Tisna Sanjaya (IDN)

Doa Kora-kora
2013

 

Karya-karya Tisna Sanjaya selalu merupakan pengujian kembali masalah-masalah sosial, moral, agama, politik, etika, dan estetika. Baginya karya seni selalu harus merefleksikan kesadaran kritis dan memberikan inspirasi tentang persoalan- persoalan aktual yang ada di sekitar seniman. Untuk Biennale ini, Tisna dijadwalkan untuk melakukan residensi di Arab Saudi. Proyek dan lokakarya yang dia ajukan berhubungan dengan ritual Samagaha dan Ngabungbang yang masih dipraktikkan oleh masyarakat Muslim di desanya. Ritual pertama dilakukan ketika terjadi gerhana bulan, sementara yang kedua dilakukan ketika bulan purnama. Tisna memahami kedua tradisi ini sebagai upaya untuk mencari keseimbangan dalam hidup. Dia memang kerap kali memanfaatkan berbagai idiom yang ada di masyarakat, menghubungkan fakta-fakta dengan gagasan filosofis, teks, utopia, dan menempatkan semua itu ke dalam asosiasi-asosiasi yang liar, bahkan paradoks, semata-mata untuk memprovokasi kesadaran kita tentang kenyataan-kenyatan sosial yang timpang.

Tisna Sanjaya lahir di Bandung tahun 1958 sebagai putra ketiga dari enam belas bersaudara. Ia belajar Seni Grafis di Institut Teknologi Bandung, menempuh pendidikan master di Hohschuele Fur Bildende Kunste Braunschweig, dan mengambil gelar doktor di Institut Seni Indonesia Yogyakarta pada 2011. Karya-karyanya kental dengan identitas kesundaannya selain teknik-teknik seni grafis, terutama etsa. Tisna juga menggunakan media lain dalam berkarya misalnya instalasi, pertunjukan, teater, puisi, dan sebagainya. Prosesnya berkarya dapat dianggap sebagai pertunjukan ritual publik karena ia kerap menciptakan karyanya di depan umum secara interaktif dan dengan langkah- langkah seperti ritual. Terkenal kritis pada isu-isu sosial politik, karyanya menyuarakan ketidakadilan dan penindasan oleh birokrasi pemerintahan yang dialami masyarakat di sekelilingnya, misalnya pada kasus Cigondewah dan Babakan Siliwangi di Bandung, serta peristiwa Lapindo Sidoarjo di Jawa Timur.

Awal tahun 2013 karena perhatian dan upayanya mengangkat isu lingkungan berkaitan dengan Babakan Siliwangi, Tisna Sanjaya dianugerahi julukan Abah Baksil. Saat sedang tidak mengajar di almamaternya atau membuat karya, Tisna membawakan acara berkala pada saluran televisi setempat berjudul Kabayan Nyintreuk, membahas permasalahan sosial budaya setempat. Tisna yang sangat menggemari sepak bola kini tinggal dan bekerja di Bandung. Untuk pameran kali ini, Tisna akan menampilkan sebuah performans dengan wahana permainan tradisional rakyat yang digabung dengan ritual sinkretik Jawa.

Dwi Oblo__MG_5672 (1)