Ugo Untoro (IDN)

Deru (Roar)
2013
43 pcs horse feet
Dimensions variable

 

Ugo Untoro lahir di Purbalingga, Jawa Tengah, Indonesia pada tahun 1970. Ia menamatkan S1-nya di Institut Seni Indonesia, Yogyakarta. Ugo Untoro adalah salah satu seniman yang membawa seni kontemporer Indonesia ke level baru. Ia telah dikenal di berbagai belahan dunia karena kekuatan karakter dan kegigihannya dalam menciptakan karya seni yang menggambarkan kondisi nyata, baik sebagai seniman maupun sebagai manusia pada umumnya, yang menunjukkan kondisi Indonesia saat ini sebagaimana adanya—bergejolak namun juga murni dan sederhana sebagai bagian dari realitas sehari-hari. Dalam beberapa dekade belakangan ini, karya Ugo Untoro menunjukkan koleksi berkesinambungan antara gambar, lukisan, puisi, dan tulisan. Di antara banyak pameran tunggalnya, “Poem of Blood” merupakan satu yang dramatis dan penuh intrik. “Poem of Blood” pernah dipamerkan di Indonesia (2007), Shanghai (2008), dan Italia (2009). Sebagai salah satu seniman kunci dalam ranah seni rupa kontemporer Indonesia, Ugo Untoro telah berpameran di berbagai tempat, dari Indonesia sampai Malaysia, Cina, Singapura, hingga Perancis. Latar belakang jalanan dan seni grafiti membuat karyanya cenderung terlihat kasar dan spontan daripada terlihat indah. Telah memenangi beberapa penghargaan Phillip Morris di tahun ‘90-an, pada tahun 2007 ia masuk dalam daftar Man of the Year majalah Tempo, serta dinobatkan sebagai seniman terbaik yang meraih karya terbaik dalam pameran “Quota” di Galeri Nasional, diadakan oleh Galeri Langgeng di Jakarta.

Dalam ‘Deru’, ia melakukan eksplorasi atas penemuan dan penaklukan manusia atas kuda menjadi kendaraan, yang bisa dikatakan sebagai titik awal revolusi manusia atas diri dan kebudayaannya. Dengan kuda-kuda yang cepat, gesit, dan tangguh, manusia mulai mengubah dunia, menaklukkan wilayah-wilayah yang belum dikenal. Kebudayaan lahir dan musnah, silih berganti. Mata rantai perubahan ini terjadi bergantung pada siapa yang mampu menaklukkan dan menguasai. Di kemudian hari, kebudayaan dibawa dan disebarkan sebagai cara untuk menaklukkan dan melanggengkan kekuasaan. Deru invasi ribuan kuda sama mengerikannya dengan laju panser atau pesawat tempur saat ini. Manusia tetap sama nalurinya, sejak saat ini sampai kapan pun.