Jeruk Peres Talk #4 kembali digelar Selasa (5/11). Diskusi yang bertajuk “Setan
Jeruk Kepentut RUU KPK” ini mendatangkandua narasumber yaitu, Tri Wahyudi dari (Indonesia Court Monitoring) dan Oce
Madril dari Pukat UGM.
Diskusi ini dibuka dengan penampilan Kiki Pea dari Roket yang membawakan lagu berjudul
“Teror NO3”. Lagu yang berisi kritik soal mangkraknya kasus penyiraman Novel Baswedan—salah
satu penyidik KPK—yang sampai saat ini belum tuntas kasusnya.
Diawali oleh Oce Madril yang mengetengahkan kebingungan dia soal RUU KPK kenapa disahkan.
Menurut Oce, RUU KPK ini dinilai sudah bermasalah dari awal sampai akhir, namun akhirnya
sekarang sudah ditetapkan menjadi undang-undang.
Oce beranggapan jika undang-undang KPK ini justru malah benar-benar melumpuhkan KPK.
“Nantinya setelah ini KPK akan mengalami kesulitan mengungkap kasus-kasus,” ujarnya.
Oce menjelaskan saat ini KPK menemukan 4000 data lebih soal perizinan bermasalah tentang
izin pertambangan. “Ini baru dari permasalahan pengelolaan Sumber Daya Alam, belum nantinya dari
permasalahan impor, perdagangan dan masih banyak lagi,” tambahnya.
Menurut Oce dengan permasalahan korupsi yang begitu banyak ditemui, UU KPK ini malah
membuat KPK bingung bersikap memilih untuk sesuai prosedur (UU KPK) yang nyatanya
bertentangan dengan kerja-kerja KPK sebelumnya.
UU KPK menurut Oce juga punya dua dampak. Pertama, dampak jangka pendeknya adalah
hilangnya kerja-kerja yang dilakukan KPK seperti Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dinilai efisien
membongkar kasus korupsi.
Kedua, dampak jangka panjangnya adalah orang-orang semakin tidak takut lagi dalam korupsi,
pasalnya KPK seperti tidak punya kekuatan lagi untuk mengusut kasus korupsi, “Contohnya saja di
kementerian Perdagangan,” tambah Oce.
Pendapat lain muncul dari Tri Wahyudi, menurutnya selain melemahkan KPK, ada hal
lain yang melatarbelakanginya, yaitu adanya tiga aktor utama pelemahan KPK. Tri yang menyitir
pendapatnya Usman Hamid dari Amnesty Internasional menyebutkan bahwa ada tiga aktor utama
yang saat ini mengeroyok KPK antara lain; pemerintah, Partai Politik dan Polisi.
“Yang mengeroyok KPK (saat ini) itu lengkap ada tiga aktor…pemerintah (lewat Joko Widodo sebagai
Presiden), Parpol dan polisi,” tambah Tri.
Bahkan menurut Tri dalam periode kedua ini rezim Jokowi seperti tidak punya keinginan melakukan
penegakan korupsi, “Jokowi mungkin (seperti) tidak punya visi (dalam) penegakan korupsi,” jelas Tri.
Apalagi setelah Presiden tidak mengeluarkan Perpu KPK yang dianggap sebagai wujud dari sopan
santun bernegara. Namun, menurut Tri, sikap ini dinilai tidak sesuai konteks dengan apa yang
dinamakan sopan santun dalam bernegara.
Padahal berdasarkan penuturan Oce, kehadiran KPK itu punya dampak yang begitu besar terutama
soal keterbukaan, “Contohnya keterbukaan keuangan Parpol, rente perdagangan yang selama ini
tertutup,” tambah Oce. Namun, hal tersebutlah yang selama ini ditakuti oleh master main (pelaku)
pembuat skenario korupsi.
Tri pun berpendapat jika KPK juga tidak serta merta harus dikultuskan, “Kita juga (sebagai warga
negara) juga harus mengkritiknya,” tambah Tri.