Maria Madeira (Timor Leste-Perth)
Maria Madeira (lahir di Gleno, Timor-Leste) dievakuasi oleh pasukan udara Portugis pada tahun 1976 saat terjadi penyerangan oleh Indonesia. Ia menghabiskan 8 tahun berikutnya di kamp pengungsi Palang Merah di Lisbon, Portugal. Pada tahun 1983 ia memutuskan untuk migrasi dengan keluarganya ke Australia. Maria mendapatkan gelar sarjana dan magister seni dari Curtin University (1991; 1993), lalu mendapatkan gelar sarjana keduanya di bidang ilmu politik dari Murdoch University (1996). Tahun 2019 lalu ia mendapatkan gelar doktor filosofi dan seni dari Curtin University.
Antara tahun 1996 hingga 2000, ia bekerja di Australia Barat sebagai guru seni sekolah menengah atas, seniman visual dan penasihat kebudayaan untuk beberapa organisasi seni budaya. Maria sempat kembali ke Timor-Leste tahun 2000-2004 untuk berkontribusi dalam menyembuhkan trauma, serta membangun dan mengembangkan negaranya. Saat ini Maria tinggal di Perth bersama pasangan dan anaknya.
Maria bekerja dengan media beragam, mulai dari lukisan, patung, drawing, kolase mixed media dan instalasi. Karyanya sudah dipamerkan secara Internasional di 30 negara antara lain Australia, Portugal, Brazil, Macau, Indonesia, Timor-Leste dan lain-lain.
“Feto no Ama Sira” (2021) ; “Loro Sa’e to’o Loro Monu” (2021)
Media campuran pada tekstil, teknik pewarna di bawah sinar matahari pada tais (kain tradisional Timor)
“Fan Na’an Fatin” (2010); “Kladalak” (2021); “Timor Portugues” (2020); “Ai Kabas” (2019); “Where Is My Independence?” (2021);
Media campuran pada kanvas
“Memories – Gleno” (2019) ; “Tais Mane”(2020); “Bihin Losa I” (2021); “Bihin Losa II” (2021); “Bihin Losa III” (2021)
Media campuran pada kertas
Karya-karya Maria Madeira banyak menyandingkan antara kerajinan tangan yang kerap dianggap seni tradisional dengan seni kontemporer, antara masa lalu dan masa sekarang. Bagi Maria, tekstil dan kerajinan, dipadukan dengan teknik-teknik yang berasal dari pengetahuan tempatan merupakan bahasa ungkap paling tepat untuk menyampaikan kegelisahannya soal diskriminasi dan kekerasan gender yang masih banyak terjadi di banyak tempat termasuk Timor-Leste.
Dengan teknik rajut dan fotonik (merubah warna kain dengan sinar matahari) dan material tanah merah yang berasal dari tempat lahir Maria serta pinang, karya-karya ini banyak berbicara soal pengetahuan dan kekuatan perempuan dan perannya dalam masyarakat Timor-Leste. Berhadapan dengan hal itu Maria juga menunjukan kenyataan lain seperti kekerasan dan pelecehan seksual yang terus berdampak pada masyarakat Timor-Leste, misalnya persoalan meningkatnya prostitusi di tanah air, yang juga didorong oleh masuknya dolar AS pasca kemerdekaan Timor-Leste.