Nunung Wahid Sahab, atau kerap disingkat Nunung WS, merupakan seorang perupa abstrak perempuan Indonesia. Dia lahir di Lawang, Jawa Timur, pada 9 Juli 1948. Nama aslinya Siti Nurbaya, sengaja ia memilih nama Nunung karena dirasa lebih cocok sebagai nama pelukis. Ayahnya, Abdul Wahid Sahab, merupakan seorang pedagang emas. Dalam keluarganya, hanya ia seorang yang bulat memutuskan untuk berkecimpung di bidang seni. Menikah dengan Sulebar M. Soekarman, seorang pelukis abstrak, pengamat seni, peneliti, dan kurator. Dari pernikahannya itu, ia dikaruniai seorang putra bernama Seno Ahmad, seorang alumnus Fotografi Institut Kesenian Jakarta (IKJ) yang sekarang sudah berkeluarga. Saat ini ia tinggal dan bekerja di Yogyakarta, Indonesia.
Selain tertarik pada seni, sejak dini Nunung juga menggemari olahraga, seperti sepak bola dan badminton. Bahkan ia pernah mengangankan diri menjadi atlet. Namun keinginan itu masih kalah kuat ketimbang cita-citanya untuk menjadi pelukis. Selain itu Nunung juga gemar pada seni kaligrafi, sewaktu di madrasah dirinya mendapat nilai tinggi untuk mata pelajaran itu. Setelah tamat SMA di Surabaya, ia sempat mendaftarkan diri di seni rupa Institut Teknologi Bandung (ITB), tapi tidak diterima. Akhirnya ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di Akademi Seni Rupa Surabaya (AKSERA), tahun 1967.
Ia memulai kiprahnya sejak tahun 70-an sampai kemudian menikah. Dalam perjalanan kariernya sebagai pelukis, ia terinspirasi dan mengidolakan sosok Kartika Affandi. Dari putri Pelukis Affandi itulah, Nunung belajar bagaimana untuk menjadi seorang perupa, istri, sekaligus ibu rumah tangga. Selain Kartika, dirinya juga pernah belajar kepada Nashar, seorang pelukis abstrak kenamaan. Melalui interaksinya itu, ia semakin mantap untuk menemukan jalan dan bentuknya sendiri sebagai seniman.
Sebelum ke gaya abstrak, seperti umumnya mahasiswa seni. Eksplorasi visual ia juga pernah bersentuhan dengan gaya akademis yang realis, naturalis, impres, dan ekspresionis. Sekitar tahun 90-an, Nunung mulai melakukan abstraksi bentuk dari objek yang ia amati. Citraan visualnya disederhanakan menjadi warna dan bidang-bidang bebas. Kemudian muncul motif-motif geometris dalam karyanya yang sampai sekarang ia geluti dengan konsisten. Secara komposisi dan warna bidang, karya Nunung memiliki kemiripan dengan pola kain songket, atau motif kain tradisional yang kaku dan minim bentuk kurva.
Gaya itu disadarinya, berawal dari keakrabannya dengan motif sarung yang dikenakan oleh ayah dan saudara-saudaranya. Selain itu, Nunung juga teringat ketika ayahnya mengajari menulis arab, huruf-huruf yang ditorehkan ayahnya memiliki kesan patah dan kaku. Itu kemudian yang oleh Nunung dijadikan pendekatan dalam berolah rupa. Menurutnya, selain pembebasan bentuk, abstrak juga merupakan gambaran spiritual yang intim dan pribadi.
Beberapa aktivitas, penghargaan, dan pencapaian yang diraih oleh Nunung, yakni: Juri The Phillip Morris Group of Company Indonesian Art Award (2021), Sebagai karya terbaik “Krida Wanodya” dari Menteri Negara Urusan Peranan Wanita (1994), dosen undangan di Academy of Minerva, Groningen, Belanda (1993), Dari Ford Foundation, Indonesia Women Artist’s Programme di USA (1991), Dari Jakarta Arts Council di Biennale Pelukis Indonesia 1978 di TIM (Taman Ismail Marzuki), Jakarta (1978).
Sampai di usianya yang ke-78 tahun, Nunung masih aktif berpameran. Terkini ia sedang mengikuti pameran bersama 15 seniman perempuan dunia lainnya, di Mori Art Museum, Jepang, berlangsung dari April 2021 sampai Januari 2022. Dalam pameran yang bertajuk Another Energy itu, hadir karyanya “Dimensi Tenun #1”, terdiri dari 5 panel berukuran 180 cm x 425 cm, akrilik pada kanvas (2019). Beberapa pameran yang pernah ia ikuti selama lima tahun terakhir, antara lain: Matahari 3, di Museum Affandi, Yogyakarta, Indonesia (2019), Dewantara Triennale, di Bale Banjar Sangkring, Yogyakarta, Indonesia (2019), Sembilan Ruang Abstrak, di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, Indonesia (2017), Soulscape in Progress #2, di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, Indonesia (2015), dan Soulscape in Progress #3, di Bentara Budaya Bali, Denpasar-Bali, Indonesia (2015).
Sedangkan pameran tunggalnya yang pernah terselenggara, seperti: Solo Exhibition di Ganesha Gallery, Four Season Bali, Bali Indonesia (2002), Solo Exhibition di Pusat Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Indonesia (1997), Solo Exhibition di Modern Art Gallery Cemeti, Yogyakarta, Indonesia (1994), dan Solo Exhibition di C-Line Gallery, Jakarta dan Denpasar (Bali), Indonesia (1991).