Riuh suara penonton menyambut ibu-ibu Mother Bank Band mengisi panggung utama Jogja National Museum (JNM) pada Rabu (6/10) malam. Mengenakan pakaian dan hijab berwarna mencolok, para ibu asal Jatiwangi, Majalengka itu tampak semangat dengan pentas perdana mereka.
Tiga personel berdiri sebagai vokalis didampingi dua laki-laki pemain gitar dan bas. Di belakang delapan lainnya siap dengan alat musik masing-masing. Yang unik, seluruh alat musik mereka terbuat dari tanah liat. Selain gitar dan bas, kebanyakan berupa alat musik pukul seperti gembyung, mangkok, dan gembung.
Tidak dinyana, para ibu yang terbiasa dengan urusan dapur ternyata boleh juga bermain perkusi. Ada tiga judul lagu yang mereka bawa: “Menanam”, “Watare”, dan “Jalan-jalan.” Semuanya terinspirasi dari kehidupan sehari-hari sebagai kaum perempuan yang akrab dengan ubi dan cicilan.
Di atas panggung, wajah-wajah yang mulai digurati garis umur itu masih begitu penuh energi. Bukan tanpa alasan, suami dan anak cucu di rumah juga menonton aksi mereka melalui live streaming. Saking antusias penonton mendengarkan corak musik yel-yel semi rock, satu ulangan judul lagu dikabulkan oleh Mother Bank Band.
Setelah menuntaskan lagu terakhir ditutup tepuk tangan dan sorak meriah, saya menghampiri ibu-ibu itu di tepi panggung.
“Turun dari panggung rasanya udah lega,” terang Ibu Diah, salah satu personel Mother Bank Band dengan raut muka yang belum surut dari kegembiraan.
Meski tampak letih, Ibu Diah dan kawan-kawannya masih sempat mengambil foto selfie. Buat dikirim ke orang rumah, katanya.
“Udah dari tiga bulan latihan, Mas. Seminggu sekali, kadang dua. Namanya ibu-ibu, banyak kerjaan di rumah, kadang anak juga rewel,” tambah Bu Ngkus menjelaskan proses dan kendala menjalani peran ganda sebagai ibu dan personel grup musik.
Sekalipun harus menyisakan waktu untuk latihan olah vokal, ibu-ibu ini tetap menjaga perannya mengurus pekerjaan rumah tangga. Tentu saja hal itu tidak lepas dari dukungan suami, kata salah seorang ibu yang aktif berkegiatan di Mother Bank untuk memutar roda ekonomi dengan metode pinjaman tanpa bunga.
Melihat gairah hidup kaum ibu ini saya terngiang lagu “Jalan-jalan” yang tadi mereka bawakan:
“Jalan-jalan ke tepi pantai, pulang-pulang dihadang badai.
Hati siapa yang tidak gontai, cicilan ke bank tak kunjung usai….”