mudah menilainya.

Meski demikian, toh, dewan yuri, mesti memutuskan “Pemenang Terbaik Perancangan Peristiwa Seni Rupa.” Melalui perdebatan yang alot, akhirnya kami memilih dua pemenang terbaik, yang kiranya mampu memenuhi dimensi-dimensi penilaian di atas, yaitu “Colliq Pujie” dan “Pereks”. Selanjutnya, karya-karya kelompok “Knyt Somnia”, “Kaneman Forum,” “ Habitus dan Ainun,” “Deka-Exi(s),” “Kelompok Belajar 345”, “Kandang Jaran” dan “Makcik Project” sebagai kelompok yang layak untuk hadir dalam Post event katalog Biennale Jogja XII Equator #2.

Akhirnya, terima kasih atas semua partisipasinya. Selamat melanjutkan kerja-kerja kreatif.

 

Salam Seni.

Dewan Juri:

  1. Bambang Kusumo
  2. FX. Woto Wibowo (Wok The Rock)
  3. Hanindawan
  4. Heru Prasetiya
  5. Mella Jaarsma

BJXII-Lifetime Achievement Art Award 2013

Selamat malam,

Pada tahun ini pemberian penghargaan seniman LAAA( Lifetime Achievement Art Award) memasuki putaran yang ke 5. Tradisi baru yang dilakukan dalam rangka Biennale Jogja sejak 2005

Setiap kali berkait dengan pemberian ini , Pengurus Yayasan BJ bergumul untuk menjawab 2 pertanyaan besar. Dan tentunya ini menjadi pertanyaan bagi publik juga. Yaitu siapa dan mengapa….

Mengapa pemberian anugerah ini penting? Seniman dalam perjalanan karirnya seringkali digambarkan sebagai ‘menapaki jalan sunyi’. Pergumulan2 yang rinci tidaklah sepenuhnya dapat diungkap.

Sekalipun demikian orang memberikan  pengakuan bahwa pada saat ini peran profetik banyak dilakukan oleh seniman. Terlebih dikala terjadi disorientasi dalam kehidupan sosial , manakala ada kabut tebal yang melingkupi perjalanan bangsa…seniman memberikan kesaksian yang dapat menjadi suluh perenungan.

Seni menjagai keterjagaan kemanusiaan kita.

Apresiasi yang diterima sudah pasti ada dan cukup beragam bentuk serta intensitasnya. Komunikasi timbal balik antara seniman dengan masyarakat merupakan komunikasi energi yang saling menghidupi, bagian dari ekosistem budaya, bahkan realitas yang lebih luas ekosistem kehidupan.

‘Good art gives energy’ begitu kata orang.

Peran serta pencapaian panjang inilah yang ingin diberi tanda. Dan diharapkan juga menjadi inspirasi bagi banyak orang,khususnya generasi yang lebih muda.

Ada nilai keteladanan seperti : keteguhan hati, persistent, passion, konsistensi….disamping kualitas artistik dan bobot wacana yang diperjuangkan.

Semangat dan nilai2 inilah yang ingin diberi tanda.

Ada seorang seniman yang malam ini mendapatkan penghargaan LAAA. Dia sudah sangat dikenal .

Tentu saya tidak akan memaparkan argument kelayakan atas pemilihan seniman tersebut dari aspek capaian beliau dalam aras estetik atau kualitas teknik.

Pilihan artistik dan pandangan hidup bisa saja dilihat secara berbeda, namun bagaimana keteguhan seseorang bertahan dan berjuang dalam memperjuangkan sesuatu yang dianggap penting merupakan nilai yang universal.

Gambaran sikap nilai yang beliau hidupi dalam rentang yang panjang  dapat disebutkan , cuplikan/quotation dari pakar( dari tulisan Agus Burhan) dalam katalog pameran beliau belum lama ini :

Dalam Seni lukis modern Indonesia hanya sedikit seniman yang bisa mempertahankan reputasi kreatifnya terus menerus dengan mengikuti berbagai perubahan spirit zaman yang terjadi. Dari perjalanan waktu ke waktu kreativitas akan aus jika seniman kemudian terjebak pada perspektifnya yang mengukung, apalagi jika ia menjadi romantis dalam pandangan seninya. Karya seninya kemudian menjadi pengulangan yang canggih dan semakin estetik, tetapi terlepas dari spirit zaman tempat yang menghidupi. Dari proses semacam itu, banyak pemberontak seni menjadi mapan setelah zaman dan masyarakat pendukung seni menerima dan mendorongnya menjadi sebuah mitos baru. Oleh karena itu menjadi menarik untuk melihat bagaimana setelah melewati kurun waktu yang lama, seorang seniman dapat bertahan dalam reputasi kreatifnya.

Tetapi yang tetap dipertahankan dalam keterhimpitan itu adalah menyalakan kreativitas untuk melukis dan menjaga moral ideologi keseniaanya supaya tidak terpiuh oleh materi

Dia tidak memanfaatkan peluang melukis manis dan eksotis agar karyanya terserap oleh pasar. Dalam ruang sosial yang masih terbatas oleh belenggu stigma politik, ia justru mempunyai kepekaan psikologis dan pengendapan dalam membaca kondisi sosial di sekitarnya.

Dan, dengan bahagia dan bangga, saya mewakili Pengurus Yayasan BJ menyampaikan nama seniman itu : yang terhormat bapak  Djoko Pekik.

Selamat buat pencapaian panjang dalam perjalanan hidup bapak.

Yogyakarta 6 Januari 2014

Pengurus Yayasan BJ

Pengumuman Pemenang dan 10 besar Lomba Blog Biennale Jogja XII: BJ Bloghopping

Biennale Jogja XII memilih blogpost dari Kurniadi Widodo sebagai pemenang lomba blog BJXII: BJ BlogHopping. Keputusan pemilihan pemenang ini berdasarkan sejumlah kualitas yang terdapat di blog Kurniadi yaitu: 1) Penulisan yang menampilkan sudut pandangnya yang unik dan reflektif akan karya-karya seni di BJXII, juga berbagai perspektif tentang makna seni rupa itu sendiri bagi dirinya. 2) Gaya penulisan yang cerdas, personal tapi tetap mencerminkan spirit generasi baru penikmat seni rupa terkini. 3) Komunikasi visual dengan desain dan foto-foto yang merupakan respon kreatifnya terhadap karya-karya di Biennale Jogja. Kami merasa dengan semua itu, blog ini bisa menjadi sebuah contoh yang baik dan relevan dalam menunjukkan cara apresiasi generasi muda sekarang ini, yang diharapkan untuk menginspirasi yang lainnya.
Berikut ini daftar Pemenang 10 besar BJ Bloghop hasil rapat tim juri:

 

Pemenang BJ Bloghop:

Festival Budaya Bergerak Biennale Jogja XII

Festival Budaya Bergerak bekerjasama dengan rangkaian Festival Equator #2 Biennale Jogja XII yang dipersembahkan untuk warga Yogyakarta, di Plaza Pasar Ngasem, Taman Sari, salah satu situs warisan budaya yang terletak di pusat kota.

Festival ini dikemas dalam satu acara sehari untuk keluarga, anak-anak dan kalangan muda Jogja.  Acara ini mencakup hiburan, bazaar, kuliner dan seni tradisi dan pentas musik, diisi oleh sejumlah komunitas dan performer yang sudah tak asing lagi bagi masyarakat Yogyakarta.  Tema dari Festival Budaya Bergerak adalah pasar malam tradisional yang secara artistik juga mengambil inspirasi dari kisah Wayang Menak yang menjadi ikon acara ini.

Acara keluarga: Family Day: Lomba menggambar layang-layang, Unjuk bakat, Hiburan anak-anak, Sulap oleh Kadir.

Bazaar dan Kuliner menampilkan antara lain: Klinik Kopi, Komunitas Pasar Kutu, dan komunitas Jajanan Pasar Ngasem.

Pengisi Acara antara lain: Tari Tradisi Golek Menak. Hadrah,  Dongeng Ludruk Cak Tohir, Doni dan Orkes Keroncong Binaria, Jasmine Akustik, WVLV, Blues Gambus oleh Ki Slamet Gundono dan Dharma Band.

Kami mengundang anda bersama teman-teman dan keluarga untuk ikut serta dalam acara ini, sampai jumpa di Plaza Pasar Ngasem, Minggu, 22 Desember 2013!

09.00 – 11.00

Lomba lukis anak-anak, Unjuk Bakat Anak-Anak, Sulap Panggung

11.00 – 11.45

Dongeng Cak Tohir

11.45 – 12.15

BREAK DZUHUR

12.15 – 12.40

Pengumuman Pemenang Lomba Lukis

12.40 – 14.45

Break. Kadir’s time

14.45 – 15.45

BREAK ASHAR

15.45 – 16.30

Doni & The OKB

16.30 – 17.15

Jasmine Akustik

17.15 – 17.50

Salawatan

17.50 – 19.00

BREAK MAGHRIB

19.00 – 19.30

Tari Golek Menak

19.30 – 20.15

Slamet Gundono

20.15 – 21.00

WVLV

21.00 – 21.45

Dharma Band

 

 

 

Festival Komik Fotokopi

poster 3 FIX_UK

Dagingtumbuh Komik bekerjasama dengan Biennale Jogja XII, sebagai bagian dari Festival Equator mengadakan acara FESTIVAL KOMIK FOTOKOPI pada tanggal 16 – 22 Desember 2013 di Taman Budaya Yogyakarta.

Era tahun ’90-an Indonesia sangat marak dengan banyaknya pergerakan alternatif komik oleh para komikus indie. Core Comic adalah dedengkot pergerakan komik alternatif di Yogyakarta. Core Comic mengundang rekan-rekan seniman untuk berkarya komik alternatif dan diikutkan dalam kompilasi Core Comic, lalu menerbitkannya dan mendistribusikan secara indie. Gerakan mereka sangat inspiratif sehingga kemudian muncullah beberapa nama komunitas yang berbasis komik: MKI (Masyarakat Komik Indonesia), Apotik Komik, Dagingtumbuh, dan masih banyak lainnya.

Proses produksi komik di komunitas ini sangat unik karena cukup menggunakan jasa fotokopi untuk memproduksi dan mengemas komik. Setelah komik selesai dari jasa fotokopi maka komik siap diedarkan dari tangan ke tangan, begitu seterusnya. Kadang banyak pula dijual pada acara-acara kesenian lainnya. Sungguh sangat menyenangkan.

Tetapi seiring bergulirnya zaman dan berkembangnya teknologi maka komik fotokopi ini semakin langka peredarannya, dikarenakan banyak komikus yang secara lebih cepat membagikan komiknya di media sosial atau online. Hal ini dilakukan agar lebih bisa menjaring publik yang lebih luas. Sangat banyak sisi positif dan menguntungkan. Perlahan tapi pasti,  “roh” dan semangat komik underground menjadi pudar. Bahkan tidak jarang media berkomik online digunakan sebagai “batu loncatan” untuk menuju industri komik mainstream yang lebih besar dan mapan.

Oleh karena itu, Festival Komik Fotokopi ini merupakan sebuah perayaan mengembalikan makna dan atmosfer berkarya komik indie. Baik secara konten komik maupun pengemasan hingga cara distribusi. Festival ini diselenggarakan untuk menjaring, mengumpulkan, dan menyemangati kembali komik-komik fotokopi yang saat ini jarang beredar dari tangan ke tangan. Serta sebagai ajang untuk berkumpul, bertemu, berbagai info diantara para komikus, serta mempertemukan komikus dengan penikmatnya.

Acara ini juga dikemas menarik dengan menghadirkan workshop komik fotokopi, diskusi komik, launching komik fotokopi, barter komik, merchandise komik dan masih banyak keasyikan lainnya. Festival Komik Fotokopi juga mengundang secara terbuka semua komik-komik fotokopi yang ada dimanapun untuk mengikutkan karyanya dalam acara ini karena selain 15 komikus dan komunitas komik yang diundang, juga disediakan area terbuka bagi siapa saja untuk ikut memamerkan komik fotokopinya.

Menampilkan:

Abi Rama, Masdimboy, NIIBII , Underdog, Yellowteeth Comic, Dagingtumbuh, Robotgoblok, Babakbelur, Mulyakarya Yogyakarta, Komisi Solo, Supergunz, Forum Komik Jogja, The Konyol, Kharisma Jati, X-Go

Komik-komik peserta lomba komik fotokopi The Semelah

Rangkaian acara:

Senin, 16 Desember 2013
18.30 Pembukaan Festival Komik Fotocopy. Music oleh Disco Lombok Horor

Selasa, 17 Desember 2013
17.00 – 18.30 Sablonase dari Krack!
18.30 – 21.00 Barter komik dan silaturahmi komikus
18.30 – 19.30 ‘Curhat dan Launching komik kompilasi #5: Pancasila’ oleh Komisi Solo
19.45 – 20.45 Diskusi “Online Marketing dalam Mengembangkan Komik Lokal” oleh Forum Komik Jogja

Rabu, 18 Desember 2013
17.00 – 18.30 Sablonase dari Krack! Studio
18.30 – 21.00 Barter komik dan silaturahmi komikus
18.30 – 19.30 Workshop Komik Fotocopy oleh Robotgoblok & komik Babakbelur
19.45 – 20.45 Comic talk oleh Mulyakarya

Kamis, 19 Desember 2013
17.00 – 18.30 Sablonase dari Krack! Studio
18.30 – 21.00 Barter komik dan silaturahmi komikus
18.30 – 19.30 Gambar bersama tekhnik suka-suka by X-Go Surabaya|
19.45 – 20.45 Comic talk ‘Content Warning’ by K. Jati

Jumat, 20 Desember 2013
17.00 – 18.30 Sablonase dari Krack! Studio
18.30 – 21.00 Barter komik dan silaturahmi komikus
18.30 – 19.30 Diskusi ‘Distribusi & Jaringan Komik Fotocopy” by Dagingtumbuh
19.45 – 20.45 Comic talk / Diskusi / Launching

Sabtu, 21 Desember 2013
17.00 – 18.30 Sablonase dari Krack! Studio
18.30 – 21.00 Barter komik dan silaturahmi komikus
18.30 – 20. 45 Seminar Komik. Narasumber: Beng Rahadian, Hikmat Darmawan, Eko Nugroho & Terra Bajraghosa, Moderator: Grace Samboh

Minggu, 22 Desember 2013
19.00 – 21.00 Dagingtumbuh Award featuring LELAGU
Pengumuman pemenang lomba komik The Semelah, serta Award dan penghargaan kepada peserta FKF: Pemenang koper terharu, Pemenang komik terharu, Pemenang komik terkemas, Pemenang komik paling berlendir (pilihan pengunjung), Pemenang koper paling berlendir (pilihan pengunjung).

poster 1-FIX_UK

Program Parallel Events BJXII: Kandang Jaran

Kandang Jaran Poster

HAJI BACKPACKER

Pameran Foto dan Artefak, Diskusi dan Dramatic Reading
17 – 20 Desember 2013, jam 15.00 – 21.00
Klinik Kopi Pusat Studi Lingkungan Universitas Sanata Dharma

Pembukaan: 16 Desember 2013, jam 19.00 – 22.00

Diinisiasi oleh KANDANG JARAN

Kandang Jaran merupakan kelompok yang beranggotakan mahasiswa, seniman, dan peneliti.

Dalam program Parallel Events BJXII, Kandang Jaran akan mengangkat proyek haji ilegal dan beberapa keunikannya. Tidak hanya ibadah haji ilegal yang menjadi nilai ganjil dari penyelenggaraan ibadah haji itu sendiri, tetapi banyak peristiwa unik mengiringi pelaksanaan ibadah haji. Berangkat dari sanalah, Kandang Jaran ingin mengulik keganjilan-keganjilan yang kerap dijumpai pada ibadah haji lebih dalam.

 

Download Kompilasi komik

Biennale Jogja XII – Jogja-NETPAC Asian Film Festival Collaboration Program

Seni rupa mempunyai kekuatan auratik yang mampu menyedot perhatian besar publik, lewat kekuatan audio-visualnya film secara strategis mampu menggerakkan massa. Akan tetapi, perkembangan seni rupa kontemporer tidak jarang menggunakan medium audio visual, tak ubahnya film, menjadikan seni rupa dan film saling beririsan di ruang “pasar” yang sama.

Biennale Jogja XII bekerjasama dengan Jogja NETPAC Asian Film Festival yang kali ini sedang menggelar helatan akbarnya, berusaha memperbincangkan tantangan seni di Indonesia dengan menilik kasus yang ada di dunia seni rupa dan film.

 

Sesi I:

Medium Film (Audio Visual) dalam Seni Kontemporer
Hari, tanggal: Jumat, 6 Desember 2013, pukul 10.00–12.00
Lokasi: Ruang Display, Taman Budaya Yogyakarta

Pembicara:
– Hafiz Rancajale (kurator/sutradara film dokumenter)
– Yosep Anggi Noen (pegiat film pendek)

Moderator : Farah Wardani (Direktur Artistik Biennale Jogja XII)

 

Sesi II:

Tantangan Pasar Seni di Indonesia: Menilik Kasus Seni Rupa dan Film
Hari, tanggal: Jumat, 6 Desember 2013, pukul 15.00–17.00
Lokasi: Ruang Seminar, Taman Budaya Yogyakarta

Pembicara:
– Amir Sidharta (Direktur Sidharta Auctioneer, Kurator/Direktur Museum UPH)
– Hanung Bramantyo (sutradara film)
– Hikmat Darmawan (kritikus film dan budaya populer)
– Garin Nugroho (sutradara film)

Moderator : Farah Wardani (Direktur Artistik Biennale Jogja XII)

 

Acara ini gratis dan terbuka untuk umum, kuota terbatas bagi 50 pendaftar pertama. Pendaftaran melalui SMS/email: Hamada Adzani +6285743491867 / adzanimada@gmail.com

www.biennalejogja.org/2013 | www.jaff-filmfest.org

FB: BiennaleJogja
t: @BiennaleJogja

 

Program Parallel Events BJXII: Colliq Puji’e Art Movement

Colliq Pujie POSTER largeTITIK BALIK
Lokakarya Interaktif, Pameran Seni Lukis, Proyek Instalasi, Mural, Pameran Naskah Kuno, dan Pertunjukan Seni
28 November – 5 Desember 2013, jam 9.00 – 20.00
Pendhopo Art Space, Jalan Lingkar Selatan, Tegal Krapyak RT 01, Panggungharjo, Sewon Bantul, Yogyakarta
Pembukaan: 28 November 2013, jam 19.00

Diinisiasi oleh COLLIQ PUJI’E

 

Pada Parallel Events Biennale Jogja XII Equator #2 terdapat beberapa macam kelompok dari beragam latar belakang yang ikut serta di dalamnya. Salah satu kelompok yang ikut serta adalah Colliq Puji’e. Colliq Puji’e merupakan kelompok diskusi seni dan budaya independen yang anggotanya berasal dari berbagai latar belakang keilmuan. Colliq Puji’e dalam program Parallel Events ini berkolaborasi dengan Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Sulawesi Selatan, mengangkat proyek Aksara Serang dan Bilang-bilang: aksara variasi Arab di Sulawesi Selatan.

Colliq Puji’e dengan judul Titik Balik mengisi program Parallel Event dengan lokakarya interaktif, pameran seni lukis, proyek instalasi, mural, pameran naskah kuno dan pertunjukan seni. Pagelaran seni rupa Titik Balik ini dimaksudkan untuk menunjukkan salah satu bentuk perjumpaan antara Arab dengan masyarakat Sulawesi Selatan, yang melahirkan pengetahuan dan kebudayaan hibrida. Colliq Puji’e berusaha menginterpretasikan fenomena Islam di Sulawesi selatan ke dalam bentuk lain yaitu seni. Proyek Titik Balik ini dimulai dari tanggal 28 November – 5 Desember 2013.

 

Colliq Puji’E Art Movement
(berkolaborasi dengan Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Sulawesi Selatan)

TITIK BALIK

Menghadirkan :
1. Performing art Barazanji
2. Pameran seni rupa dan 61 arsip kuno salah satunya potongan naskah I La Galigo (salah satu naskah terpanjang di dunia)
3. Diskusi dan pemutaran video dokumenter

Dimeriahkan dengan performance dari Sulawesi Selatan:
Pertunjukan Tari
Tari Toraja
Pertunjukan Akustik

 

Program Parallel Events BJXII: Kelompok Belajar 345

Renbo Quran

RENBO QUR’AN

Pertunjukan Jathilan
1 Desember 2013, jam 10.00
Lapangan Karang, Kotagede, Yogyakarta

Pameran Seni Rupa
6 – 11 Desember 2013, jam 10.00 – 21.00
Misty, Jalan Kaliurang Km. 5,8, Kompleks Pogung Baru, Yogyakarta
Pembukaan: 6 Desember 2013, jam 19.00

Pemutaran Film Dokumenter
8 Desember 2013, jam 19.00
Misty

Diinisiasi oleh Kelompok Belajar 345

Kelompok Belajar 345 merupakan kelompok seni yang sebagian besar anggotanya adalah mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu. Dalam program Parallel Events BJXII, Kelompok Belajar 345 akan mengurai penelusuran terhadap penggabungan Islam formal dengan budaya populer dan budaya lokal masyarakat di Yogyakarta. Kelompok Belajar 345 akan melakukan penelitian tentang pertemuan antara agama dan budaya populer serta antara agama dan budaya lokal, yang kemudian dipresentasikan dalam bentuk pertunjukan seni, film dokumenter, dan pameran seni rupa.

Guyonan Cerdas yang Me-Mabrur-kan: Pembukaan Bersama Parallel Events Biennale Jogja XII

Minggu sore, 24 November 2013, peserta Parallel Events Biennale Jogja XII (tiga belas kelompok), para tamu undangan mengikuti prosesi ziarah yang diinisiasi oleh Biennale Jogja XII.  Mereka memenuhi dua bus yang telah disediakan panitia bertuliskan “Semoga Menjadi Peziarah Mabrur” dengan menggunakan huruf ‘Arab Pegon’ (huruf Arab yang berkembang di Nusantara, sama sekali berlainan dengan huruf-huruf yang berkembang di negara-negara Arab, dahulu banyak digunakan untuk menuliskan kitab-kitab lama). Rombongan peziarah dilepas oleh Yustina Neni, ketua Yayasan Biennale Yogyakarta dari Taman Budaya Yogyakarta menuju Gumuk Pasir, Pantai Parangkusumo, pukul 15.00.

Mendadak Penyandraan Laskar Biennale
Sebagaimana ziarah pada umumnya, para peserta Parallel Events Biennale Jogja XII dan tamu undangan berusaha menikmati perjalanan. Mereka mulai membetulkan sandaran kursi, menempatkan punggung di tempat semestinya, kemudian bersiap untuk mendengarkan musik sambil terkantuk-kantuk. Sesekali menoleh jendela, melihat kebahagian kecil di luar sana. Namun, di tengah-tengah perjalanan, sekitar Kampus ISI Yogyakarta (KM 7), gerombolan bersenjata lengkap, berpakaian ala militer, lengkap dengan sorban menutupi wajah mencegat bus. Mereka segera naik bus dan menyadera para penumpangnya, “Ibu dan bapak tidak perlu takut! Anda semua hanya harus mematuhi perintah saya! Paham?!” teriak mereka. Tak ada yang menjawab mula-mula. “Paham?!” ulang mereka. Tetap tak ada yang menjawab. Para penumpang kaget, tertegun, tak tahu apa yang terjadi. Apalagi dua seniman Arab di tempat duduk deretan ketiga. Mukanya pucat, cemas kaget sekaligus pasrah. “Sekali lagi, paham?!” bentaknya. Dan para penumpang menjawab bersama-sama “Paham….”

“Sejak detik ini, bus ini kami kuasai. Kami dari Laskar Biennale mendengar berita dari intelijen bahwa Biennale Jogja hendak mengarabisasi Indonesia, membuat Indonesia sub-ordinat dari bangsa lain? Betul? Jawab?!” teriak salah seorang yang bertindak sebagai pemimpin. Mendengar ucapan ini, para penumpang segera tersadar bahwa penyandraan ini hanyalah akal-akalan panitia Biennale Jogja XII, peristiwa yang sengaja dibuat untuk memberi pengalaman perjalanan para peziarah. Dua seniman Arab segera meredakan kekhawatirannya, sebagian peserta lain segera mengeluarkan kamera untuk merekam peristiwa, sementara sisanya asyik masuk dalam peristiwa teaterikal sambil cekikikan.

Para penyandera semakin menjadi ketika para penumpang ikut dalam permainan. Mereka membentak-bentak sambil mengacungkan senjata, mencari penanggungjawab Biennale Jogja XII. Tentu saja Yustina Neni (Direktur Yayasan Biennale Yogyakarta) dan Farah Wardani (Direktur Artistik Biennale Jogja XII) segera menjadi pelengkap penderita. Mereka ditanyai alasan memilih tema pameran, negara kawan dalam Biennale Jogja XII, dan pertanyaan-pertanyaan seputar negara-negara Arab. Mendengar jawaban yang tidak diharapkan, para penyandera segera beralih menginterograsi penumpang lainnya: para peserta Parallel Events Biennale Jogja XII dan tamu.

Peristiwa teaterikal penyanderaan di dalam bus bertambah meriah karena para korban (penumpang yang diinterograsi) mempermainkan para penyandera: kadang menjawab serius, kadang menjawab sekenanya, beberapa kesempatan menawarkan minuman.  Sungguh pengalaman yang menghibur.

Ngamen Marawis: Peserta Parallel Events Biennale Jogja XII Mandiri
Belum selesai dikocok perut oleh para penyandera yang aduhai lihainya, para penumpang diganggu oleh pengamen Marawis berlogat Betawi. Pengamen mengucap salam, menyapa penumpang dengan sebutan ‘Enyak-Babe’, berpantun, mirip lenong. Katanya, mereka ngamen karena berencana membangun Baitul Biennale, Rumah Bienalle. Membangun Rumah Bienalle membutuhkan biaya tidak sedikit maka dibutuhkan uluran tangan para penumpang. Peristiwa ngamen ala lenong ini tak kalah menghibur dengan adegan penyanderaan.

Para penumpang bus yang telah mengetahui akal-akalan panitia Biennale Jogja XII segera terlibat, bahkan mengerjai tiga pengamen Marawis yang mukanya masih sangat culun itu. Berkali-kali skenario ngamen Marawis terhenti gara-gara para penumpang menimpali, mengerjai, dan pura-pura bego (tentu mengerjai juga), sehingga para pengamen mati kutu, “Mengapa eh mengapa berkesenian itu haram? Karena eh karena, penumpang gak kasih sumbangan…. Lalalala,” penggalan syair itu dibuat untuk membalas para penumpang (sebagian terbesarnya adalah seniman) yang mengerjai dan tidak memberi uang, bahkan sekadar recehan.

Dalam peristiwa ini, panitia Biennale Jogja XII mengirim pesan bahwa senyatanya para peserta Parallel Events Biennale Jogja XII adalah kelompok-kelompok inisiator yang mendiri. Menginisiasi peristiwanya sendiri, menelisik ide awal, membiayai peristiwanya, serta menggerakkan para penikmat seni dan masyarakat untuk terlibat dalam proyeknya. Kita patut memberi apresiasi tinggi padanya. Karena hasrat dan upaya semacam inilah maka di Yogyakarta pada khususnya dan Indonesia pada umumnya menjadi sebuah masyarakat yang mandiri, kreatif, dan segar.

Gumuk Pasir: Kekokohan, Keterbukaan, dan Daya Kreatif
Sesampai di Parangkusumo,  para penumpang turun dari bus, melanjutkan perjalanan ke Gumuk Paris, di kawasan para calon jemaah haji berlatih (manasik  haji). Para peserta Parallel Events Biennale Jogja XII memberi keterangan proyek seninya dengan latar belakang replika Ka’bah, salah satu simbol dunia Arab yang dikenal masyarakat Indonesia.  Satu persatu peserta Parallel Events Biennale Jogja XII berbicara tentang latar belakang idenya, tempat pelaksanaan, tanggal penyelenggaraan, dan terutama keberpihakannya pada situasi-situasi kontemporer yang terjadi di Indonesia–kawasan Arab–Katulistiwa. Aksi ini meneguhkan jalur yang diambil oleh Biennale Jogja selama ini, bahwa dalam mencerap kebudayaan dari luar, kita musti kokoh, terbuka, dan memiliki daya kreatif.

Dengan wicara tiga belas perwakilan peserta, Parallel Events Biennale Jogja XII dibuka di Gumuk Pasir, Pantai Parangkusumo pada sekitar pukul 15.00. Para peziarah (penumpang bus) diharapkan sudah mabrur, mendapatkan kebaikan seperti yang diharapkan.

Parallel Events adalah salah satu program pengiring Biennale Jogja XII Equator #2 (Biennale Equator #2), yang berupa ajang kompetisi penciptaan peristiwa seni rupa. Parallel Events Biennale Equator #2 ini diikuti tiga belas kelompok yang akan menyelenggarakan pameran di lebih dari tiga belas lokasi yang berbeda.

Prosesi ziarah ini sekaligus menjadi undangan kepada masyarakat untuk turut menziarahi situs atau lokasi para peserta Parallel Events Biennale Jogja XII melakukan kegiatannya.

Peserta Parallel Events Biennale Jogja XII  adalah  HIDE PROJECT INDONESIA, COLLIQ PUJI’E, DEKA-EXI(S), HABITUS AINUN, O2, KNYT SOMNIA, KANDANG JARAN, INSIGNIA INDONESIA, Kelompok Belajar 345, MAKCIK PROJECT, Kelompok PEREKs, Kaneman, Paguyuban Kali Jawi dan Arkomjogja (ARKOM). Ketiga belas kelompok tersebut akan berkegiatan dan berpameran di sejumlah lokasi yang mereka tentukan sendiri. Kalender kegiatan Parallel Events Biennale Jogja XII ini bisa dilihat di Taman Budaya Yogyakarta atau di situs resmi Biennale Jogja (http://www.biennalejogja.org/2013/).

Temu Wicara & Diskusi: Giuseppe Moscatello, Prilla Tania, Mobius, HONF

Biennale Jogja XII Equator #2 mengundang Anda untuk menghadiri acara temu wicara dan diskusi dengan Giuseppe Moscatello (Head Curator Maraya Art Centre, Sharjah, U.E.A.) dan seniman-seniman BJ XII Prilla Tania (IDN), Mobius (ARE), HONF (IDN). Di dalam temu wicara ini, Giuseppe akan bercerita tentang Maraya Art Centre dan skena seni di Uni Emirat Arab, sementara Prilla Tania akan memaparkan pengalaman residensinya di Maraya, serta Mobius dan HONF akan bertutur soal kolaborasi mereka membuat karya untuk BJ XII ini.

Tempat: SaRanG Building
Dusun Kalipakis, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta
Waktu: Selasa, 26 November 2013 pukul 16.00–18.00

Giuseppe Moscatello adalah seniman video asal Italia, yang kerap juga bekerja menggunakan medium fotografi, lukisan, dan instalasi. Selain pernah mengikuti banyak pameran, Giuseppe telah membuat video dan dokumenter tentang beberapa seniman, serta mengurasi sejumlah pameran. Moscatello lahir di Botrugno, wilayah Lecce Aplugia, Italia pada 1979. Dia mendapatkan gelar BFA dari Accademia delle Belle Arti, Roma pada 2003. Kini tinggal dan bekerja di Sharjah dan Italia.

Prilla Tania dilahirkan di Bandung tanggal 1 April 1979. Ia lulus dari Studio Seni Patung, Departemen Seni Rupa, Fakultas Seni dan Desain Institut Teknologi Bandung (ITB) pada Juli 2001. Prilla Tania telah aktif di skena seni lokal semenjak tahun 2003. Karyanya mencakup patung lunak, instalasi, video dan foto. Ia juga adalah seorang seniman performans. Prilla Tania cenderung menggunakan bahan yang mudah dalam karyanya; kain, kapur, kertas atau benda sehari-hari, bahkan bumbu dapur, dalam bahasa visual yang nampak sederhana. Sejak awal Prilla mengeksplorasi tema berdasarkan permasalahan yang dihadapi manusia dan menemukan bahwa semuanya hal adalah persoalan bertahan hidup. Budaya modern telah membuat hidup menjadi sangat rumit sehingga permasalahan bertahan hidup yang sederhana pun menjadi masalah kompleks, misalnya mengenai makanan. Karya-karya Prilla berangkat dari isu-isu limbah dan energi, kemudian bergeser fokus pada kebutuhan pemenuhan energi manusia; makanan. Karena kepeduliannya tersebut, Prilla bahkan mengubah pola makannya menjadi sangat sederhana untuk mengurangi limbah dan menghemat energi. Di dalam Biennale Jogja XII ini, Prilla sempat menjalani residensi di Maraya Art Centre, Sharjah, U.E.A.

Mobius Design Studio terletak di Dubai dan dimotori oleh Hadeyeh Badri, Hala Al-Ani dan Riem Hassan. Sejak lulus dari College of Art, Architecture and Design di American University of Sharjah pada 2009, para pendiri Mobius membagi waktu mereka antara melakukan riset studio, dan membuat proyek-proyek komersial dan independen. Riset desain terakhir mereka mengeksplorasi tipografi dan rekaan spasial. Mobius terus-menerus melakukan kolaborasi dengan para desainer yang punya pemikiran serupa untuk melibatkan diri dalam beragam proses perekaan dan pembelajaran bahan. Mobius menginisiasi dan mengkurasi Design House pada Sikka Art Fair di Dubai (2013), sebuah pusat desain yang memamerkan karya terpilih dalam ruang yang dikurasi dengan seksama. Design House dimaksudkan sebagai katalis bagi publik di dalam mengeksplorasi desain melampaui batas-batas komersial.

The House of Natural Fiber (HONF) adalah sebuah laboratorium seni media baru yang didirikan tahun 1999. Mereka berkonsentrasi pada prinsip-prinsip kritisisme dan inovasi. Dimulai sebagai komunitas yang masih sangat muda, dengan berbagai idealisme dan latar belakang, mereka ingin melakukan apa pun yang diinginkan tetapi dengan kecenderungan mencipta berdasarkan semangat kebersamaan. Tidak ada ambisi untuk bekerja demi keuntungan pribadi. Mereka mencipta untuk dirinya sendiri, keluarga dan lingkungan. Ini adalah dasar aksi pertama dan komitmen di antara mereka.

Pasar Glagah: Perjumpaan Subuh

Poster Pasar Glagah Perjumpaan SubuhS

Sebagai bagian dari Festival Equator: Budaya Bergerak Biennale Jogja XII Equator #2, ketjilbergerak mempersembahkan Pasar Glagah: Perjumpaan Subuh, sebuah acara yang akan merayakan bentuk-bentuk perjumpaan Indonesia dan Arab di desa Glagah, Kulon Progo, bersama-sama dengan warga Glagah. Pasar Glagah dipilih sebagai tempat sebab pasar adalah sumber hidup masyarakat Glagah.

Di pasarlah mereka mendapatkan kebutuhan sehari-hari. Di pasar jugalah mereka menjual hasil tani dan hasil laut milik mereka. Dengan kata lain, acara ini coba menggabungkan makna filosofis dan fungsi pasar yang menjadi sumber panguripan bagi para pedagangnya dan sumber kebutuhan bagi pembelinya. Sumber-sumber ini diibaratkan sebagai sebagai tuk atau mata air penghidupan yang banyak memberikan manfaat bagi manusia, oleh sebab itu perlu dijaga, dirawat, dan dirayakan.

’Perjumpaan Subuh’ sendiri menyimbolkan beberapa hal. ‘Perjumpaan’ bisa mewakili pertemuan budaya Indonesia dan Arab yang ada di sana. ‘Perjumpaan’ juga bisa jadi simbol bagi pasar sebagai tempat beragam orang berjumpa. Sedang ‘Subuh’ bisa jadi wakil dari waktu dimulainya pasar dan aktivitas warga Glagah. Pun ‘Subuh’, seperti yang sudah diketahui, punya makna religius jika dikaitkan dengan kebudayaan Arab, khususnya Islam.

 

Pasar Glagah: Perjumpaan Subuh mengambil ruang di depan Pasar Glagah Kulon Progo, berlangsung mulai pukul 05.00 pagi hingga 08.00 pagi. Akan ada Hadrah Rebana Nurul Dholam,  merangkai gunungan bersama warga, Kembul Bujana (makan bersama) dan Jathilan Turangga Muda. Sampai berjumpa di Pasar Glagah, kawan!

*Pasar Glagah terletak di persimpangan Glagah, 1.5 kilometer dari TPR Pantai Glagah, Temon, Kulon Progo, DIY. Denah Pasar Glagah:

peta-festival-Equator+bendera

 

Info lebih lanjut tentang acara:
CP: Sita Magfira
HP: +6282220130610
Email: ketjil.bergerak@gmail.com

Info lebih lanjut tentang penginapan:
CP: Mantoyo, Ketua Desa Wisata Glagah
HP: +628157936502

 

Wicara Seniman Biennale Jogja XII: UBIK

Wicara Seniman: UBIK—Seniman Residensi Biennale Jogja XII Equator #2
Hari/Tanggal: Sabtu, 23 November 2013 Pukul. 13.00 WIB
Tempat: Pelataran Joko Pekik, Dusun Sembungan, Kasihan, Bantul
Pembicara: UBIK
Moderator: Setu Legi

Residensi merupakan salah satu program yang diselenggarakan dalam rangakaian Biennale Jogja XII. Program ini mengundang seniman-seniman asal negara mitra untuk singgah ke Yogyakarta dan melakukan proses kreatifnya di sini. Salah satu yang menjadi partisipan program ini adalah Vivek Premachandran atau yang lebih dikenal dengan nama UBIK. Pria keturunan India tersebut saat ini menetap dan berkarya di Dubai, Uni Emirat Arab. UBIK menghabiskan masa kecilnya ditengah rezim komunisme yang saat itu sedang bergulir di India. Hal itulah yang sedikit banyaknya mempengaruhi UBIK dalam praktik berkeseniannya. Karya-karya konseptualnya banyak dihadirkan melalui manipulasi, apropriasi teks, serta gambar yang dituangkan dalam medium seperti instalasi, patung, suara, dan pertunjukan.

Program residensi UBIK berlangsung dari tanggal 29 Oktober hingga 29 November 2013. Dalam aktivitasnya di Yogyakarta, ia banyak menemui seniman serta komikus seperti Indieguerillas, Terra Bajraghosa, dan Prihatmoko Moki. Dalam Biennale Jogja XII, UBIK menelurkan sebuah karya bertajuk “Unity in Diversity [Study]” berbentuk Garuda Pancasila berbahan dasar baja yang diselubungi cat hitam, kantung terigu, lencana organisasi, dan sebagainya. Ia berusaha menggali identitas melalui benda-benda bekas atau found object, hasil eksplorasinya terhadap pasar barang bekas di Yogyakarta.

Proses pemaknaan identitas tersebut berlangsung melalui benda-benda bekas—menautkannya, dan direproduksi kembali atas bacaan dan pengalaman personalnya. Sebelum melakukan proses residensinya di sini, UBIK berusaha mengeksplorasi sistem serta struktur yang pernah berlangsung di Indonesia. Merupakan persoalan yang menarik bagi UBIK bahwa sebuah rezim dapat melunturkan identitas yang dimiliki seseorang. Hal inilah yang akan banyak disampaikan oleh UBIK dalam Program Wicara Seniman Biennale Jogja XII mendatang.

***

Vivek Premachandran dilahirkan di Trivandrum, Kerala, India, pada Oktober 1985. Lebih dikenal sebagai UBIK, sebuah samaran yang dia adopsi dari novel Philip K. Dick. UBIK tumbuh di antara negara bagian komunis (Kerala) dan negara monarki (Uni Emirat Arab), dan asuhan ini merupakan aspek inti dan penting yang kerap dia garap di dalam praktik keseniannya. UBIK telah berpameran di India, Uni Emirat Arab, dan Eropa, termasuk pameran tunggal “Dissident” di Galeria Sabrina Amrani, Madrid, Spanyol (2012), “With A Little Help from My Friends” di The Pavillion Downtown, Dubai (2012), dan “Satelite Broadcast 001: Tahrir Sq. Satellite” di Dubai (2011). Dia juga mengikuti pameran kelompok, di antaranya Kochi-Muziris Biennale di Kochi, India (2012), “A Most Precarious Relationship” di Maraya Art Centre, Sharjah (2012), dan “Text ME” di Lawrie Shabibi, Dubai (2012). UBIK telah berpartisipasi di dalam sejumlah art fair, di antaranya Artissima di Turin, Italia (2013), Art Dubai (2011–2013), Abu Dhabi Art Fair (2012), dan Beirut Art Fair (2012).

Praktik UBIK menyangkut manipulasi dan apropriasi teks, gambar, dan lingkungan, melalui bentuk yang beragam, termasuk cetak, instalasi, patung, suara, dan pertunjukan. Karyanya mengeksplorasi kemungkinan membangun narasi yang estetikanya diambil dari benda sehari-hari, sehingga mengeksplorasi lebih jauh hubungan pemirsa dengan objek. Dengan menempatkan karyanya di dalam konteks tapak yang khusus, karya itu dibingkai secara konseptual untuk menunjukkan perlintasan keingintahuan pemirsa sambil memberi mereka kesempatan untuk mempertanyakan hubungan mereka dengan karya itu — interaksi di antara pemirsa dengan karya ini pada akhirnya membongkar karya menjadi tontonan; lebih jauh lagi mengubah karya menjadi pertunjukan di mana pemirsa terlibat. Caranya menggunakan humor dan ironi merupakan aspek yang penting dan disengaja dari praktiknya, memberinya kesempatan untuk mengeksplorasi hal sosial yang menyita kehidupan kita kini.

Program Parallel Events BJXII: Perek Project

INNER RESISTANCE

Pembukaan Pameran Personal Perek
23 November 2013, jam 19.00 – 22.00
Ascos, Asmara Art & Coffee Shop, Jl. Tirtodipuran no. 22, Yogyakarta

Pembukaan Pameran Inner Resistance
24 November 2013, jam 19.00 – 22.00
Kersan Art Studio, Ds. II Kersan no. 154 Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta

Performance Perek #1
27 November 2013, jam 19.00 – 21.00
Kersan Art Studio, Ds. II Kersan no. 154 Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta

Performance Perek #2
30 November 2013, jam 19.00–21.00
Kersan Art Studio

Wicara Seniman
7 Desember 2013, jam 16.00 – 20.00
Kersan Art Studio

Penutupan Pameran
7 Desember 2013, jam 20.20 – 23.30
Ascos, Asmara Art & Coffee Shop

Diinisiasi oleh Kelompok PEREKs

Kelompok PEREKs merupakan kelompok seni perempuan yang peduli dengan isu-isu perempuan. Dalam program Parallel Events BJXII, Kelompok PEREKs mengangkat permasalahan para TKW, dengan melakukan dokumentasi dan penelitian tentang para tenaga kerja wanita Indonesia yang selama ini terpinggirkan dan dianggap rendah. Hasilnya akan dipresentasikan dalam sebuah pameran seni rupa.

INNER RESISTANT POSTER

Program Parallel Events BJXII: KNYT SOMNIA

KNYT SOMNIA poster

GENESIS OF TERROR

Pameran, Instalasi Seni, Video, Pertunjukan Musik, Photobox
19 – 25 November 2013
Gedung Situs Patung Jogja National Museum

Pembukaan: 19 November 2013, jam 19.00

Lokakarya dengan TK Komimo
18 November 2013, jam 8.00
Gedung Situs Patung Jogja National Museum

Diinisiasi oleh KNYT SOMNIA (Merajut Mimpi)

KNYT SOMNIA adalah kelompok multidispliner yang terdiri dari seniman, musisi, dan beberapa individu yang memiliki ketertarikan pada sejarah, budaya, seni, dan spiritual. Melalui proyek “Genesis of Terror” di program Parallel Events BJXII kali ini, KNYT SOMNIA mengangkat persoalan pengalaman sejarah. Dalam proyek ini, KNYT SOMNIA mengambil penggalan peristiwa sejarah Indonesia dengan Mesir, khususnya peran pimpinan kedua negara tersebut dalam menggagas tatanan dunia baru dan menjadi pionir dalam menjaga keseimbangan dunia melalui Gerakan Non-Blok. Dideklarasikannya Gerakan Non-Blok adalah awal terjadinya teror bagi kedua negara tersebut, serta negara pendiri lainnya.

 

Program Parallel Events BJXII: DEKA EXI(S)

DEKA EXIS poster

ARABIAN PASAR KLIWON

Pameran Dokumentasi, Performance, Lokakarya: Tari, Kaligrafi, Musik, Seni Instalasi, Pameran Video Seni
17 – 30 November 2013, jam 9.00–17.00
Panggung Krapyak, Jl. D.I. Panjaitan, Yogyakarta

Pembukaan: 17 November 2013, jam 20.00

Diinisiasi oleh DEKA-EXI(S)

DEKA-EXI(S) merupakan kelompok beranggotakan perorangan dari berbagai disiplin ilmu dan profesi seni, yang dipertemukan kembali dalam sebuah forum ketika bersama-sama menempuh program pascasarjana pendidikan seni di Yogyakarta. Kelompok ini mengkhususkan diri dalam penelitian dan kegiatan yang menggunakan medium seni rupa sebagai bahasa sekaligus medianya.

Berdasarkan penelitian atas warga keturunan Arab yang tinggal di sebuah perkampungan keturunan Arab terbesar di Solo, dalam program Parallel Events BJXII kali ini, DEKA-EXI(S) mengangkat tema “Arabian Pasar Kliwon”. Dalam proyek ini, DEKA-EXI(S) memusatkan perhatian pada kebudayaan warga keturunan Arab yang tinggal di seputaran wilayah Solo, kemudian menampilkannya kembali melalui pameran dokumentasi, pertunjukan, dan pameran seni rupa.

 

Program Parallel Events BJXII: Makcik Project Episode #2

Makcik Project Episode #2
Pameran seni rupa, pemutaran film, seni rupa pertunjukan, pesta, seni rupa pertunjukan, dan diskusi

Pembukaan pameran, pemutaran film, seni rupa pertunjukan, pesta:
Selasa, 12 November 2013, 19:00 WIB – selesai
Oxen Free, Jl. Sosrowijayan No. 2, Yogyakarta

Pameran, pemutaran film, diskusi:
Rabu, 13 November – Selasa, 26 November, 2013,
buka setiap hari kecuali Selasa (10.00 – 22.00 WIB)
Kedai Kebun Forum, Jl. Tirtodipuran No. 3, Yogyakarta

Pameran
Kurator: Grace Samboh
Seniman: Ferial Afiff, Jimmy Ong, Lashita Situmorang, X-CODE Films, Broken Mirror Project (Bob ‘Sick’ Yudhita Agung, S. Teddy D., Tohjaya Tono, Ugo Untoro, Yustony Volunteero)

Pembukaan pameran
Penampil: Tamara Pertamina, Sean Paracetamol, Alona Angel Chanaya, Ari Rudenko
Film: Paris is Burning (dengan subtitle bahasa waria) & Air Terjun Buanci (karya Wacan Managament)

Makcik Project Episode #2 adalah pameran hasil akhir proyek seni #makcikproject yang sudah berlangsung semenjak awal 2012. Proyek ini dimulai atas pertanyaan-pertanyaan terhadap perihal kolaborasi, partisipatori, seni komunitas, dan kerja-kerja seni yang berhubungan dengan kehidupan sosial. Walaupun bekerja dengan sejumlah individu maupun kelompok waria (pria yang merasa/berpenampilan/berperilaku perempuan), proyek seni ini tidak berkutat pada isu gender. Proyek seni ini berusaha mencari relevansi praktik kesenian bagi masyarakat non-seni dalam kehidupan sehari-hari.
Makcik Project Episode #2 terselenggara atas kerjasama dengan Hyphen, Kedai Kebun Forum, Art Merdeka, Museum dan Tanah Liat, Ikatan Waria Yogyakarta (IWAYO), Komunitas Waria Bank Indonesia (WIBI), Komunitas Sidomulyo, Komunitas Sorogenen, Sukma Bharata, Tamara Pertamina, Olivia Sonya Aresta, Rully Malay, Shinta Ratri, Maryani, Erika Borgez, Sheila, dan sejumlah teman-teman lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu persatu namanya.

Informasi lebih lanjut, sila hubungi:
Amarawati Ayuningtyas (Nn. Mara)
+62(896)71801546
hellodurian@gmail.com
www.makcikproject.tumblr.com

Rangkaian Acara Biennale Forum

BIENNALE FORUM

Senin, 18 November 2013, 09.00 – 17.00 WIB. Di Taman Budaya Yogyakarta

Pengampu: Agung Hujatnikajennong, Farah Wardani

Pembicara: UBIK, Dina Danish, Magdi Mostafa, Ayman Yousri, Prilla Tania, Venzha Christiawan, Hendro Wiyanto

Penanggap: Ahmad Hissou, Leeza Ahmady, Ade Darmawan, Alia Swastika

Terbuka untuk umum.

 

Biennale Forum adalah sebuah acara gabungan dari sesi pertanggungjawaban kurator BJXII, presentasi seniman yang terlibat, dan forum diskusi bersama antara seniman, kurator dan pembicara tamu yang khusus kami undang di acara ini.  Acara ini terbuka untuk umum dan dijadikan sebagai ajang untuk mempertemukan serta menjelaskan  gagasan kurator, proses artistik seniman dan pengamat kepada publik.  Ini mencakup juga membahas proses yang telah berjalan sejak program sosialisasi dan residensi seniman berlangsung di Indonesia dan kawasan Arab, dengan menampilkan beberapa seniman yang telah menjalankan proses tersebut.

 

Biennale Forum diselenggarakan dalam format forum diskusi/ obrolan bersama yang berjalan secara informal, antara pembicara dan penanggap, dengan fokus bahasan bertajuk “Dialog Dalam Perjumpaan: Lanskap Seni Rupa Indonesia dan Arab”.

FESTIVAL EQUATOR BIENNALE JOGJA XII

Festival Equator adalah satu bagian integral Biennale Jogja (BJ), sejak platform Equator dimulai dengan BJ XI 2011, dan akan diteruskan pada BJ XII tahun ini. Posisi Festival Equator (FE) di dalam BJ bukan semata sebagai program pengiring, melainkan merupakan program pendukung yang sangat penting untuk mengukuhkan BJ sebagai sebuah even publik yang digagas masyarakat seni, dengan mengajak keterlibatan masyarakat secara menyeluruh. Masyarakat di dalam hal ini bukan saja sebagai konsumen atau penonton tetapi juga partisipan, dan festival ini juga dimaksudkan untuk mengakomodasi inisiatif-inisiatif komunitas serta publik untuk saling berinteraksi dan bertemu di dalam even ini.

Sebagaimana premis kuratorial BJXII: pertemuan seniman Indonesia–Arab, tahun ini, tema-tema program Festival Equator pun diselaraskan dengannya. Premis pertemuan Indonesia–Arab diharapkan bisa hadir di dalam rangkaian program FE pada berbagai level, mulai dari edukatif, eksperimentatif, produktif, hingga menghibur.

 

Rangkaian Program Festival Equator BJXII:

 

Proyek Khusus Festival Equator:
Pasar Glagah: Perjumpaan Subuh
Minggu, 1 Desember 2013, jam 5.00 – selesai, di Pasar Glagah, Kulon Progo

Diorganisir oleh ketjilbergerak

Proyek Khusus Festival Equator dikonsentrasikan pada satu bagian wilayah D.I. Yogyakarta yang terpencil, yaitu Pasar Glagah Kulon Progo, di mana akan diadakan serangkaian kerja kreatif yang diinisiasi oleh ketjilbergerak bersama warga dan pelaku pasar untuk mengeksplorasi relasi pengetahuan Arab–Indonesia. Proyek Khusus FE ini juga ditujukan untuk mengajak berkolaborasi sejumlah seniman kawasan Arab, yang dijadwalkan akan melakukan residensi setelah Pembukaan BJXII. Hasil dari proyek khusus ini akan dipamerkan dalam Festival Budaya Bergerak BJXII.

Info lebih lanjut:
CP: Sita Magfira
HP: +6289610853895
Email: ketjil.bergerak@gmail.com

 

Festival Budaya Bergerak
Musik, Performance, Program Edukasi, Bazaar dan Pameran
22 Desember 2013, jam 9.00 – 21.45 WIB di Ngasem Square

Festival Budaya Bergerak, diselenggarakan di Ngasem Square, Jeron Beteng Keraton Yogyakarta, adalah sebuah event untuk keluarga yang mencakup berbagai acara kesenian dan edukasi. Festival Budaya Bergerak akan melibatkan sejumlah pelaku seni dan komunitas kreatif di Jogja untuk menghadirkan serangkaian acara musik, mendongeng, bazar, dan kuliner.

 

THE SEMELAH
Lomba Komik dan Festival Komik Fotokopi
BJ XII – Dagingtumbuh Award

Festival Komik Fotokopi
16 – 22 Desember 2013, di Terminal BJXII, Taman Budaya Yogyakarta

DGTMB Award
22 Desember 2013, di Terminal BJXII, Taman Budaya Yogyakarta

Diorganisir bersama The Dagingtumbuh (DGTMB)

Dimulai pada awal Oktober 2013, lomba Komik BJXII diselenggarakan atas kerjasama dengan Komunitas Dagingtumbuh merespon tema Biennale Jogja XII-Perjumpaan Indonesia dengan Negara-Negara Arab. Diharapkan dengan diselenggarakannya program ini mampu menjaring ide-ide kreatif dari berbagai kalangan dan usia dengan memvisualisasikannya dalam media komik.

Tim juri yang terdiri dari Eko Nugroho, Beng Rahadian, Hikmat Darmawan dan Terra Bajraghosa akan memilih 10 peserta terbaik untuk diterbitkan dalam buku Kompilasi Komik Dagingtumbuh. Selain diterbitkan, tiga pemenang utama akan mendapatkan piala, piagam DGTMB Award serta hadiah uang tunai. Sebagai bagian dari rangkaian acara Biennale Jogja XII: Equator #2, pengumuman pemenang akan dilakukan bersama peluncuran buku Kompilasi Komik DGTMB “THE SEMELAH” pada Festival Komik Fotokopi – DGTMB Award, 22 Desember 2013.

Info lebih lanjut:
http://www.biennalejogja.org/2013/programmes/festival-equator-2/the-semelah-lomba-komik-biennale-jogja-xii-dagingtumbuh-award/
CP: Hamada Adzani
HP: +6285743491867
Email: lombakomik@biennalejogja.org

 

BJXII @ Jogja-Netpac Asian Film Festival
2-7 Desember 2013, Gedung Societet Militer, Taman Budaya Yogyakarta

Diorganisir bersama Jogja-Netpac Asian Film Festival

Bekerja sama dengan Jogja-Netpac Asian Film Festival (JAFF), BJXII turut menyelenggarakan program pemutaran film dan seminar bertemakan sinema Arab-Indonesia. Program ini akan dilaksanakan pada 2-7 Desember 2013, di Gedung Societet Militer dan kawasan Taman Budaya Yogyakarta.

Info lebih lanjut:
http://www.jaff-filmfest.org/
Email: lyza.anggraheni@gmail.com

 

BJ Bloghopping
Lomba Blog Biennale Jogja
2 November – 29 Desember 2013

Diorganisir bersama LIR Shop

Untuk menjaring komunitas blogger dan komunitas kreatif generasi muda, BJXII bersama LIR Shop menyelenggarakan kompetisi blog kreatif. Program ini dijalankan selama BJXII berlangsung dan akan mengintegrasikan berbagai platform media online dan media sosial (social media), untuk mewadahi berbagai respon kreatif atas karya-karya dan program-program Biennale Jogja.

Info lebih lanjut:
CP: Tiara
HP: +6285729815004
Email: BlogBJ@biennalejogja.org

 

Wicara Seniman Dina Danish

Program Residensi Seniman – Biennale Jogja XII
Rabu, 6 November 2013, jam 16.00 – 18.00 WIB
di KUNCI Cultural Studies Center
MJ3 No. 100. Ngadinegaran, Yogyakarta.

Gratis dan terbuka untuk umum

For English Version please scroll down

Dina Danish (b.1981), seniman asal Kairo, Mesir, saat ini sedang menjalani program residensi di Yogyakarta untuk mempersiapkan karyanya di Biennale Jogja XII. Dua karya yang akan diprsentasikan Dina dalam pameran BJXII nanti adalah sebuah karya video berjudul “Sailor Shirt” dan satu karya hasil eksplorasinya atas teknik batik yang ia temui pada kunjungannya ke Yogyakarta kali ini.

Persinggungan Dina Danish dengan skena seni kontemporer di luar Mesir membuatnya berani bereksperimen dengan praktik artistik alternatif. Ia bereksperimen dengan video, performance, fotografi dan instalasi. Karyanya memadukan seni konseptual dengan bahasa dan struktur yang bermain dalam nuansa humor, kesalahpahaman, kesalahan dalam penerjemahan, dan takhayul. Gelar sarjana seni Dina diperoleh dari The American University Kairo, kemudian gelar Master untuk Seni Lukis dan Drawing di California College of the Arts, San Francisco.

Dina Danish mendapatkan Curator’s Choice Celeste Prize Roma pada tahun 2012, memenangkan Illy Present Future Award Artissima 18 pada tahun 2011, dan Barclay Simpson Award San Francisco di tahun 2008. Pameran tunggal terakhirnya, “Re-Play: Back in 10 Minutes”, berlangsung di SpazioA, Pistoia,Italia tahun 2012. Jika tidak sedang sibuk berkarya, Dina Danish mengajar di Gerrit Rietveld Academy Amsterdam.

****

 

English Version:

Artist Talk: Dina Danish

Residency Program – Biennale Jogja XII
Wednesday, November 6, 2013 4 pm – 8 pm
Di KUNCI Cultural Studies Center
MJ3 No. 100. Ngadinegaran, Yogyakarta.

Dina Danish is an artist from Cairo, preparing her two works during her residency program for Biennale Jogja XII. Those two works that will present for BJ XII exhibitions is ‘Sailor Shirt’ and another one is her exploration of batik techniques that she found during her residency program in Yogyakarta.

Her interaction with the scheme of contemporary art outside Egypt, gives her an idea to do exploration through an alternative art practice. She makes experiments such as video, performance, photography and installation. Her works combine the conceptual art of language and structure with sense of humor, misunderstanding; misspelling in translation and superstition. She got her bachelor degree from the American University of Cairo, and Master degree from California College of the Arts, San Francisco majoring Painting and Drawing.

In 2012 Dina Danish got Curator’s Choice Celeste Prize in Rome, also got Present Future Award Artissima 18 years in 2011, won Barclay Simpson Award, San Francisco in 2008. Her solo exhibition was “Re-play: Back in 10 minutes” was held in Spazioa, Pistaoia; Italia in 2012. Besides making some art works, she is also teaching in Gerrit Rietveld Academy Amsterdam.

 

Briefing Pemagang dan Sukarelawan

Pemagang
1 Kuncoro Sejati
2 Galuh Yuwaningsih
3 David Mahendra
4 Restu Rahayu
5 Lestari Nur Ekanti Putri
6 Dhokhiy Mustofa Akbar
7 Rizkia Aulia Ramadhani
8 Anitha Silvia
9 Irma Vania Eliani
10 Firanny Rachmawati

Sukarelawan

1 Aang Apriyanto
2 Adib Nurul Fajariyanto
3 Tri Maya Apriyas
4 Pradnya Cindy Bernissa
5 Mega Nur Anggraeni Simanjuntak
6 Fithri Salsabla
7 Citta Yowati
8 Reza Raditya Setyo Putra
9 Adiyati Nur Afifah
10 Tyas Dwi Arini
11 Gita Arisnawati
12 Reinol Aponno
13 Yuni Marlina
14 Nurul Agustina
15 Satria Whisnu Murti
16 Gian Setyaningrum
17 Thian Awanda Rachmayanti
18 Nitia Priyustina
19 Reiki Nauli Harahap
20 Ulil Febriarni
21 Afnan Mufidah
22 Anjarini Pranesti
23 Bayu Arief Setya Putra
24 Anisa Putri Rahmani
25 Afsal Ahmad Arief
26 Ardy Hudhatama
27 Nadroh Nur Amalia
28 Aulia Ariani
29 Amalia Wahyu Octaviani
30 Eki Melina Widanti
31 Raden Arka Bagus Kaloka
32 Zahra Aulianissa Agoes
33 Herlina Endah Atmaja
34 Yuliani Toding Pabita
35 Nevi Narendrati
36 Sylvie Nurfebiarani
37 Nurmaya
38 Sri Rejeki
39 Ajeng Gita Pertiwi
40 Muhammad Nu’man
41 Zunifah
42 Gusti Mohammad Hamdan Firmanta
43 Nur Yahya
44 Dyah Arwinka Surya Wardhani
45 Yovi Amanda Sudjarwo
46 R.A. Nidha Nadia
47 Maryatul Khiftiyah
48 Umi Maftukhah Munada
49 Maria elisabet indah puspita
50 Pusparanny Ayu P.
51 Haprilia Utomo Putri
52 Irma Gestari
53 Dwi Agustina Renny Puspitasari
54 Uswatun Khasanah
55 Siti Khomariyah
56 Ratna Panca Yulianti
57 Okky Wicaksono
58 Muhammad Wahdan Hafizh Jamiatul Qurab
59 Muhammad Ilham Ho
60 Margareta Angganararas Pindha Danastri
61 Lukas Nugroho
62 Etno Apriano
63 Azzikra Nurul Fajri Aviantari
64 Latifa Nurina Ayuningtyas
65 Ovi Engga Arista
66 Mohamad Bramastyo
67 Melina Scandinovita Setiorini
68 Haslita Nisa
69 Miqdad Muhammad

Bagi yang namanya tercantum, dimohon kehadirannya pada

Hari: Sabtu
Tanggal 2 Nopember 2013
Jam 15.00 – 17.00
Tempat:  Kedai Kebun Forum, Jl.Tirtodipuran No. 3 Yogyakarta
Dengan agenda
1. Briefing dari manager pameran utama untuk gambaran lay out pameran dan kebutuhan detailnya
2. Briefing dari sie acara pembukaan untuk gambaran acara pembukaan BJ XII
3. Pembagian tugas dan kelompok
4. Penjadwalan pelaksanaan pekerjaan

Untuk keterangan lebih lanjut, silahkan hubungi Koordinator Magang dan Sukarelawan Biennale Jogja XII Aji Asfani (+62 812 279 442 87 / +62 856 295 4436)

Rangkaian Acara Parallel Events Biennale Jogja XII Equator #2

Parallel Events adalah salah satu program pengiring Biennale Jogja XII Equator #2 (Biennale Equator #2), yang berupa ajang kompetisi penciptaan peristiwa seni rupa. Parallel Events Biennale Equator #2 bertujuan untuk memperkaya pengetahuan tentang ekuator melalui kerja sama dengan beragam komunitas yang terspesialiasi dalam lingkup pengetahuan tertentu, serta memaksimalkan jejaring kerja dengan cara menjalin potensi kesalingterhubungan antar-beragam elemen pemikir dan praktisi keilmuan tertentu. Dengan begitu, sumber keilmuan yang dimiliki oleh tiap elemen ini bisa mengemuka dan mampu membuat pernyataan yang tegas. Penyelenggaraan Parallel Events juga diharapkan mampu merangsang tumbuhnya infrastruktur seni rupa Indonesia yang berkualitas tinggi, yakni: seniman, organisator, kurator, penulis, serta kritikus seni rupa yang handal dan kompeten.

Seperti pada PE BJXI tahun 2011 lalu, tim PE BJXII kembali mengundang kelompok dan komunitas untuk menggagas acara lintas keilmuan dalam merespon tema yang disodorkan oleh tim kurator BJXII. Bentuk acara yang diajukan para peserta PE pun beragam, mulai dari penelitian, pameran, diskusi, lokakarya, seminar, sampai pemutaran film.

Dari sejumlah proposal yang diterima, panitia memilih 13 kelompok untuk berpartisipasi dalam program PE BJXII. Ke-13 kelompok ini telah mengikuti serangkaian lokakarya bersama tim PE untuk mematangkan rencana kegiatan masing-masing. Mereka adalah: Colliq Pujie, DEKA-EXI(S), Habitus Ainun, O2, Hide Project Indonesia, KNYT SOMNIA, Kandang Jaran, Insignia Indonesia, Kelompok Belajar 345, PEREKs, Paguyuban Kali Jawi dan Arkom Jogja, Kaneman, serta Makcik Project.

Gelaran kegiatan para partisipan PE ini nantinya akan dinilai oleh juri yang telah ditunjuk oleh tim PE BJXII, yaitu: Wok The Rock (seniman), Heru Prasetia (penulis dan peneliti agama dan kebudayaan, aktif di Yayasan Desantara), Mella Jaarsma (seniman, pendiri Cemeti Art House), Bambang Kusumo (sosiolog, staf pengajar Universitas Atmajaya Yogyakarta), dan Hanindawan (dramaturg).

Seluruh kegiatan PE akan diselenggarakan dalam masa perhelatan BJXII, dari November hingga Desember 2013.

___________________________________________________________

 

Semoga Menjadi Peziarah Mabrur!
Pembukaan Parallel Events Biennale Jogja XII Equator #2
Minggu, 24 November 2013, jam 15.00 – 17.00
Gumuk Pasir, Parangkusumo, Kab. Bantul, Yogyakarta

Banyak orang menghabiskan hidupnya, mengumpulkan keping rezeki setiap hari, hanya untuk melakukan ziarah: praktik meneguhkan iman atau menyucikan diri. Tempat-tempat seperti Gereja Ganjuran, Masjid Kotagede, Kompleks Makam Imogiri, Sendang Sono, Gua Maria Tritis, Sendang Sriningsih, dan Dusun Mlangi selalu ramai dikunjungi para peziarah. Makam para wali turut pula menghidupkan ekonomi sekitar karena peziarah pasti membutuhkan buah tangan. Begitu pun, tempat-tempat ziarah di pulau lain di belahan bumi lain, selalu menjanjikan petualangan sekaligus misteri. Sejatinya, ziarah adalah perjalanan membaca dan menata diri. Meskipun para peziarah selalu terlihat pergi, menjauh dari tempat asalnya, sesungguhnya ia sedang kembali ke rumah, ke dalam dirinya. Begitulah para peziarah dianggap ‘mabrur’, mendapatkan kebaikan sebagai yang diharapkan.

Parallel Events Biennale Jogja XII Equator #2 memilih tema “ziarah” pada acara pembukaan, sebagai praktik membaca dan menata diri melalui tiga tema yang ditawarkan panitia BJXII (“Mobilitas”, “Isu Seputar Katulistiwa”, dan “Arab-Indonesia”). Harapannya, ‘ziarah’ yang berlangsung dari 12 November hingga 15 Desember 2013 dan tersebar di sudut-sudut wilayah D.I. Yogyakarta dapat membawa kita kepada diri. Seperti Bima, salah satu tokoh dalam dunia pewayangan, yang mendapati bentuk serupa dirinya namun kecil (Dewaruci) setelah melakukan pencarian diri. Tiga belas peserta Parallel Events Biennale Jogja XII Equator #2 menjanjikan peristiwa-peristiwa pencarian diri. Semoga menjadi peziarah mabrur!

 

Catatan:
Peziarah (partisipan) diwajibkan berpakaian sopan dan dominan warna putih. Panitia menyediakan dua bus dari tempat pemberangkatan, Taman Budaya Yogyakarta, jam 15.00. Tertarik? Silakan mendaftar di sekretariat BJXII (tempat duduk terbatas).

 

 

 

TITIK BALIK

Lokakarya Interaktif, Pameran Seni Lukis, Proyek Instalasi, Mural, Pameran Naskah Kuno, dan Pertunjukan Seni
28 November 2013 – 5 Desember 2013, jam 9.00 – 20.00
Pendhapa Art Space, Jalan Lingkar Selatan, Tegal Krapyak RT 01, Panggungharjo, Sewon Bantul, Yogyakarta

Pembukaan: 28 November 2013, jam 19.00

Diinisiasi oleh COLLIQ PUJI’E

Colliq Puji’e merupakan kelompok diskusi seni dan budaya independen yang anggotanya berasal dari berbagai latar belakang keilmuan. Dalam program Parallel Events kali ini, Colliq Puji’e mengangkat proyek Aksara Serang dan Bilang-Bilang: aksara variasi Arab di Sulawesi Selatan.

Melalui proyek ini, Colliq Puji’e ingin menunjukkan salah satu bentuk perjumpaan antara Arab dengan masyarakat Sulawesi Selatan, yang melahirkan pengetahuan dan kebudayaan hibrida.

 

ARABIAN PASAR KLIWON

Pameran Dokumentasi, Performance, Lokakarya: Tari, Kaligrafi, Musik, Seni Instalasi, Pameran Video Seni
17 – 30 November 2013, jam 9.00–17.00
Panggung Krapyak, Jl. D.I. Panjaitan, Yogyakarta

Pembukaan: 17 November 2013, jam 20.00

Diinisiasi oleh DEKA-EXI(S)

DEKA-EXI(S) merupakan kelompok beranggotakan perorangan dari berbagai disiplin ilmu dan profesi seni, yang dipertemukan kembali dalam sebuah forum ketika bersama-sama menempuh program pascasarjana pendidikan seni di Yogyakarta. Kelompok ini mengkhususkan diri dalam penelitian dan kegiatan yang menggunakan medium seni rupa sebagai bahasa sekaligus medianya.

Berdasarkan penelitian atas warga keturunan Arab yang tinggal di sebuah perkampungan keturunan Arab terbesar di Solo, dalam program Parallel Events BJXII kali ini, DEKA-EXI(S) mengangkat tema “Arabian Pasar Kliwon”. Dalam proyek ini, DEKA-EXI(S) memusatkan perhatian pada kebudayaan warga keturunan Arab yang tinggal di seputaran wilayah Solo, kemudian menampilkannya kembali melalui pameran dokumentasi, pertunjukan, dan pameran seni rupa.

 

AKU UNTA KAMU

Pameran Karya Lokakarya Partisipatoris
16 dan 23 November, 7 Desember 2013, jam 16.00 – 17.00
TPA NURUL BAROKAH, Masjid Nurul Barokah
Jl. Kaliurang KM 5, Gg. Siti Sonyo, Yogyakarta

Video Instalasi
15 Desember 2013, jam 8.00 – 12.00
Sunday Morning Univ. Gadjah Mada Yogyakarta

20 Desember 2013, jam 14.00
Amphitheater Taman Budaya Yogyakarta

Stand Up Comedy
berbahasa Arab, bekerja sama dengan Pesantren Mualimin
20 Desember 2013, jam 14.00
Amphitheater Taman Budaya Yogyakarta

Diinisiasi oleh HABITUS AINUN

Habitus Ainun adalah kelompok kajian budaya dan media yang berfokus pada kajian praktik budaya sehari-hari dengan presentasi berbasis seni rupa kontemporer. Dalam program Parallel Events BJXII kali ini, Habitus Ainun membuat proyek berjudul “Aku Unta Kamu: Bermain-main dengan Esensialisme Arab”. Melalui bermain-main dengan esensialisme Arab bagi masyarakat Indonesia, Habitus Ainun ingin membuat konstruksi baru tentang bagaimana kita sebagai Indonesia memandang Arab, sehingga ketika membicarakan Arab yang terbayang tak hanya Islam dan unta.

 

POTRETKELUARGA MUSLIM DI GUNUNG KIDUL

Lokakarya Fotografi
20 – 24 November 2013, jam 10.00
Balai Desa Salam, Gunung Kidul

Pameran Fotografi
Pembukaan: 25 November 2013, jam 10.00
Balai Desa Salam, Gunung Kidul

Diinisiasi oleh O2

O2 adalah kelompok multidispliner terdiri dari fotografer, pelukis, ekonom UGM, dan arsitek yang tertarik dengan isu-isu spesifik dalam budaya masyarakat dan berupaya menggali keunikan budaya lokal untuk diolah dalam medium seni rupa. Dalam program Parallel Events BJXII kali ini, O2 membuat proyek berjudul “Potret Masyarakat Muslim di Gunung Kidul”. Melalui proyek ini, O2 ingin menampilkan kehidupan masyarakat muslim di salah satu desa di kabupaten Gunung Kidul. Proyek ini dilakukan bersama dengan warga setempat. Warga akan mengikuti lokakarya fotografi, kemudian hasilnya akan dipamerkan di balai desa.

 

NO COUNTRY FOR MONEY

Peluncuran Aplikasi Game Jackpot
16 November 2013, jam 19.00
Anjungan program Parallel Events, Terminal BJXII, Taman Budaya Yogyakarta

Diinisiasi oleh HIDE PROJECT INDONESIA

Hide Project Indonesia adalah wadah bagi para pegiat seni, yang biasanya bekerja secara individual, untuk membuat karya bersama-sama. Dalam karya ini, Hide Project Indonesia ingin menyajikan sisi lain dari peristiwa yang sama, melihatnya dari sudut pandang yang tidak banyak termuat dalam media massa, melihat apa yang selama ini terlihat sebagai peristiwa politik menjadi peristiwa ekonomi, dan menanggalkan beban-beban sentimen yang sering kali menghalangi pembacaan yang bening. Bentuk kegiatan berupa pembuatan game jackpot yang akan diunggah ke internet.

 

GENESIS OF TERROR

Pameran, Instalasi Seni, Video, Pertunjukan Musik, Photobox
19 – 25 November 2013
Gedung Situs Patung Jogja National Museum

Pembukaan: 19 November 2013, jam 19.00

Lokakarya dengan TK Komimo
18 November 2013, jam 8.00
Gedung Situs Patung Jogja National Museum

Diinisiasi oleh KNYT SOMNIA (Merajut Mimpi)

KNYT SOMNIA adalah kelompok multidispliner yang terdiri dari seniman, musisi, dan beberapa individu yang memiliki ketertarikan pada sejarah, budaya, seni, dan spiritual. Melalui proyek “Genesis of Terror” di program Parallel Events BJXII kali ini, KNYT SOMNIA mengangkat persoalan pengalaman sejarah. Dalam proyek ini, KNYT SOMNIA mengambil penggalan peristiwa sejarah Indonesia dengan Mesir, khususnya peran pimpinan kedua negara tersebut dalam menggagas tatanan dunia baru dan menjadi pionir dalam menjaga keseimbangan dunia melalui Gerakan Non-Blok. Dideklarasikannya Gerakan Non-Blok adalah awal terjadinya teror bagi kedua negara tersebut, serta negara pendiri lainnya.

 

HAJI BACKPACKER

Pameran Foto dan Artefak, Diskusi dan Dramatic Reading
16 – 20 Desember 2013, jam 13.00 – 22.00
Klinik Kopi Pusat Studi Lingkungan Universitas Sanata Dharma

Pembukaan: 16 Desember 2013, jam 19.00 – 22.00

Diinisiasi oleh KANDANG JARAN

Kandang Jaran merupakan kelompok yang beranggotakan mahasiswa, seniman, dan peneliti.

Dalam program Parallel Events BJXII, Kandang Jaran akan mengangkat proyek haji ilegal dan beberapa keunikannya. Tidak hanya ibadah haji ilegal yang menjadi nilai ganjil dari penyelenggaraan ibadah haji itu sendiri, tetapi banyak peristiwa unik mengiringi pelaksanaan ibadah haji. Berangkat dari sanalah, Kandang Jaran ingin mengulik keganjilan-keganjilan yang kerap dijumpai pada ibadah haji lebih dalam.

 

DemocrARTcy

Pameran Seni Kinetik
9 – 15 Desember 2013
Desa Krebet, Bantul

Pembukaan: 9 Desember 2013, jam 19.00

Diinisiasi oleh INSIGNIA INDONESIA

Insignia Indonesia merupakan kelompok yang anggotanya berasal dari berbagai disiplin ilmu. Dalam program Parallel Events BJXII, Insignia Indonesia membuat proyek kolaborasi penciptaan seni instalasi kinetik antara seniman, ilmuwan berbagai bidang, dan warga masyarakat. Proyek tersebut dilakukan dengan mengkaji nilai-nilai estetis kehidupan sebagai ide penciptaan karya seni yang inovatif dan cerdas. Dalam proyek ini, Insignia Indonesia melakukan kerja-kerja inkubasi ide antara seniman, masyarakat, dan ilmuwan, yang kemudian dituangkan dalam bentuk karya seni instalasi kinetik di ruang terbuka.

 

RENBO QUR’AN

Pertunjukan Jathilan
1 Desember 2013, jam 10.00
Lapangan Karang, Kotagede, Yogyakarta

Pameran Seni Rupa
6 – 11 Desember 2013, jam 10.00 – 21.00
Misty, Jalan Kaliurang Km. 5,8, Kompleks Pogung Baru, Yogyakarta
Pembukaan: 6 Desember 2013, jam 19.00

Pemutaran Film Dokumenter
8 Desember 2013, jam 19.00
Misty

Diinisiasi oleh Kelompok Belajar 345

Kelompok Belajar 345 merupakan kelompok seni yang sebagian besar anggotanya adalah mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu. Dalam program Parallel Events BJXII, Kelompok Belajar 345 akan mengurai penelusuran terhadap penggabungan Islam formal dengan budaya populer dan budaya lokal masyarakat di Yogyakarta. Kelompok Belajar 345 akan melakukan penelitian tentang pertemuan antara agama dan budaya populer serta antara agama dan budaya lokal, yang kemudian dipresentasikan dalam bentuk pertunjukan seni, film dokumenter, dan pameran seni rupa.

 

MAKCIK PROJECT

Pembukaan dan Pemutaran Film
12 November 2013, jam 20.00
Oxen Free, Jl. Sosrowijayan no. 2, Yogyakarta

Pameran
13 – 26 November 2013, jam 11.00 – 21.00
Kedai Kebun Forum, Jl. Tirtodipuran no. 3 Yogyakarta (Selasa tutup)

Diinisiasi oleh MAKCIK PROJECT

Makcik Project diinisiasi oleh tiga orang seniman yang bekerja dengan para makcik (waria). Dalam kerangka kerja Parallel Events Biennale Jogja XII, proyek ini memasuki episode keduanya, yang digerakkan oleh seorang kurator dan melibatkan dua kolektif seni. Makcik Project berusaha mengidentifikasi nilai-nilai keberlangsungan hidup para makcik dan pekerja seni dalam tatanan masyarakatnya. Hal-hal yang dibagi, dipelajari, dan digarap oleh seluruh kolaborator proyek ini mengacu pada usaha keberlangsungan hidup egaliter; tanpa mengkhususkan, mengistimewakan, atau mengagenkan kolaborator. Proyek ini sekaligus berusaha menjadi kritis terhadap soal-soal seni kolaborasi, seni partisipasi, dan seni komunitas. Sejumlah kegiatannya mencakup: pameran, pemutaran film, peristiwa/performance, lokakarya, dan diskusi.

 

INNER RESISTANCE

Pembukaan Pameran Personal Perek
23 November 2013, jam 19.00 – 22.00
Ascos, Asmara Art & Coffee Shop, Jl. Tirtodipuran no. 22, Yogyakarta

Pembukaan Pameran Inner Resistance
24 November 2013, jam 19.00 – 22.00
Kersan Art Studio, Ds. II Kersan no. 154 Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta

Performance Perek #1
27 November 2013, jam 19.00 – 21.00
Kersan Art Studio, Ds. II Kersan no. 154 Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta

Performance Perek #2
30 November 2013, jam 19.00–21.00
Kersan Art Studio

Wicara Seniman
7 Desember 2013, jam 16.00 – 20.00
Kersan Art Studio

Penutupan Pameran
7 Desember 2013, jam 20.20 – 23.30
Ascos, Asmara Art & Coffee Shop

Diinisiasi oleh Kelompok PEREKs

Kelompok PEREKs merupakan kelompok seni perempuan yang peduli dengan isu-isu perempuan. Dalam program Parallel Events BJXII, Kelompok PEREKs mengangkat permasalahan para TKW, dengan melakukan dokumentasi dan penelitian tentang para tenaga kerja wanita Indonesia yang selama ini terpinggirkan dan dianggap rendah. Hasilnya akan dipresentasikan dalam sebuah pameran seni rupa.

 

KAJIARAB
Sebuah Eksplorasi dan Eksperimentasi Artistik atas Wayang Golek Menak

Pameran Artefak Wayang Golek Menak
27 – 29 Desember 2013, jam 10.00 – 21.00
Institut Français Indonesia – Lembaga Indonesia Perancis
Jl. Sagan no. 3 Yogyakarta
Pembukaan: 27 Desember 2013, jam 19.30

Pementasan Wayang Wong
29 Desember 2013, jam 19.30
Institut Français Indonesia – Lembaga Indonesia Perancis

Diinisiasi oleh Kelompok Kaneman

Kelompok Kaneman adalah lembaga nirlaba yang berfokus pada gerakan sosial anak muda di Yogyakarta. Dalam program Parallel Events BJXII, Kelompok Kaneman akan mengolah materi dari Wayang Menak. Wayang Menak merupakan seni pertunjukan yang bersumber dari Serat Menak, sebuah karya adaptasi atas “Hikayat Amir Hamzah” yang mengisahkan petualangan Amir Ambyah (Amir Hamzah), paman Nabi Muhammad. Kelompok Kaneman akan melakukan penelitian di masyarakat Desa Tutup Ngisor, Magelang, yang sering mementaskan Wayang Menak tersebut. Hasil penelitian akan dipresentasikan dalam bentuk mural dan pertunjukan wayang.

 

BALAI BAMBU

Pemutaran Film Dokumenter: Pembuatan Balai Bambu
8 Desember 2013, jam 20.00
Ledok Pakuncen RT 38, Yogyakarta

Diinisiasi oleh Paguyuban Kali Jawi dan Arkomjogja (ARKOM)

Arkomjogja (lembaga arsitek komunitas dan arsitektur alternatif) adalah lembaga non-profit yang berdomisili di Yogyakarta, aktif memperbaiki kampung bersama kampung-kampung informal di Yogyakarta. Sedangkan Paguyuban Kali Jawi merupakan paguyuban pelaksana program menjaga dan meningkatkan kualitas rumah, lingkungan, dan kehidupan kampung. Dalam program Parallel Events BJXII, Paguyuban Kali Jawi dan Arkomjogja akan menyajikan dokumentasi tentang inovasi arsitektur bambu di Paguyuban Kali Jawi.

THE SEMELAH: LOMBA KOMIK BIENNALE JOGJA XII – DAGINGTUMBUH AWARD

Tema:

Merespon kuratorial Biennale tentang tema Perjumpaan Arab-Indonesia, yang bisa dilihat melalui website www.biennalejogja.org/2013

Ketentuan Lomba:

1. Pendaftaran lomba tidak dipungut biaya apapun (gratis)
2. Peserta bersifat umum dari segala usia
3. Komik hitam putih (blok) sekitar 8-10 halaman A4
4. Komik dapat dikirim dalam format hardcopy atau digital dengan resolusi 300 dpi
5. Naskah yang dikirim adalah hasil fotokopian, bukan yang asli. Begitu pula jika naskah yang dikirim via email, jadi hasil fotokopiannya yang di-scan.
6. Karya yang masuk dalam kompilasi Komik Dagingtumbuh adalah halal/syah untuk dibajak oleh publik luas.

Kirim CV dan karya digital melalui email ke: lombakomik@biennalejogja.org

atau Panitia Lomba Komik BJXII-DAGINGTUMBUH AWARD
Yayasan Biennale Yogyakarta
Taman Budaya Yogyakarta/ Jl. Sriwedanu No. 1, Yogyakarta 55100

Tim Juri:

– Eko Nugroho (Perupa, Komikus, Daging Tumbuh)
– Hikmat Darmawan (Pengamat Komik dan Budaya Pop)
– Beng Rahadian (Komikus, Akademi Samali)
– Terra Bajraghosa (Perupa, Komikus,  Pengajar DKV ISI)

Kriteria Penilaian:

– Kualitas artistik yang unik dan kreatif dalam menerjemahkan kuratorial Biennale Jogja XII: Equator #2
– Memberi sudut pandang baru terhadap isu hubungan Arab-Indonesia
– Komik sesuai dengan spirit independen generasi muda yang selama ini diinisiasi oleh DGTMB
– Karya baru dan original ciptaan komikus

Deadline Pengumpulan Karya: 26 November 2013 (Cap Pos)

Pemenang

Komik yang masuk 10 Besar akan diterbitkan dalam Buku Kompilasi Komik DAGINGTUMBUH EDISI KHUSUS. Selain diterbitkan, 3 Pemenang Utama akan mendapatkan Piala dan Piagam DAGINGTUMBUH AWARD, beserta hadiah tunai.

Sebagai bagian dari rangkaian acara Biennale Jogja XII: Equator #2, Pengumuman Pemenang serta Buku Kompilasi Komik DAGINGTUMBUH diluncurkan bersama Festival Komik Fotocopy ‘THE SEMELAH’ – DGTMB Award, Desember 2013

Informasi lebih lanjut silakan menghubungi: Hamada Adzani (+6285743491867)

BJ Bloghopping: Kompetisi Blog Kreatif BJXII

“BJ Bloghopping”: Kompetisi Blog Kreatif BJXII

Untuk menjaring komunitas blogger dan komunitas kreatif generasi muda, BJXII menyelenggarakan “BJ Bloghopping”: Kompetisi Blog Kreatif bekerjasama dengan LIR Shop/Space yang akan dijalankan selama bulan November-Desember 2013. Kompetisi ini akan menggunakan integrasi berbagai platform online dan social media untuk merespon karya-karya serta program-program Biennale Jogja secara kreatif. 3 Pemenang Utama akan mendapatkan hadiah berupa uang tunai, akun domain sesuai pilihan (apabila tersedia) selama 1 tahun, dan sertifikat. Sebagai bagian dari rangkaian acara Biennale Jogja XII: Equator #2, Pengumuman Pemenang dilakukan bersama dengan pembukaan pameran “Top-10 BJ Bloghopping” di Lir Space, Januari 2014. Blog yang masuk 10 besar ini akan dipamerkan di Lir Space selama 1 minggu.

*****

Ketentuan Lomba:

1. Pendaftaran lomba tidak dipungut biaya apapun (gratis)

2. Peserta bersifat umum dari segala usia

3. Jenis entry: art review, event review, fashion blog, photo blog, blog series (lebih dari satu entry dengan benang merah tertentu)

4. Jenis blog: weblog (wordpress, blogger, web pribadi, etc) atau miniblog (tumblr).

5. Posting bisa berupa foto, tulisan, atau gabungan keduanya.

6. Tulisan bisa dibuat dalam Indonesia atau bahasa Inggris.

7. Posting bisa dibuat di dalam blog pribadi yang sudah aktif atau bisa juga membuat blog baru khusus untuk “BJ Bloghopping”

8. Pendaftaran dibuka sejak tanggal 3 November 2013 dan ditutup pada tanggal 29 Desember 2013

9. Cara pendaftaran:

(wajib) kirimkan link ke email BlogBJ@biennalejogja.org dengan format sebagai berikut:

Subject: [BJ Bloghopping] [Nama Lengkap] [Judul Blog] [Judul Entry] Isi: [BJ Bloghopping] [Nama Lengkap / TTL / Email / No.HP] [Judul Blog] [Judul Entry] [link]

contoh:

to: BlogBJ@biennalejogja.org
Subject: [BJ Bloghopping] [Dwi Nugraha] [DN’s Blog] [Jalan-Jalan ke Biennale Jogja]

Isi: [BJ Bloghopping] [Dwi Nugraha / Yogyakarta, 27 Desember 1986 / dwin_oke@email.com / 08776655443] [DN’s Blog] [Jalan-Jalan ke Biennale Jogja] [http://dnblog.blogspot.com/2013/10/jalan-jalan-ke-biennale-jogja/]

10. (opsional) Publikasikan Blog BJ Anda dengan submit link ke twitter @BiennaleJogja dengan format [Judul Entry] [Link] [#BJBlogHop]

contoh:

@BiennaleJogja [Jalan-Jalan ke Biennale Jogja] [http://dnblog.blogspot.com/2013/10/jalan-jalan-ke-biennale-jogja/] #BJBlogHop

11. Konten pemenang 10 besar BJ Bloghopping menjadi milik Panitia Biennale Jogja XII dan dapat disebarluaskan atau dipublikasikan.
12. Keputusan juri bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat.

*****

Tim Juri:
– Farah Wardani (IVAA – Direktur Artistik Biennale Jogja XII)
– Ria Papermoon (Papermoon Puppet Theater – blogger)
– Wimo Ambala Bayang (Ruang Mes56)

Kriteria penilaian:
– kualitas isi (foto, tulisan, sudut pandang unik/ perspektif)
– bentuk visual blog atraktif dan baik
– kreativitas penyajian, isi mampu memperkaya pembaca, menarik, komunikatif, menghibur, dan kaya informasi.
– nilai tambahan bagi blog series (beberapa posting blog yang diunggah dalam waktu berbeda dan disatukan dengan satu benang merah)
– deadline pengumpulan karya: 29 Desember 2013

Ketentuan entri:
– judul bebas sesuai tema
– jenis entri: review acara/ kritik seni/ review seni/ artist profile/ blog series/ photo blog/ fashion blog / creative writing yang terinspirasi oleh karya atau acara BJ XII.

Topik:
Rangkaian acara BJ XII/ Pararel Event BJ XII / Festival Equator / Seniman BJ XII / Karya seni yang ditampilkan dalam BJ XII

Pengumuman pemenang: 4 Januari 2014

Info lebih lanjut kontak Tiara (0857-298-1500-4)

Pengumuman Daftar Peserta Magang dan Sukarelawan Biennale Jogja XII

Berikut ini adalah daftar nama peserta Magang dan Sukarelawan Biennale Jogja XII yang akan terus diperbarui hingga 27 September 2013;

Pemagang
  • Rizka Fitriana
  • Yolandri
  • Nidya Tia Vitri
  • Elrika Dwi Marsya
  • Andrea Rahardiana Putri
  • Imam Teguh Santoso
  • Restu Rahayu
  • Sartika Megawati
  • Sita Magfira
  • Gisela Swara Gita Andika
  • Lestari Nur Ekanti Putri
  • Dhokhiy Mustofa Akbar
  • Haitham Hasan Adam
  • Kuncoro Sejati
  • Maftuhah
  • Aulia Dhetira Haryadi
  • Rizkia Aulia Ramadhani
  • Vani Sindana
  • Robby Fachrirozie
  • Debora Tambunan
  • Dwi Putra
  • Hendricus Benny
  • Nona Yoanishara
  • Prasetya Yudha Dwi Sambodo
  • Robertus Rony Setiawan
  • Sabbatiansyah Aji Nugraha
  • Syarifah Rahmawati Santosa
  • Tania Nugraheni Ayuningtyas
  • Yudith Ofirisa Utami
  • Ferika Yustina Hatmoko
  • Cicilia Sonya
  • Agnes Gita
  • Ammyta Pradita
  • Brigitta Engla Aprianti

Sukarelawan

  • Afnan Mufidah
  • Alifa Prasasti Rahmaningrum
  • Anjarini Pramesti
  • Bayu Arief Setya Putra
  • Mega Nur Anggraeni
  • Citta Yowati
  • Anisa Putri Rahmani
  • Afsal Ahmad Arief
  • Ardy Hudhatama
  • Dyah Nur Khoiriyah
  • Tyas Dwi Arini
  • Nadroh Nur Amalia
  • Aulia Ariani
  • M. Edgar Degas
  • Eki Melina Widanti
  • Raden Arka Bagus Kaloka
  • Fithri Salsabila
  • Zahra Aulianissa Agoes
  • Herlina Endah Atmaja
  • Yuliani Toding Pabita
  • Tri Maya Aprias
  • Sylvie Nurfebiarani
  • Arum Dyah Tyasayu
  • Nevi Narendrati
  • Nurmaya
  • Sri Rejeki
  • Vesa Yunita Putri
  • Aang Apriyanto
  • Ajeng Gita Pertiwi
  • Haryo Hapsorojati
  • Nur Yahya
  • Afan Anas Alhakim
  • Caecilia Purnamasari
  • Dyah Arwinka Surya Wardhani
  • Miqdad Muhammad
  • Muhammad Nu’man
  • Pradnya Cindy Bernissa
  • Zunifah
  • Uswatun Khasanah
  • Nitia Priyustina
  • Gita Arisnawati
  • Reinol Rinaldi Aponno
  • Nurul Agustina
  • Yuni Marlina
  • Satria Wishnu Murti
  • Gian Setyaningrum
  • Reza Raditya Setyo Putra
  • Gusti Mohammad Hamdan Firmanta, ST

Selamat bergabung di Biennale Jogja XII, setiap peserta akan dihubungi langsung melalui alamat e-mail masing-masing untuk informasi lebih lanjut.

Rilisan Pers dan Pengumuman Seniman Partisipan Biennale Jogja XII Equator #2

NOT A DEAD END
Biennale Jogja XII Equator #2
Perjumpaan Indonesia dengan Kawasan Arab
16 November 2013 s.d. 6 Januari 2014
Yogyakarta, Indonesia

Kurator:
Agung Hujatnikajennong (IDN)
Sarah Rifky (EGY)

Direktur Artistik :
Farah Wardani (IDN)

Lokasi:
Jogja National Museum
Langgeng Art Foundation
SaRang Building
HONFablab
Taman Budaya Yogyakarta

Penyelenggara:
Yayasan Biennale Yogyakarta

Seniman Partisipan:
Ahmed Mater (SAU), Agung Kurniawan (IDN), Agus Suwage (IDN), Ayman Yousri (PSE), Basim Magdy (EGY) , Dina Danish (EGY) , Duto Hardono (IDN), Eko Nugroho (IDN), FX Harsono (IDN), Handiwirman Saputra (IDN), Hassan Khan (EGY) , HONF (IDN), Jasmina Metwaly (EGY) , Leonardiansyah Allenda (IDN), Magdi Mostafa (EGY) , Mobius (ARE), Mohamed Abdelkarim (EGY) , Nasir Nasrallah (ARE), Otty Widasari (IDN), Pius Sigit Kuncoro (IDN), Prilla Tania (IDN), Radhika Khimji (OMN), Restu Ratnaningtyas (IDN), Reza Afisina a.k.a. Asung (IDN), Salwa Aleryani (YEM), Samuel Indratma (IDN), Syagini Ratna Wulan (IDN), Take to The Sea (EGY/ ITA) , Tintin Wulia (IDN), Tiong Ang (NLD), Tisna Sanjaya (IDN), UBIK (IND), Ugo Untoro (IDN), Venzha Christiawan (IDN), Wael Shawky (EGY)

Digelar pertama kali sebagai pameran yang merepresentasikan dinamika praktik seni di Yogyakarta pada 1988, Biennale Jogja kini telah menjadi perhelatan seni rupa paling kuat dan konsisten di Indonesia. Dikenal sebagai pameran unggulan yang menghadirkan praktik seni rupa kontemporer sekaligus wacana yang melingkupinya, Biennale Jogja memberikan kontribusi penting bagi dinamika dunia seni, baik lokal maupun regional, di Indonesia dan kawasan Asia Tenggara.

Dalam persaingan tajam dengan biennale-biennale besar di dunia, reputasi Biennale Jogja secara internasional telah memasuki babak baru pada tahun 2011. Penataan kembali organisasi dan manajemen yang diikuti oleh pendirian yayasan, akan menjamin keberlanjutan Biennale Jogja dengan bertumpu pada azas profesionalitas, transparansi dan akuntabilitas. Pada tanggal 23 Agustus 2010, Yayasan Biennale Yogyakarta diluncurkan sebagai lembaga resmi yang menaungi pameran dua tahunan ini.

Sebagai formulasi ulang gagasan Biennale Jogja, dalam waktu 10 tahun sampai tahun 2022, Biennale Jogja meluncurkan seri Biennale Equator, yang menetapkan lokasi katulistiwa sebagai premis utama dan wilayah kerjanya, yaitu wilayah geografis tertentu di muka bumi yang berkisar antara 23,27° lintang NL dan 23,27° SL. Dalam setiap penyelenggaraannya, Biennale Jogja akan bermitra dengan satu atau lebih negara, dan mengundang para seniman serta komunitas seni dari negara-negara mitra terpilih, untuk berkolaborasi, berkarya, berpameran, bertemu dan berdialog dengan seniman, kolektif, organisasi dan komunitas budaya, di Indonesia, khususnya Yogyakarta. Pada tahun 2011, seri Biennale Equator dimulai dengan pertemuan dengan India.

Biennale Jogja XII akan berfokus pada pertemuan antara Indonesia dan lima negara di kawasan Arab, yaitu Arab Saudi, Mesir, Oman, Uni Emirat Arab, dan Yaman. Dikuratori oleh Agung Hujatnikajennong (Indonesia) dan Sarah Rifky (Mesir), Biennale Jogja XII berangkat dari perspektif yang melihat praktik seni kontemporer sebagai representasi dari moda ‘produksi-distribusi-konsumsi’ yang telah membentuk globalisasi budaya, seperti dinyatakan berikut ini:

“Aliran dan pertukaran modal telah mengubah pemahaman kita mengenai alam dan gagasan. Cara kita menghadapi kenyataan yang berubah dan kemampuan kita untuk berpindah tempat dengan lebih mudah telah mempengaruhi persepsi kita atas banyak hal. Pameran ini akan dilaksanakan melalui jalur kolaborasi, pertukaran dan perjumpaan — di antara karya-karya seni, para seniman dan gagasan-gagasan. Sebagaimana sebuah suatu percakapan, pameran ini tidak didorong sebuah tema, melainkan dipengaruhi oleh karya-karya yang membentuknya. Menjelajahi gagasan-gagasan tentang tanah air, diaspora, tempat asing, migrasi, perjalanan, sirkulasi, keuangan, karya seni, pengalaman, dari garis-garis imajiner yang menghubungkan tempat, melalui ekonomi dan pengalaman buruh migran hingga sirkulasi barang-barang, karya-karya seni dan pameran ini secara menyeluruh menjadi situs sinkretisme – dalam arti linguistik — yang berbicara kepada Yogyakarta, sebuah kota yang sinkretik dalam formasi politik budayanya.” (Agung Hujatnikajennong dan Sarah Rifky, Februari 2013)

Diselenggrakan pada 16 November 2013 hingga 6 Januari 2014, premis kuratorial dalam perhelatan ini mengambil inspirasi dari migrasi berbagai orang dan benda yang sudah berlangsung sepanjang sejarah perjumpaan Indonesia dan wilayah Arab. Biennale Jogja XII tidak hanya menampilkan karya dan seniman dari Indonesia dan wilayah Arab (berdasarkan paspor/kebangsaan). Ini merupakan sebuah konsekuensi dari mengambil ‘mobilitas’ sebagai salah satu satu kata kunci dalam pameran.

Biennale Jogja XII diselenggarakan oleh Yayasan Biennale Yogyakarta dan didukung oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Sahabat Biennale Jogja, Kawan Sukarelawan Biennale Jogja, Djarum Foundation, Goethe Institute, Jogja National Museum, Taman Budaya Yogyakarta, Universe in Universes, dll. Penyelenggaraan Biennale Jogja XII  secara resmi berpartner dengan Beirut in Cairo, Sharjah Art Foundation dan Maraya Art Center di Uni Emirat Arab, Athr Gallery Saudi Arabia, Langgeng Art Foundation, Sarang Building, dan OFCA International.

Info lebih lanjut, silahkan hubungi:

Ratna Mufida
Email: the-equator@biennalejogja.org

Yayasan Biennale Yogyakarta
Taman Budaya Yogyakarta
Jl. Sri Wedani No.1 Yogyakarta, Indonesia
Telp: +62 274 587712
Surel: the-equator@biennalejogja.org
www.biennalejogja.org

Perjumpaan sebagai Titik Berangkat: Wawancara dengan Agung Hujatnika

Pada kesempatan kali ini, Brigitta Isabella, redaktur The Equator berkorespondensi via e-mail dengan Agung Hujatnika, kurator Biennale Jogja XII, untuk membicarakan visi kuratorialnya serta beberapa pandangannya tentang potensi-potensi kerja sama yang mungkin bisa berkembang dari platform BJXII kali ini.

Dalam presentasi publiknya di KKF (25/07), Sarah Rifky menceritakan pengalamannya datang ke Museum Konferensi Asia Afrika di Bandung. Melihat kembali arsip-arsip peristiwa tersebut, ia merasa seperti melihat sebuah pertunjukan teater, di mana bahasa dan gestur para pemimpin negara terasa artifisial. Pertanyaannya kemudian, apakah Biennale Jogja, sebagai sebuah peristiwa besar yang rutin 2 tahunan juga sekedar sebuah aktivitas diplomasi formal? Bagaimana anda melihat posisi dan peran BJ XII dalam kerangka geopolitik masa kini?

Dari perspektif kuratorial, BJXII ini jauh dari intensi atau misi-misi diplomatik negara, apalagi diplomasi politik formal yang diniatkan sejak awal. Yayasan Biennale, meskipun bernaung di bawah pemerintah provinsi, bukanlah organisasi yang memiliki agenda semacam itu. Konsep equator yang mereka canangkan dalam penyelenggaraan rangkaian biennale, saya kira, tidak berhubungan langsung dengan mekanisme diplomasi politik formal apapun, termasuk dengan upaya untuk terlibat secara langsung dengan wacana politik selatan-selatan.

Peristiwa KAA bisa kita baca sebagai peristiwa solidaritas simbolik, bukan saja karena arsip-arsip di museum yang kini menjadi artefak beku belaka. Ia juga menjadi simbol yang mati jika kaitkan dengan kenyataan bagaimana hubungan multilateral antar negara-negara Selatan-Selatan, tak pernah benar-benar berlanjut. Gerakan Non- Blok yang menjadi gelombang penerus dari KAA juga telah menyurut (kita tahu istilah ‘blok’ tak lagi relevan dengan situasi politik internasional hari-hari ini). Tapi bukankah setiap simbol sejarah selalu ‘menunggu’ untuk dimaknai kembali secara terus menerus? Fakta bahwa gerakan itu punya gaung besar pada masanya juga tidak bisa dikecilkan. KAA tetap relevan sebagai peristiwa bersejarah yang relevan tidak hanya dengan Biennale Jogja tahun ini, tapi untuk Biennale Jogja Seri Equator secara meyeluruh.

Meskipun demikian, alih-alih mematok KAA sebagai satu-satunya rujukan sejarah, saya lebih suka menjadikannya sebagai salah satu sumber inspirasi saja untuk BJXII. Inspirasi-inspirasi lainnya datang bukan dari peristiwa atau narasi sejarah yang besar, tapi justru dari pengalaman sehari-hari. Saya lebih ingin memulai proses kuratorial pameran ini dari keinginan untuk memahami makna ‘perjumpaan’ (encounter) sebagai titik berangkat, di mana aspek ketaksengajaan, percobaan, spontanitas dan kejutan-kejutan menjadi penting. Dalam percakapan sehari-hari makna perjumpaan berbeda dengan ‘pertemuan’ (meeting) atau ‘konferensi (conference), yang identik dengan agenda-agenda besar.

Bicara tentang proses kuratorial, seperti apa peran kurator dalam BJXII kali ini, sekedar exhibition maker, diplomat ulung, mediator, atau apa? Bisakah anda juga mengelaborasi lebih lanjut mengenai pilihan tema “mobilitas” dari perspektif kuratorial yang anda tawarkan?

Sebagai kurator, saya tak pernah punya bingkai yang memadai untuk bisa melihat peran saya sendiri, kecuali sebagai seorang (curatorial) ‘labor’ — sebagai seseorang yang semata2 bekerja. Seperti halnya seniman yang bekerja untuk memenuhi suatu motif yang sangat personal, saya kira kerja kuratorial juga layak difahami sebagai pekerjaan yang mendatangkan kesenangan subjektif bagi para pelakunya — tentu saja selain tanggung jawab terhadap publik yang notabene sudah terlalu sering dibebankan kepada mereka.

Menurut saya selalu ada beberapa karakter yang bertolak belakang, namun tak bisa kita pisah-pisahkan begitu saja dalam kerja kuratorial (ia adalah pembuat pameran, diplomat, connoisseur, mediator, pustakawan, penulis, dsb., sekaligus). Akan lebih baik jika penilaian terhadap peran dan kerja seorang kurator dilakukan setelah pameran berlangsung, sebagai after-the-(f)act, pada saat dampak dari pameran tersebut dapat dilihat dalam medan seni dalam jangka waktu yang lama.

Tema mobilitas awalnya tidak dimaksudkan sebagai pijakan untuk merumuskan metode kuratorial, tapi lebih dalam kaitan dengan konsep ‘perjumpaan’. Tema ini terinspirasi oleh fenomena perpindahan/pergerakan manusia (terutama para pekerja migran dan peziarah muslim dari Indonesia ke Arab) dan bentuk- bentuk ‘migrasi’ lainnya dalam proses globalisasi secara umum. Afrizal Malna pernah menggunakan metafor migrasi untuk segala bentuk perpindahan, yang tidak hanya berlaku untuk manusia tapi juga benda-benda, bahasa dan gagasan. Biennale ini pada akhirnya mematok mobilitas dan migrasi sebagai dua kata kunci yang penting untuk melihat praktik seni rupa (dan berbagai problematika sosial, politik, ekonomi dan budaya yang digandengnya) di kawasan Arab dan Indonesia.

Salah satu bentuk pertemuan (encounter) yang digagas BJ XII akan diwujudkan dalam bentuk residensi. Mengapa residensi? Apa yang membedakan pertemuan fisik dengan pertemuan virtual di era teknologi yang semakin canggih, khususnya dalam konteks penciptaan karya seni? Bagaimana cara anda mendorong pertemuan yang tidak sekedar pemukaan dan impresi- impresi pendatang (yang biasanya) stereotipikal dalam program residensi yang durasinya hanya 2 bulan?

Saya dan Sarah Rifky beranggapan bahwa khususnya dalam bidang seni rupa kontemporer perjumpaan Indonesia dan kawasan Arab belum pernah benar2 terjadi. Perjumpaan budaya yang sebenarnya justru dilakukan oleh para pekerja migran, pelajar, peziarah muslim, atau para pedagang. Kesenian tak pernah menjadi motif utama dalam perjumpaan Indonesia dan kawasan arab. Melihat sejarah, perdagangan, migrasi dan ziarah agama justru menjadi pendorong munculnya persentuhan, pengaruh, percampuran, hingga kontradiksi kebudayaan yang kita lihat sekarang ini di Indonesia. Kami tidak ingin perjumpaan dalam BJXII (antar karya2 seni yang dipamerkan, antara seniman dengan kawasan yang ia ajak dialog, antara satu seniman dengan seniman yang lain) tidak bisa belajar dari dan merefleksikan kenyataan sosial yang sebenarnya terjadi di antara dua kawasan.

Program residensi seniman di Jogja maupun kawasan Arab hanyalah salah satu dari ‘sarana perjumpaan’ (platform of encounter) yang saya ajukan sebagai upaya untuk mengatasi minimnya interaksi dan komunikasi antara dua medan seni di dua kawasan tersebut. Sarana ini dibuat juga untuk menghindari biennale ini menjadi ‘pertemuan’ yang formal, atau artifisial, belaka, seperti yang sering kita lihat dalam pameran- pameran yang mengatasnamakan seni rupa kawasan.

Residensi pada dasarnya adalah suatu pola kerja sangat biasa dilakukan oleh seniman di mana pun. Sejumlah biennale di dunia juga sudah melakukannya. Bedanya, dalam BJ XII residensi ini diselenggarakan oleh dua pihak di dua kawasan yang bersangkutan — lebih menyerupai mekanisme pertukaran budaya, tapi dengan penekanan pada interaksi langsung dengan suatu lokasi / tempat, kebudayaan dan komunitas setempat. Konsekuensinya pendekatan etnografik (melalui perjumpaan yang bersifat fisikal dan empirik) menjadi bagian yang inheren dalam rencana karya-karya yang akan dibuat. Saya tidak khawatir dengan hasil yang stereotipe karena waktu residensi yang pendek. Dengan kapasitas kreatif mereka, para seniman residen juga pasti sudah menyadari resiko-resiko semacam itu dan sebisa mungkin menghindarinya sejak awal.

Selain residensi yang menuntut seniman berpindah tempat dan bermigrasi untuk bekerja, saya dan Sarah juga mengajukan sarana/platform lain yang lebih banyak memanfaatkan komunikasi virtual. Sarana ini belum punya nama resmi sampai hari ini. Yang kami lakukan adalah menjadi semacam ‘makcomblang’ untuk proyek kolaborasi antara seniman di dua kawasan. Sebisa mungkin proyek-proyek kolaborasi ini menghasilkan suatu perjumpaan dan ‘percampuran’ antara dua pihak. Saya meminta beberapa seniman untuk mengajukan semacam proposal karya, untuk direalisasikan oleh seniman-seniman lain. Kami berupaya menjodohkan seniman-seniman yang punya kecenderungan serupa maupun berbeda sama sekali (beberapa proyek bersifat inter- disiplin). Bagi kami, ini adalah bagian pameran yang paling menantang, sekaligus eksperimental. Kami sadar bahwa platform ini punya resiko kegagalan yang cukup besar.

Percakapan tentang Ruang Respons: Wawancara dengan Sarah Rifky

Pada kesempatan kali ini editor The Equator, Syafiatudina, bercakap-cakap dengan Sarah Rifky, ko- kurator Biennale Jogja XII (BJ XII). Dalam pertemuan pertama mereka yang dimediasi oleh teknologi digital, selain untuk mengenal lebih jauh Sarah dan pengalaman praktik kuratorialnya selama ini, tercetus pula perbincangan soal kontribusi seni dalam perubahan sosial dan strategi-strategi pembacaan konsep mobilitas untuk mengeksplorasi pertemuan Indonesia dengan negara-negara Arab.

Syafiatudina (S): Bisa ceritakan bagaimana awal pertemuan anda dengan tim BJ XII dan bagaimana proses kerja sama dan kolaborasi yang terbangun sejauh ini? Potensi apa yang anda bayangkan akan muncul dalam kerja kolaborasi ini?
Sarah Rifky (SR): Tahun 2010 saya bertemu dengan Farah Wardani (Direktur Artistik BJ XII) dalam konferensi “Speak Memory”, sebuah simposium tentang arsip di Kairo. Akhir November 2012, saya menerima surat dari Farah yang mengabarkan rencana kunjungan riset tim BJ XII ke Kairo. Dalam kunjungan ini saya bertemu dengan Farah, Agung dan Neni ketika mereka mampir ke kantor Beirut. Kami membicarakan beragam hal yang sangat menarik tentang seni, sejarah dan praktik kuratorial. Sejauh ini, dengan tempo yang cukup ketat, pengalaman bekerja dengan tim BJ XII dipenuhi kemungkinan-kemungkinan yang tampaknya berharga. Pengalaman ini memperkenalkan saya pada langkah-langkah dan gaya berbeda dalam bekerja yang kemudian mendorong pertukaran-pertukaran gagasan yang lebih mendalam.

(S): Selain kolaborasi kurator antara anda dan Agung Hujatnika, Beirut, ruang inisiatif seni yang anda gagas menjadi salah satu partner organisasi pendamping dalam penyelenggaraan BJ XII. Bisa cerita lebih banyak tentang Beirut?
(SR): Beirut dimulai pada musim semi, 2012. Saya mendirikan Beirut bersama dengan seorang teman baik dan kolega saya, Jens Maier-Rothe. Kami bertemu pada tahun 2007, di Swedia, tempat kami sama-sama menempuh pendidikan. Kami menemukan ruang ini -atau mungkin ruang ini menemukan kami!- yang lokasinya di sebuah area yang sangat tenang namun tidak jauh dari pusat kota Kairo. Secara teknis, kami berada di Giza, di bagian barat Sungai Nil. Tempat ini sangat ideal dan cocok untuk berpikir reflektif. Bangunan ini merupakan rumah bergaya 1940-an, dikelilingi taman dan ada dua pohon mangga dan palem. Ketika pertama kali memasuki ruang yang sempat kosong selama beberapa bulan ini, ada beberapa pertanyaan yang muncul di kepala kami tentang fungsi seni saat ini Apa yang ingin kami lakukan di momen perubahan ini? Apa arti perspektif seni dalam membaca situasi politik? Apa arti demokrasi? Apa arti menginstitusikan sesuatu? Kami berupaya untuk membuat karya yang tidak bersifat dokumenter melainkan lebih membentuk ruang reflektif melalui praktik kesenian. Beirut menyasar berbagai audiens, menghubungkan internasional dengan lokal, menjadi tuan rumah bagi seniman dan institusi dan membuka kemungkinan alternatif untuk kolaborasi. Di Beirut kami menanyakan diri kami setiap hari: seperti apakah hubungan antara seniman, karya seni, dan masyarakat?

(S): Dalam situs Beirut, saya membaca bahwa salah satu tujuan didirikannya Beirut adalah untuk menyediakan ruang respons di tengah perubahan sosial yang begitu cepat di Mesir dan daerah-daerah lainnya. Apa urgensi menciptakan sebuah ruang baru? Apa yang dimaksud dengan respons dalam konteks kontribusi seni bagi masyarakat?
(SR): Di tengah situasi yang terus-menerus berubah, orang-orang mulai lelah dan semakin menderita. Khususnya dalam lingkaran pergerakan politik, proses perubahan ini justru semakin membatasi gerak. Beirut adalah sebuah tempat yang menyediakan ruang jeda untuk sejenak beristirahat dari segala keriuhan ini. Lokasi Beirut yang tenang memberi suasana nyaman untuk berkontemplasi, menciptakan kebersamaan yang berkualitas. Beirut menyediakan ruang untuk berimajinasi dan menciptakan ide-ide dan energi baru. Meski demikian kami juga terus memformulasikan gagasan tentang bagaimana cara menciptakan pameran seni yang relevan dengan kondisi perubahan? Amatlah penting untuk selalu mengkontekstualisasikan situasi sosial dengan ide-ide dalam karya seni.

(S): Tema kuratorial yang anda ajukan bersama dengan Agung Hujatnika menjadikan mobilitas sebagai tema kunci BJ XII. Tema ini memiliki jangkauan yang sangat luas sekaligus kompleks, mulai dari perpindahan secara fisik sampai penyebaran pengetahuan. Apa ada isu spesifik yang akan anda gali lebih jauh?
(SR): Karya seni akan menjadi poin awal untuk memulai dialog ini. Pameran ini dengan berbagai cara akan mengambil inspirasi dari migrasi manusia dan benda, juga menelisik sejarah serta pertukaran yang terjadi di Indonesia dan wilayah Arab. Kami telah memutuskan untuk memperluas cakupan Biennale ini, dengan tidak hanya memperlihatkan karya seniman dari wilayah Indonesia dan Arab (berdasarkan paspor/kewarganegaraan), tapi juga menyertakan karya yang membahas migrasi dan pertukaran- -tidak hanya masyarakat, tenaga kerja, benda atau sumber daya, tapi juga juga bahasa dan bentuk-bentuk lainnya.

Arus dan pertukaran kapital telah mengubah pandangan kita atas alam dan bagaimana kita menghadapi realitas pergerakan,menjadi mobile serta mengubah persepsi kita atas benda-benda. Kami akan mencoba untuk bekerja menuju pengembangan jalur pertemuan kolaborasi dan pertukaran – dengan karya seni, seniman dan ide. Layaknya sebuah percakapan, pameran ini tidak digerakkan oleh sebuah tema, melainkan oleh karya-karya yang membentuknya. Pergerakan gagasan mengenai tanah air, diaspora, migrasi, perjalanan, sirkulasi ekonomi dan karya seni telah memproduksi, mereproduksi, mereplikasi dan menransformasi karya seni sehingga ia menjadi sebuah situs sinkretisme. Saya juga tertarik untuk berbicara mengenai Yogyakata sebagai sebuah kota dalam pemahaman linguistik– artinya mendeskripsikannya dalam formasi politik dan budaya, di mana identitas politik tergantikan oleh identitas bentuk, identitas morfologi yang berbeda, serta identitas bahasa dan pengalaman seniman/pengarang.

Cerita Prilla Tania di Sharjah: Hari-hari awal dan kunjungan seniman

31 Agustus 2013

Cerita dimulai dengan telefon kamar hotel yang berdering jam 10 malam. Waktu biologis yang masih 3 jam lebih awal sudah menuntut tidur.

Di ujung lainnya seorang bapak berbicara bahasa Inggris dengan logat khas, menanyakan sebuah nama yang sulit dimengerti. Jawabanku, bukan. Tanyanya lagi, anda siapa? Kujawab, Prilla Tania. Dia memintaku mengejanya. Dia kembali bertanya. Aku lupa pertanyaannya tapi kujawab Maraya Art Center. Lalu dia menanyakan apakah aku tahu Shurooq. Kujawab “the company”. Kemudian dia bertanya lagi, “Apakah kamu bersama orang lain di sana?”.

Wah, kini aku bisa menduga kenapa dia menelefon begini larut!

Jawabanku tidak. Kemudian dia bertanya kembali apakah anda punya keluhan tentang fasilitas kamar? Kebetulan tadi aku mencoba menyalakan kompor tapi gasnya tidak keluar dan hari sebelumnya mencoba menyalakan televisi tapi ada bunyi bunga api di bagian belakangnya. Televisi sebetulnya tidak begitu masalah tapi kebetulan dia menanyakan jadi kulaporkan juga. Sesudah itu dia berkata akan mengirim seseorang. Tak kukira saat itu juga, orang tersebut tiba.

Seperti biasa lampu seluruh ruangan sudah dimatikan, tirai tertutup rapat. Tiba-tiba bel kamar berbunyi. Dalam kegelapan aku mencoba meraih pintu depan yang jaraknya tidak dekat. Seorang pria Filipina (kuduga) berdiri di depan pintu. Rasa-rasanya kulihat dia siang sebelumnya ketika aku hendak keluar kamar.

Dia ternyata dikirim bapak yang menelefon tadi. Kemudian dia memeriksa kompor gas, berhasil dinyalakan. Ternyata memang ada tombol rahasia yang harus dinyalakan dulu untuk mengalirkan gas ke kompor. Kemudian televisi, siaran yang dihiasi tarian semut berbunyi itu muncul lagi tapi tidak segenas sebelumnya. Lalu kukatakan itu bunyi yang aneh, kurasa berasal dari sambungan kabel antena. Sebagai seseorang yang sering berhadapan dengan alat-alat elektronik semacam ini tentunya aku mencoba menganalisa. Lalu dia katakan akan kembali lagi besok sore untuk mengganti pesawat televisi itu. Oke. Dia keluar. Selesai.

Nah kembali ke telefon sebelumnya. Kuduga telefon itu dilakukan karena terpampang tanda “Do Not Disturb” seharian di gagang pintu kamarku. Apakah karena itu?

Aku kurang akrab dengan budaya hotel tapi apakah itu yang menjadi persoalan? Alasanku memasang tanda itu adalah karena memang aku membutuhkan ruangan itu untuk tidak dimasuki siapapun. Dengan laptop, buku, catatan, dan kamera bergeletakan di ruangan dan tidak ingin barang-barang itu berpindah, pemikiranku yang sederhana adalah memasang tanda itu. Karena artinya tidak akan ada orang yang datang dan “mengganggu” ruangan ini. Tapi mungkin sudah jadi budaya hotel bahwa kamar harus mendapat kunjungan dari cleaning service setiap harinya. Hihihi. Ini menimbulkan ide sebuah video berjudul “automatic” yang intinya tentang “pelayanan” dari orang yang anonimus bagi kita dan dilakukan “dibelakang mata” sehingga menjadi suatu yang otomatis seperti oleh mesin atau sulap.

Hehehe. Ini video mah karya bonus. Iseng-iseng!

jalanan sharjah

Aku harus mencari cara lain untuk mengenal tempat ini. Biasanya pertama yang kulakukan adalah dengan berjalan-jalan (dengan kaki) untuk memahami wilayah dan sedikit banyak melihat kehidupan sehari-hari. Tapi di sini nampaknya itu kurang efektif. Karena jalan kaki bukan ide yang baik untuk dilakukan sepanjang hari ataupun malam. Meskipun akhirnya tetap aku lakukan juga sedikit.  Aku akan mulai mengobrol dengan teman-teman di Maraya, tentang keseharian di sini.

***

3 September 2013

Kemarin mengunjungi seniman Ebtisam Abdul Aziz dan Nasir Nasrallah di studio mereka di daerah kota lama. Ternyata daerah itu HIDUP banget. Karena di sekitar Al-Qasba sini aku merasa agak “dingin” suasananya.

Seru! Banyak saling berbagi cerita. Menarik karena keduanya tidak punya latar belakang pendidikan seni rupa. Yang satu belajar matematika dan yang lainnya belajar engineering. Dengan Ebtisam, aku banyak dapat inspirasi karena dia juga bekerja dengan macam-macam medium. Mulai dari lukisan sampai video performance. Dan dia sudah ikut banyak pameran besar. Menarik dari dia, bahwa identitasnya sebagai muslim cukup kuat tapi tidak harus muncul sebagai karya yang menonjolkan persoalan itu. Dia juga percaya dengan kerja tangan.

Dengan Nasir, kami sama-sama penggemar kertas tapi kalau dia lebih dalam bentuk buku. Dia juga bekerja dengan macam-macam medium. Ah ya, aku senang pikiran Ebti dan Nasir yang jahil dan diterapkan dalam karyanya. Sangat cocok!

Aku berharap bisa melanjutkan kerja sama dengan Nasir. Aku janji membuatkan buku dari “Toekang Saeh di Sanggar Kami” (studio kertasku di Bandung). Selain itu juga kemarin aku ikut workshop dari seniman Wafa Ibrahim (kalau tidak salah :D). Malam ini aku akan mengunjungi Ammar Al Attar.

Tadi pagi, aku mengunjungi Al-Majaz dengan Giuseppe. Kebetulan dia akan bertemu dengan graphic designer Maraya. Lalu aku masuk ke salah satu karyanya Wafa Bilal. Ruangannya adalah kamera obscura. Ini juga ada fotonya.

Sejauh ini gagasan karyaku kabur lagi. Tapi mungkin aku akan coba kosongkan gagasan dulu dan berfikir ulang sambil menyerap pengalaman sebanyak-banyaknya di sini.

(Catatan Redaktur: Saat ini, Prilla Tania sedang menjalankan residensi Maraya Art Centre, Sharjah, Uni Emirat Arab, sebagai bagian dari Proyek Residensi Biennale Jogja XII. Residensi ini berlangsung mulai dari 28 Agustus hingga 20 September 2013. Melalui seri tulisan ini, Prilla Tania akan mencatat pengalamannya selama menjalankan residensi tersebut.)

Sensasi Perbincangan Kontemporer Indonesia dan Yaman

Liputan kunjungan Salwa Aleryani (seniman residensi Biennale Jogja XII) ke studio Agus Suwage, oleh Ferika Yustina Hatmoko

Di hari ke delapan masa residensinya untuk Biennale Jogja XII, Kamis 29 Agustus 2013 Salwa berkesempatan mengunjungi rumah sekaligus studio milik Agus Suwage; seorang seniman kontemporer senior yang lebih banyak mengeksplorasi seni gambar (drawing). Turut serta dalam kunjungan Salwa kali ini yaitu Devie Triasari (Koordinator divisi residensi Biennale Jogja), Yolandri (Asisten Seniman), Irine Octavianti Kusuma Wardhanie (Koordinator Magang Penulisan Seni Rupa dan Kewartawanan atau PMPSK) dan Ferika Yustina Hatmoko (peserta magang PMPSK) banyak berbagi cerita mengenai dunia seni antara Yaman dan Indonesia khususnya Jogjakarta.

Obrolan-obrolan ringan yang dimulai dengan pertanyaan Agus Suwage tentang kecocokan lidah Salwa dengan masakan di Jogjakarta sampai akhirnya obrolan ini semakin menarik karena Agus Suwage menunjukkan salah satu karyanya yaitu patung berbentuk terompet dan seorang muadzin menghadap pada gaungnya dalam posisi mengangkat tangan, persis saat menyerukan adzan. Terompet ini menghasilkan suara adzan dengan lantunan yang telah dimodifikasi menjadi lebih klasik dan halus, akan tetapi tidak merubah lantunan adzan sebenarnya. Pengamatan terhadap karya ini, membawa kami pada perbincangan yang meluas, terkait islam dan budaya islam di Indonesia. Suara adzan yang digemakan oleh beberapa mesjid diwaktu yang bersamaan, menghasilkan suara yang terlalu mengaung dan frekuensinya berdentuman satu sama lain. Menurut Agus suara itu tidak nyaman didengar, hingga ia menyebutnya sebagai polusi suara.

Kesempatan kami dalam mengamati ruang kerja beliau mengarahkan pada perbincangan yang menarik dan panjang. Agus Suwage kerap kali menunjukkan hasil karyaya baik dalam bentuk karya, media, cara kerja, sampai katalog pameran tunggal maupun bersama.

“Dalam berkarya, saya sering mendaur ulang karya lama, seperti pada karya Luxury Crime, 2007-2009, Stainless Steel, Gold Plated Brass and Rice, 124 x 77 x 52 cm untuk dijadikan karya baru dengan media yang berbeda” ucap Agus Suwage.

Perbedaan kebudayaan yang cukup jauh berbeda dari kedua seniman ini, melahirkan gagasan yang baru dan menarik. Selain alasan perbedaan kebudayaan, ada kesamaan yang muncul dari mereka, yakni keduanya memiliki konsentrasi di bidang desain motif dan simbol. Kedua alasan kuat ini mengarahkan mereka melahirkan ketertarikan untuk menciptakan kombinasi motif dari simbol-simbol yang direpresentasi dari budaya islam dan barat. Dapat dikatakan dua hal yang berseberangan, akan tetapi keduanya masih dalam ranah seni rupa  kontemporer.

Perbincangan singkat, meluas dan sangat menarik ini ditutup dengan performance oleh Agus Suwage dengan memainkan gitar dan ukulele sambil mengiringi Salwa dan tim bernyanyi bersama.

Timeless Repetitions: Icono-pop and Egyptian Cinema in Contemporary Art from the Middle East

Pemutaran Film dan Diskusi bersama Nat Muller
Jumat, 6 September 2013, pukul 16.00 WIB- selesai
di IVAA (Indonesian Visual Art Archive)
Jalan Ireda, Gang Hiperkes, Dipowinatan MG I/188 A-B, Keparakan
Yogyakarta, Indonesia

Bagi para seniman kontemporer dari Timur Tengah, perfilman Mesir adalah gudang harta karun dengan berbagai citra ikonografis dan referensi populer. Mulai dari ikon layar Mesir Suad Hosni dan piramida yang selalu menarik bagi pemirsa televisi, hingga adegan kekerasan polisi di dalam film laga. Film-film Mesir adalah materi sumber utama untuk mempertanyakan isu-isu di dalam budaya populer, visual, historiografi, narasi dan representasi, termasuk juga isu-isu sosial dan politik. Presentasi ini akan membahas karya seniman-seniman Maha Maamoun, Rania Stephan, dan Raed Yassin.

Nat Muller adalah kurator dan kritikus yang tinggal di Rotterdam, Belanda, dengan ketertarikan utama pada seni media dan seni kontemporer dari Timur Tengah. Tulisannya telah dipublikasikan dalam berbagai terbitan dan merupakan kontributor tetap untuk Springerin, MetropolisM. Bersama dengan Alessandro Ludovico, Muller mengedit Mag.net Reader2: Between Paper and Pixel (2007), and Mag.net Reader3: Processual Publishing, Actual Gestures (2009), berdasarkan serangkaian debat yang diselenggarakan oleh Documenta XII. Ia merupakan kurator untuk pemutaran video dan film di berbagai festival internasional, termasuk Rotterdam’s International Film Festival, Norwegian Short Film Festival, dan Video D.U.M.B.O.

Program Pertukaran Residensi Seniman Biennale Jogja XII Equator #2

Dengan tujuan untuk menciptakan pertukaran budaya dan sebagai bentuk eksplorasi atas gagasan mobilitas itu sendiri, Biennale Jogja XII akan memulai program residensi seniman pada Agustus hingga Oktober 2013. Ini merupakan program residensi pertama yang mempertukarkan seniman Indonesia dengan seniman di kawasan Arab, serta secara khusus dijalankan mendahului event biennale terkait. Karakteristik yang sedang dibangun melalui program ini adalah upaya untuk memperdalam proses kekaryaan seniman melalui riset langsung di negara-negara yang bersangkutan, dan memungkinkan terjadinya pertukaran budaya secara riil, tidak hanya ‘mengimpor’ karya yang sudah jadi dan dipamerkan di ruang galeri. Hal ini juga untuk mempertegas posisi Biennale Jogja sebagai Biennale Equator yang ingin memberikan sebuah platform baru membaca dunia melalui karya-karya seniman di wilayah ini, dimulai dengan Biennale Jogja XII.
Saat ini sudah terpilih lima seniman dari Indonesia yang akan menjalankan residensi di Mesir, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab selama masing-masing dua sampai empat minggu. Mereka adalah Tintin Wulia, Prilla Tania, Tisna Sanjaya, Venzha Christiawan dan Duto Hardono. Tiga seniman dari kawasan Arab, Ahmed Matter (Aseer, Saudi), Salwa Al Eryani (Sanaa, Yaman) dan Dina Denish (Kairo, Mesir) juga akan menjalani residensi di Yogyakarta.

Pemilihan seniman ini dilakukan selain berdasarkan rekam jejak dan dialog yang terjadi antara seniman dan kurator, juga isu yang dibawa oleh masing-masing seniman yang dianggap relevan dan memiliki potensi untuk memberikan sudut pandang baru tentang hubungan Arab-Indonesia. Tentu saja, isu ini juga berhubungan dan merupakan pengembangan dari pengkaryaan para seniman-seniman ini sebelumnya. Program residensi ini didukung oleh beberapa galeri dan lembaga rekanan. Untuk residensi seniman Indonesia di kawasan Arab, BJ XII bekerja sama dengan Sharjah Art Foundation, Maraya Art Center dan Athr Gallery. Sementara di Yogyakarta, BJ XII bekerja sama dengan Langgeng Art Foundation dan SaRang Art Space.

Profil dan Ringkasan Proposal Peserta Parallel Events BJ XII

1. Colliq Pujie

Coliiq Pujie merupakan kelompok diskusi seni dan budaya  independen. Anggotanya terdiri dari mahasiswa dari berbagai kampus, baik yang berasal dari Sulawesi Selatan maupun daerah lain. Kelompok Colliq Pujie di dalam Program Parallel Events Biennale Jogja XII kali ini mengangkat proyek Aksara Serang dan Bilang-Bilang: Aksara Variasi Arab di Sulawesi Selatan (Lonrak Ara’).

Lontarak merupakan aksara resmi yang digunakan di lingkungan kerajaan maupun masyarakat Sulawesi Selatan pada umumnya. Disebut Lontarak karena ia ditulis di atas daun lontar kering yang berfungsi sebagai kertas di masa itu.

Bentuk kegiatan yang akan diselenggarakan terkait dengan proyek antaralain:

1. Workshop Interaktif

2. Pameran Seni Lukis, Project Instalasi, Mural, dan Pameran Dokumentasi

3. Pertunjukan seni

 

2. DEKA-EXI(S)

DEKA-EXI(S) merupakan kelompok seni yang sebagian besar anggotanya berasal dari mahasiswa S-2 Pasca Sarjana ISI Yogyakarta dan beberapa rekan yang berasal di luar disiplin seni rupa. Kelompok DEKA-EXI(S) di dalam Program Parallel Events Biennale Jogja XII kali ini mengangkat proyek Arabian Pasar Kliwon. Kaum Arab Pasar Kliwon adalah sebuah komunitas atau warga keturunan Arab Indonesia yang terbesar di Surakarta. Deka –Exi(s) akan mengambil objek tentang kebudayaan warga Arab yang tinggal di seputaran wilayah Solo, yang benama “Pasar Kliwon “.

Bentuk kegiatan yang akan diselenggarakan terkait dengan proyek antaralain:

1. Pameran dokumentasi

2. Performance

3. Workshop : tari, kaligrafi, musik

4. Instalasi Art

5. Video Art exhibition

 

3. HABITUS AINUN

Habitus Ainun adalah kelompok kajian Budaya dan Media yang memfokuskan pada kajian praktik budaya sehari hari dengan presentasi berbasis seni rupa kontemporer. Kelompok Habitus Ainun di dalam Program Parallel Events Biennale Jogja XII kali ini mengangkat proyek Aku Unta Kamu : Bermain – main dengan Esensialisme Arab. Asumsi bermain – main dengan esensialisme Arab bagi masyarakat Indonesia, Habitus Ainun ingin membuat konstruksi baru tentang bagaimana kita sebagai Indonesia memandang Arab, sehingga ketika membicarakan Arab yang terbayang tidak hanya Islam dan unta.

Bentuk kegiatan yang akan diselenggarakan terkait dengan proyek antara lain:

1. Penelitian

2. Workshop

3. Pameran

 

4. O2

O2 adalah kelompok multidispliner  yang terdiri dari fotografer, pelukis, ekonom UGM dan Arsitek  yang tertarik dengan isu-isu budaya masyarakat yang spesifik, menggali keunikan budaya lokal untuk diolah dalam medium seni rupa. Kelompok O2 di dalam Program Parallel Events Biennale Jogja XII kali ini mengangkat proyek Potret Masyarakat Muslim di Gunung Kidul. O2 terpanggil untuk menampilkan kehidupan kelompok Muslim di Gunung Kidul, kehidupan muslim di salah satu daerah di Indonesia perlu dipahami sebagaimana adanya. Pada foto potret kehidupan religius warga desa ini, kesan yang ingin dimunculkan adalah kesan kesederhanaan, kedamaian, dan penuh rasa persahabatan. Visualisasi potret masyarakat Islam di Gunung Kidul ini sebuah langkah awal, Upaya mengingatkan bahwa pengaruh budaya lokal bagi sebuah identitas untuk melihat ke dalam.

Bentuk kegiatan yang akan diselenggarakan terkait dengan proyek antara lain:

a.Riset dan Penelitian

b.Workshop

c.Pembuatan buku dokumentasi warga

d.Presentasi hasil penelitian

e.Pameran

 

5. Hide Project Indonesia

Hide Project Indonesia merupakan kelompok yang anggotanya terdiri dari berbagai disiplin ilmu. Kelompok Hide Project Indonesia di dalam Program Parallel Events Biennale Jogja XII kali ini mengangkat mengangkat persoalan modal kapital yang sudah bergerak melintasi batas-batas geografi negara, dengan nama proyek Ghost of Civilization. Negara-negara seperti Indonesia dan Arab dengan sumber daya alamnya yang melimpah. Dalam hal ini minyak atau tambang, menjadi ajang pertemuan, perputaran dan persaingan modal. Hide Project Indonesia ingin menciptakan suasana membaca informasi dalam situasi yang tidak lazim, dengan pembesaran-pembesaran sensasi. Semacam metode cuci otak secara singkat untuk menyampaikan ide kami, bahwa uanglah yang sering kali menjadi penggerak utama dalam pergerakan-pergerakan politik atau sosial dll.

Bentuk kegiatan yang akan diselenggarakan terkait dengan proyek adalah Pameran Instalasi. 

 

6. KNYT SNOMIA

KYNT SNOMIA adalah kelompok multidispliner yang terdiri dari seniman dan pemerhati sejarah. Kelompok KYNT SNOMIA di dalam Program Parallel Events Biennale Jogja XII kali ini mengangkat mengangkat persoalan pengalaman sejarah dengan nama proyek Genesis of Terror. Di dalam proyek ini KYNT SNOMIA hendak meneruskan cita-cita dan harapan para Bapa Bangsa, secara khusus adalah hubungan Indonesia dengan Negara Khatulistiwa yang telah menjadi pioneer dalam menjaga keseimbangan dunia melalui komitmen Gerakan Non Blok dan menegaskan kembali bahwa setelah Gerakan Non Blok digulingkan adalah awal mula dari semua teror yang terjadi pada semua negara di wilayah seputaran khatulistiwa.

Bentuk kegiatan yang akan diselenggarakan terkait dengan proyek antara lain:

  1. Video and Sound Art Installation
  2. Pameran
  3. Photobox

 

7. Daun Singkong

Daun Singkong adalah kelompok yang terdiri dari mahasiswa lintas disiplin ilmu. Kelompok Daun Singkong di dalam Program Parallel Events Biennale Jogja XII kali ini akan melakukan proyek penanaman-penanaman ide untuk para WNI yang akan hijrah ke Arab dan sekitarnya. Dengan nama proyek Arab – Arab Cemas. Sasaran utama proyek ini adalah para calon Haji, TKI, dan para WNI yang akan pergi ke Arab dan sekitarnya. Maksud dari projek ini agar para WNI yang akan berangkat ke Arab dan sekitarnya dapat paham tentang kondisi lingkungan serta kebudayaan Arab.

Bentuk kegiatan yang akan diselenggarakan terkait dengan proyek antara lain:

  1. Pameran
  2. Workshop

 

8. PANG LIMA

Pang Lima  merupakan kelompok yang anggotanya berasal dari komunitas seni. Kelompok Pang Lima di dalam Program Parallel Events Biennale Jogja XII kali ini mengangkat proyek Perjumpaan Teks Nusantara dan Timur Tengah. Teks Nusantara dan Timur Tengah menjadi tema utama kelompok Pang Lima karena teks (huruf, kata, kaligrafi) dipandang sebagai sesuatu yang selalu muncul, beriringan, dan dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Teks (huruf, kata, kaligrafi) dianggap sebagai simbol dari perkembangan intelektual, dimana setiap masa ke masa selalu berkembang menjadi sebuh simbol-simbol baru.

Bentuk kegiatan yang akan diselenggarakan terkait dengan proyek antara lain:

  1. Diskusi
  2. Workshop
  3. Pameran seni rupa

 

9. Kandang Jaran

Kandang Jaran  merupakan kelompok yang anggotanya merupakan mahasiswa Universitas Gadjah Mada. Kelompok Kandang Jaran di dalam Program Parallel Events Biennale Jogja XII kali ini mengangkat proyek Haji Backpaker. Kelompok Kandang Jaran mengusung tema ini dimaksudkanakan menampilkan hasil penelitiannya dalam praktik-praktik haji yang dilakukan tidak secara lazim adanya.

Bentuk kegiatan yang akan diselenggarakan terkait dengan proyek antara lain:

1. Pameran Artefak Haji Backpacker (tulisan/catatan perjalanan, foto, dll dari narasumber)

2. Pameran Komik Dinding

3. Diskusi Haji Bacpacker menurut berbagai sudut pandang;

4. Lomba Karikatur

5. Pameran Kaligrafi

6. Lomba Ular-Ular Temanten

7. Dramatic Reading

8. Pasar Tiban: Islam adalah Pasar

9. Happening Art

10. Diskusi Budaya

 

10. INSIGNIA  INDONESIA

Insignia  Indonesia merupakan kelompok yang anggotanya terdiri dari berbagai disiplin ilmu. Kelompok Insignia  Indonesiadi dalam Program Parallel Events Biennale Jogja XII kali ini mengangkat proyek  melalui perluasan ide, proses, distribusi, dan konsumsi seni melalui kolaborasi penciptaan antara seniman, ilmuwan berbagai bidang dan warga masyarakat dengan mengkaji nilai-nilai estetis kehidupan sebagai ide penciptaan karya seni yang inovatif dan cerdas. Nama dari proyek ini adalah DemocrARTcy .

Bentuk kegiatan yang akan diselenggarakan terkait dengan proyek antara lain:

  1. Inkubator ide antara seniman, masyarakat, dan ilmuwan
  2. Kolaborasi penciptaan karya
  3. Pameran seni di ruang terbuka

 

11. KELOMPOK BELAJAR 345

Kelompok Belajar 345 merupakan kelompok seni yang sebagian besar anggotanya adalah mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu. Kelompok Belajar 345 di dalam Program Parallel Events Biennale Jogja XII kali ini akan mengurai penelusuran terhadap penggabungan Islam formal dengan budaya populer dan budaya lokal masyarakat di Yogyakarta. Nama dari Proyek ini adalah Renbo Qur’an.

Kelompok Belajar 345 akan melakukan penelitian tentang pertemuan antara agama dan budaya populer, serta agama dan budaya lokal yang diwujudkan dalam bentuk material adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia yang memiliki wujud secara nyata (riil). Budaya materi mencakup semua benda-benda fisik yang diciptakan oleh manusia dan memberinya makna.

Bentuk kegiatan yang akan diselenggarakan terkait dengan proyek antara lain:

  1. Pameran Pemutaran film
  2. Syukuran dan diskusi
  3. c.     Performing Art

 

12. Makcik Project

Makcik Project diinisiasi oleh tiga orang seniman dan bekerja dengan para makcik (waria). Dalam kerangka kerja Parallel Event Biennale Jogja XII, proyek ini memasuki episode keduanya yang digerakkan oleh seorang kurator dan melibatkan dua kolektif seni.

Makcik Project berusaha mengidentifikasi nilai-nilai keberlangsungan hidup makcik dan pekerja seni dalam tatanan masyarakatnya. Hal-hal yang dibagi, dipelajari, dan digarap oleh seluruh kolaborator proyek ini mengacu pada usaha keberlangsungan hidup egaliter (tidak mengkhususkan, mengistimewakan, atau mengagenkan kolaborator). Proyek ini sekaligus berusaha menjadi kritis terhadap soal-soal seni kolaborasi, seni partisipasi, dan seni komunitas.

Bentuk kegiatan yang akan diselenggarakan terkait dengan proyek antara lain:

  1. Pameran
  2. Pemutaran film
  3. Happening/performans
  4. Lokakarya

 

12. PEREKs

Kelompok PEREKs merupakan kelompok seni perempuan yang peduli dengan isu-isu perempuan. Kelompok PEREKs di dalam Program Parallel Events Biennale Jogja XII kali ini  akan mengangkat permasalahan masalah para TKW, dengan sebuah dokumentasi dan penelitian tentang para Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang selama ini terstigma dan memiliki konotasi merendahkan para pekerja. Nama dari proyek ini adalah Inner Resistance.

Bentuk kegiatan yang akan diselenggarakan terkait dengan proyek antaralain:

  1. Pameran
  2. Instalasi multimedia

 

13. Kaneman

Kaneman adalah lembaga nirlaba yang menfokuskan pada Gerakan Sosial Anak Muda di Yogyakarta. Kelompok Kaneman di dalam Program Parallel Events Biennale Jogja XII kali ini akan mengangkat mengenai Wayang  Menak  yang merupakan seni pertunjukan yang bersumber dari buku “Serat Menak”. Wayang Orang Menak adalah salah satu dari hasil karya pertunjukan yang masih sering dimainkan oleh masyarakat dusun Tutup Ngisor

Dari sini Kelompok Kaneman akan melakukan penelitian  isi cerita dari “Serat Menak”. Nama dari proyek ini adalah KAJIARAB; Studi Atas Wayang Golek Menak.

Bentuk kegiatan yang akan diselenggarakan terkait dengan proyek antaralain:

  1. Pameran
  2. Pertunjukan
  3. Presentasi  hasil penelitian kepada publik.

 

14. Paguyuban Kali Jawi dan Arkomjogja

Arkomjogja (lembaga arsitek komunitas dan arsitektur alternative) adalah lembaga non-profit yang berdomisili di Yogyakarta yang aktif memperbaiki kampung bersama kampung-kampung informal di Yogyakarta. Paguyuban Kalijawi merupakan paguyuban  pelaksanakan program menjaga dan meningkatkan kualitas rumah, lingkungan, dan kehidupan kampung. Kelompok Paguyuban Kali Jawi dan Arkomjogja dalam Program Parallel Events Biennale Jogja XII kali ini akan mengangkat mengenaidokumentasi oleh komunitas, inovasi arsitektur bambu, dan teater sebagai media komunikasi publik dan pameran barang-barang seni dari kalangan Kali Jawi sendiri.

Bentuk kegiatan yang akan diselenggarakan terkait dengan proyek antaralain:

1. Seminar dan pameran tentang “Perbaikan Kampung Kota oleh Warga Bantaran Kali”

3. Workshop tentang pemetaan dan perencanaan partisipatif.

4. Workshop konstruksi bambu.

Kelas Penulisan Seni, PMPSK BJ XII

Jogja (16/07) kelas Penulisan Seni dan Kewartawanan (PMPSK) BJ XII untuk kali ini diadakan di Kedai Kebun Forum. Kelas yang dihadiri oleh 10 orang peserta magang dimulai dengan sambutan oleh Yustina Neni selaku Direktur Biennale Jogja yang menekankan mengenai pentingnya etika dalam mencari sebuah informasi. Ini penting mengingat bahwa peserta magang bisa kemudian terjun langsung untuk mempraktekkan hasil pelatihan mereka.

Kelas kemudian diisi dengan materi yang disampaikan oleh Mikke Susanto yang merupakan seorang kurator dan ahli seni sekaligus juga dosen di ISI. Pada kelas kali ini Mikke Susanto menjelaskan mengenai tugas dan tanggung jawab seoang penulis yang memiliki tanggung jawab terhadap masyarakt, karena apa-apa yang sudah dituliskan tidak dapat ditarik kembali untuk itu diperlukan banyak latihan dalam menulis dan mengolah data.

Sebelum menulis sebaiknya dibuat kerangka pikiran dulu ujar Mikke Susanto. Selain menyusun kerangka berpikir, Mikke juga menyarankan agar sebelum menulis harus melihat ‘zona’ luar yang mempengaruhi topik yang akan dijadikan tulisan. Ini diperlukan agar tulisan menjadi lebih berbobot, “tulisan pendek itu memang sulit, karena banyak hal menarik yang ingin ditulis” ujar Mikke.  Selain itu pilihan kata atau diksi pun turut mempengaruhi tulisan karena itu berkaitan dengan kenyamanan membaca. Tulisan yang bagus adalah tulisan yang tidak memiliki jarak dengan pembaca, dalam kata lain pembaca bisa menangkap tujuan atau inti tulisan tanpa merasa penulis terlalu bertele-tele.

Sebelum mengakhiri kelas, Mikke meminta peserta magang yang hadir malam itu untuk mempresentasikan hasil tulisan mereka tentang ‘botol’, dimulai dari latar belakang cerita hingga para peserta magang bisa saling memberi penilaian pada tiap tulisan.

Program magang kelas Penulisan Seni dan Kewartawanan (PMPSK) BJ XII ini berakhir pada pukul 21.30, tak lupa peserta magang diberikan tugas oleh Mikke mengenai Biennale Jogja dan peserta magang diharapkan untuk melakukan riset terlebih dulu sebelum mulai menulis.

Presentasi Residensi Ko-Kurator BJ XII Sarah Rifky

oleh Robertus Rony Setiawan (Peserta Program Magang Penulisan Seni dan Kewartawanan)

“Apakah Konferensi Asia-Afrika (KAA) itu berefek nyata sekarang? Apa yang ingin diambil dari situ?” demikian Jumaldi Alfi, seorang perupa Yogyakarta, mewakili seniman mengomentari presentasi ko-kurator Sarah Rifky Biennale Jogja XII, Kamis malam (25/7) lalu. Bertempat di Ruang Pertunjukan Kedai Kebun Forum, Yogyakarta, presentasi ini sebagai bagian persiapan BJ XII yang akan dibuka November mendatang. Dalam presentasi ini Sarah menyampaikan temuannya setelah melakukan residensi di Rumah Seni Cemeti sejak awal Juli lalu.

Selain terinspirasi sejarah terbentuknya Gerakan Non-Blok yang ia temukan di Museum Konferensi Asia Afrika (KAA), Bandung, Jawa Barat, Sarah menaruh perhatian besar pada kondisi politik di Jazirah Arab. Dia menilai KAA yang diadakan pada 1955 itu menandai kaitan Indonesia dan Mesir sebagai negara yang turut merintis lahirnya Gerakan Non-Blok. Hal ini menjiwai konsep kuratorial dalam Biennale Jogja XII yang melibatkan kolaborasi seni dengan negara-negara di sekitar ekuator, khususnya Jazirah Arab, yang mencakup Mesir, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Maka dari itu, pada BJ XII kali ini, KAA merupakan perspektif penting bagi tema mobilitas dan pertukaran wacana seni rupa Indonesia dan negara di Jazirah Arab.

Sementara itu, sebagai penanggap presentasi, Jumaldi Alfi menyambut baik perihal KAA yang ditawarkan Sarah sebagai pijakan tema. Menurut Alfi, KAA nyaris dilupakan oleh masyarakat sebagai bagian sejarah bangsa dan dunia. Namun dia memandang hal itu harus didayagunakan bagi kepentingan lebih luas. Sebuah simpulan tercetus dalam presentasi ini, BJ XII berupaya memfasilitasi kolaborasi seni rupa Indonesia-Jazirah Arab, juga membangun infrastruktur kerjasama seni di lingkup global.(*)

Pengumuman Hasil Seleksi Proposal Parallel Events Biennale Jogja XII

Setelah melalui proses seleksi, tim Parallel Events Biennale Jogja XII memutuskan untuk memilih 15 proposal kegiatan. Pemilihan dilakukan berdasarkan kriteria dan konsep untuk program Parallel Events Biennale Jogja XII. Acara yang diwujudkan dari proposal-proposal terpilih akan dipromosikan sebagai rangkaian acara Biennale Jogja XII, didokumentasikan dan dipublikasikan dalam katalog post-event Biennale Jogja XII. Berikut ini adalah nama-nama kelompok dengan proposal yang lolos seleksi;

1. ARKOM JOGJA
2. Colliq Pujie
3. Daun Singkong
4. Deka –Exi(S)
5. Habitus dan Ainun, Kelompok Kajian Budaya dan Media
6. Kandang Jaran
7. Kaneman Forum
8. Kelompok Belajar 345
9. Knyt Somnia
10. Komunitas Pang Lima
11. Makcik Project
12. O2
13. PEREK
14. DemocARTcy
15. HIDE PROJECT

Para partisipan dengan proposal terpilih akan dihubungi oleh panitia Biennale Jogja XII untuk informasi selanjutnya.

Ketentuan Pendaftaran Parallel Events

KETENTUAN PENDAFTARAN KEGIATAN
PARALLEL EVENTS BIENNALE JOGJA XII EQUATOR #2

A.     Waktu Pendaftaran Rencana Kegiatan adalah 8 – 31 Maret 2013

B.     Pendaftaran dengan melampirkan:

  1. Proposal singkat (maksimal 500 kata, ukuran font 11) berisi landasan pemikiran penyelenggaraan kegiatan
  2. Rencana bentuk/format kegiatan
  3. Rencana pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam penyelenggaraan kegiatan; informasi singkat mengenai pihak-pihak tersebut (misalnya: seniman, kelompok seniman, penulis, komunitas, universitas, elemen masyarakat tertentu, dan lain sebagainya); serta peran pihak-pihak tersebut dalam kegiatan yang akan diselenggarakan.
  4. Rencana lokasi penyelenggaraan kegiatan
  5. Rencana waktu penyelenggaraan kegiatan
  6. Rencana sifat keikutsertaan publik dalam kegiatan tersebut, misalnya: gratis, dipungut biaya (tiket masuk, biaya pendaftaran), dan lain sebagainya
  7. Susunan panitia inti
  8. Contact details kepanitiaan
  9. Pihak-pihak yang direncanakan akan menjadi pendukung pelaksanaan kegiatan (misalnya sponsor, mitra penyelenggara, atau bentuk dukungan lainnya)

Proposal rencana kegiatan harap dikirimkan via email ke parallelevents@biennalejogja.org
Paling lambat pada 31 Maret 2013

C.     Menghadiri Workshop Pembahasan Proposal pada 6 April 2013

D.     Pendaftaran Ulang/ Pengembalian Revisi Proposal  adalah tanggal 8 – 21 April 2013

  1. Meliputi revisi proposal dari poin – poin ketentuan pendaftaran tersebut diatas. (Poin B, Nomor 1-9)
  2. Proposal rencana kegiatan baru masih dapat didaftarkan.

Syarat dan kententuan pendaftaran sama dengan poin pendaftaran tersebut diatas. (Poin B, No. 1-9)

Proposal Pendaftaran ulang/ Proposal revisi dikirim via email ke parallelevents@biennalejogja.org
Paling lambat 21 April 2013

E.     Tema Parallel Events Biennale Jogja XII Equator#2

1. Tema Biennale Jogja XII Equator#2: Mobilitas, sebagai pembacaan praktik seni rupa kontemporer di era globalisasi yang telah memperluas proses produksi, distribusi dan konsumsi seni, baik sebagai obyek maupun gagasan
2. Isu-isu seputar Khatulistiwa
3. Isu-isu seputar hubungan Indonesia dan 3 Negara Arab (Mesir, Saudi Arabia dan Uni Emirat Arab)

F.     Dewan Juri Program Parallel Events Biennale Jogja XII Equator #2

Tim Juri Parallel Events akan terdiri dari orang-orang yang mewakili elemen-elemen berikut ini:

  1. Yayasan Biennale Yogyakarta (YBY)
  2. Praktisi Seni
  3. Akademisi yang bidang keilmuannya terkait dengan tema Biennale Jogja XII Equator #2
  4. Akademisi yang bidang keilmuannya terkait dengan isu-isu seputar Khatulistiwa, serta isu-isu seputar hubungan Indonesia dan 3 Negara Arab (Mesir, Saudi Arabia dan Uni Emirat Arab).

G.   Unsur-unsur penilaian meliputi antara lain: 

  1. Kegiatan berbasis kerja kolektif
  2. Adanya partisipasi seniman senirupa dalam kegiatan, jika yang membuat dari kalangan nonsenirupa.
  3. Adanya partisipasi kalangan nonsenirupa, jika yang membuat dari kalangan senirupa.
  4. Adanya keterkaitan kegiatan dengan tema Parallel Events Biennale Jogja XII Equator #2 (Poin E)
  5. Tingkat kesesuaian antara proposal kegiatan dengan pelaksanaannya
  6. Adanya praktik lintas disiplin ilmu dalam konsep, perancangan, dan pelaksanaan kegiatan.
  7. Aspek artistik

 

H.   Mekanisme penyeleksian proposal kegiatan Parallel Events: dari seluruh proposal yang masuk akan dipilih 20 proposal untuk mengikuti workshop dan menjadi peserta Parallel Events. Dari 20 peserta, akan dipilih 10 kegiatan terbaik yang akan ditampilkan di dalam katalog Parallel Events. Selanjutnya, akan dipilih 2 (dua) pemenang yang masing-masing berhak mendapatkan penghargaan berupa uang tunai sebesar Rp  15.000.000,00.

Pengumuman seleksi  20 terbaik  sebagai peserta Parallel Events akan dilakukan pada 1 Mei 2013.

 

 

Mengenai Parallel Events

Bird Prayers Workshop-Arief Sukardono

Workshop Bird Prayers, Arya Panjalu dan Sara Nuytemans bersama siswa-siswi sekolah dasar. Foto oleh Arief Sukardono.

Parallel Events Biennale Jogja XII Equator #2

Apa itu Parallel Events?
Parallel Events adalah salah satu program pengiring Biennale Jogja XII Equator #2 (Biennale Equator #2), yang berupa ajang kompetisi penciptaan peristiwa seni rupa. Parallel Events Biennale Equator #2 bertujuan untuk memperkaya pengetahuan tentang Ekuator melalui kerjasama dengan beragam komunitas yang terspesialiasi dalam lingkup pengetahuan tertentu, serta memaksimalkan jejaring kerja dengan cara menjalin potensi kesalingterhubungan antar beragam elemen pemikir dan praktisi keilmuan tertentu. Dengan begitu, sumber keilmuan yang dimiliki oleh tiap elemen ini bisa mengemuka dan mampu membuat pernyataan yang tegas.

Penyelenggaraan Parallel Events juga diharapkan mampu merangsang tumbuhnya elemen infrastruktur seni rupa Indonesia yang berkualitas tinggi, yakni: seniman, organisator, kurator, penulis serta kritikus seni rupa yang handal dan kompeten. Hal ini diharapkan mampu menegaskan posisi Yogyakarta sebagai pusat aktivitas seni dan budaya di Asia Tenggara. Sekaligus menempatkan Biennale Jogja sebagai perhelatan seni rupa yang prestisius dan mampu berkompetisi dengan biennale-biennale besar lainnya di dunia.

Mengapa Parallel Events?
Sebagai sebuah event berskala internasional, Biennale Jogja diselenggarakan di sebuah wilayah istimewa: Yogyakarta. Dengan atmosfer akademis yang kental, Yogyakarta telah terkondisikan sebagai tempat persemaian beragam gagasan dan inisiatif mandiri tentang beragam persoalan yang tumbuh baik dari kelompok formal institusional maupun dari kelompok informal.

Ruang gerak kedua kelompok ini telah melampaui batas negara dengan jejaring kerja yang amat luas. Mereka mengerjakan bidang-bidang keilmuan spesifik dengan dimensi beragam, mulai dari pemberdayaan ekonomi kerakyatan, pemeliharaan kualitas lingkungan hidup, perlindungan cagar budaya, peningkatan kualitas hubungan antarmanusia berbasis pluralisme, pengkajian dan pertukaran budaya, pendokumentasian seni, dan masih banyak lagi lainnya.

Yayasan Biennale Yogyakarta (YBY) menyadari diri sebagai entitas kecil yang tidak bisa bekerja sendiri, sehingga melalui program Parallel Events Biennale Equator #2 mengajak pemikir dan praktisi keilmuan khusus, serta intelektual publik untuk turut aktif terlibat di dalamnya. Melalui penyelenggaraan Parallel Events, diharapkan gaung perbincangan antar-banyak-pihak perihal tema Biennale Equator #2 bisa membuka sekat- sekat dan mencairkannya kembali dalam dinamika keutuhan interaktif khas masyarakat madani Yogyakarta. Dengan demikian, melalui Parallel Events Biennale Equator #2, bidang seni rupa bisa bersinggungan dengan bidang keilmuan lain yang lebih luas dan beragam.

Apa saja jenis kegiatan Parallel Events?
Secara garis besar, jenis-jenis kegiatan Parallel Events Biennale Equator #2 yang bisa digali dan dikembangkan adalah bentuk penemuan, percampuran, ataupun perkawinan medium ungkap serta penyebaran ilmu pengetahuan lainnya yang diolah secara kreatif. Isu-isu yang diangkat dan dikembangkan terkait dengan tema Biennale Equator #2, yaitu ‘mobilitas’ sebagai pembacaan atas praktik seni rupa kontemporer di era globalisasi—yang telah memperluas proses produksi, distribusi dan konsumsi seni, baik sebagai produk maupun gagasan. Atau bisa juga mengangkat isu-isu seputar katulistiwa, serta hubungan Indonesia dengan negara Mesir, Saudi Arabia, dan Uni Emirat Arab.

Bentuk kegiatannya bisa berupa:

  1. Pameran
  2. Workshop
  3. Seminar/diskusi
  4. Performance art (seni rupa)
  5. Performing arts (seni pertunjukan)
  6. Proyek komunitas
  7. Pemutaran film
  8. dll

Siapa saja yang bisa ikut dalam Parallel Events?
Seniman, kelompok seniman, lembaga formal dan nonformal, komunitas, dan/atau inisiasi perseorangan yang pada akhirnya menghasilkan output berbasis kerja kolektif/organisatoris.

Kegiatan-kegiatan yang masuk dalam Parallel Events Biennale Equator #2  diinisiasi dan diorganisasi oleh para seniman, galeri seni rupa, pegiat di ruang publik, ruang seni, lembaga studi sosial dan kebudayaan, universitas, serta komunitas-komunitas seni yang tersebar di seluruh Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Siapa saja Calon Mitra Kolaborasi Praktisi Seni Rupa dalam Parallel Events?
Biennale Equator #2 mengundang pihak-pihak dari beragam disiplin untuk menjadi mitra dialog dan/atau mitra kolaborasi praktisi seni rupa untuk bersama- sama menginisiasi kegiatan yang akan menjadi bagian program Parallel Events Biennale Equator #2. Secara umum, mereka mewakili bidang dan minat diluar seni rupa (sejarawan, antropolog, filsuf, geolog, Arsitek, jurnalis, fotografer, filmmaker, Traveller, musisi, programmer IT, para santri, kiai, pemuka agama, dan sebagainya)

Kapan dan dimana Parallel Events akan diselenggarakan?
Parallel Events akan diselenggarakan dalam periode waktu penyelenggaraan Biennale Jogja XII Equator #2, yakni mulai: 16 November 2013 hingga 6 Januari 2014.

Pelaksanaan Parallel Events direncanakan meluas dan menyebar di seluruh wilayah Provinsi DIY, yaitu di Kotamadya Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulon Progo, dan Kabupaten Gunung Kidul.

Penghargaan untuk Kegiatan Parallel Events Terbaik
Panitia Biennale Jogja XII Equator #2  akan memberi penghargaan kepada kegiatan-kegiatan yang terselenggara dalam Parallel Events, berupa:

  1. Uang tunai sebesar Rp 15.000.000,- (lima belas juta rupiah), masing-masing untuk dua kegiatan Parallel Events terbaik, dan
  2. Penerbitan katalog tentang 10 Nominasi Kegiatan Parallel Events Terbaik.

Batas waktu pendaftaran: 31 Maret 2013.

 

KONTAK:
Sekretariat Biennale Jogja XII Equator #2
d/a Taman Budaya Yogyakarta
Jl. Sri Wedani No.1 Yogyakarta
Telp. +62 (0)274 587712
Email: parallelevents@biennalejogja.org | Website: www.biennalejogja.org
CP: Ditya Sarasi (Sdri). HP: +62 896 7140 2093