Pelayaran Tanpa Peta
Sepanjang sejarah perhelatan Biennale Jogja seri Equator, bagaikan sebuah tradisi, dimana kurator Indonesia akan bekerja bersama dengan kurator mitra dari wilayah atau negara yang menjadi fokus pembacaan pada tahun tersebut. Pada Biennale Jogja XVI Equator #6, komposisi Tim Kurator sepenuhnya diisi oleh kurator Indonesia. Ketiadaan kurator mitra dari Oseania membuat perjalanan dalam merancang Biennale Jogja kali ini seperti sebuah pelayaran tanpa peta. Keberadaan kurator mitra menjadi sangat penting karena ia berperan sebagaimana cadik perahu yang menyeimbangkan sudut pandang, teman berpetualang yang membantu mengembangkan layar konseptual atau navigator yang merancang arah rute pembacaan.
Pada bulan-bulan pertama Biennale Jogja XVI Equator #6 dikerjakan, kami sempat menghubungi beberapa mitra kurator potensial yang berbasis di Aotearoa, Port Moresby, hingga Nouméa. Namun, usaha-usaha tersebut menemui jalan buntu karena berbagai alasan. Situasi serba sulit karena pandemi. Hingga pada satu titik, mempertimbangkan waktu persiapan yang semakin pendek, kami memutuskan untuk bekerja tanpa kurator mitra dari Oseania.
Dari sisi kami, kondisi ini mungkin dapat dilihat sebagai sebuah momen kehilangan, terutama kesempatan untuk saling belajar dan berbagi perspektif mengenai kebudayaan dan perspektif Oseania. Kami juga sempat khawatir, konsep kuratorial yang kami sajikan menjadi berat sebelah, karena hanya memungkinkan tatapan satu arah dari Indonesia memandang Oseania dan tidak terjadi proses sebaliknya.
Untuk lebih menyeimbangkan proses pembacaan atas situasi sosial budaya yang terjadi di Oseania, Tim Kurator kemudian memprakarsai pertemuan daring dengan seniman, kurator, periset dan diplomat yang berasal, tinggal, atau mengkaji perkembangan mutakhir di kawasan Oseania. Melalui berbagai obrolan tersebut, terjadi dialog yang membantu kami mempertajam pembacaan atas Oseania. Begitu juga ketika kami mengundang beberapa seniman untuk berpartisipasi dalam perhelatan ini, dalam prosesnya justru banyak terjadi percakapan kritis perihal posisi ideologis, urgensi penyelenggaraan dan bagaimana kami saling memaknai posisi-posisi kami dalam situasi politis yang beragam.
Ibarat berlayar tanpa peta, absennya kehadiran kurator mitra memang berpengaruh pada pembacaan kami atas Oseania. Namun, sebagai gantinya kami melakukan pendekatan alternatif dengan memperbanyak ruang dialog dengan berbagai pihak, yang memungkinkan kami bertemu jalur-jalur lain di luar peta. Kami berharap perhelatan Biennale kali ini tidak terjerumus pada pembacaan dan representasi yang sewenang-wenang dalam menghadirkan konteks seni, sosial budaya dan politik dari kawasan Oseania.[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]