Mendung seolah enggan muncul lagi ketika halaman depan Jogja National Museum (JNM) mulai dipadati tamu undangan. Sebagian besar kursi diisi oleh tamu VIP yang mendukung terselenggaranya pameran Biennale Jogja XVI, antara lain Geothe Institite, Kemenparekraf, Kemdikbudristek, Mowilex, dan Epson Indonesia.
Acara secara resmi dibuka pada Rabu (6/10) sore sekitar pukul 16.00 WIB oleh Alia Swastika sebagai direktur Yayasan Biennale Yogyakarta, Gintani Nur Apresia Swastika selaku direktur Biennale Jogja Equator XVI, dan perwakilan dari Kundha Kabudayan dan Baparekraf. Secara simbolik dengan menyibak kain dari mural di depan fasad gedung pameran utama.
Selanjutnya untuk mengurangi kepadatan pengunjung, secara bertahap tamu undangan dipersilahkan memasuki galeri. Baru tiba di langkah pertama, pengunjung disambut oleh suara menghentak dari aktivasi “Koreri Projection” Karya Udeido Kolektif. Tepat di sisi kiri dari arah pintu masuk.
Selain Udeido di lantai bawah, aktivasi karya juga dilakukan Mella Jaarsma dengan performance “Pertama Ada Hitam” di lantai dua, dan Badan Kajian Pertanahan dengan aktivasi Open Costumer Service Bank di lantai tiga. Tidak sedikit pengunjung yang mengarahkan kamera ponselnya untuk menangkap momen dan suasana dari tiap karya seni.
Setelah tamu VIP, visitor undangan lainnya dapat memasuki area pamer setelah pukul 18.00 WIB. Banyak di antaranya merupakan mahasiswa, akademisi, atau mereka yang aktif sebagai pelaku kesenian. Dengan tatapan mencermati dan ekspresi penasaran, pengunjung keluar masuk dari bilik ke bilik.
“Menarik, ya. Apalagi soal Damar Kurung ini, jarang diangkat dan bicarakan dalam pentas seni yang besar,” kata Patrick Manurung, salah seorang pengunjung yang sedang masyuk mengamati arsip seniman damar kurung asal Gresik, Sriwati Masmundari.
Berbeda dengan Patrick, beberapa visitor lain memilih berlama-lama di depan karya lain sesuai daya tarik yang berhasil ditangkap.
“Kalau aku baru masuk aja udah terkesan sama karya Udeido, aroma tanah sama keringatnya bikin hidup suasana,” ujar Raafi Artha, seorang mahasiswa Seni Rupa Murni, ISI Yogyakarta.
Raafi yang baru datang sekitar pukul 18.00 WIB tidak sempat melihat alih haluan dari karya Udeido. Namun begitu, bercak dan aroma yang tertinggal mengindikasi telah terjadi sesuatu di ruang pamer. Baginya, hal itulah yang mengesankan.
“Secara umum sih, aku menangkap konteks Timur dengan segala dinamikanya sekarang, ya,” terang Muhammad Farhan, Mahasiswa Tata Kelola Seni, ISI Yogya sebelum kembali memasang pandangan awas pada salah satu karya seni di lantai dua.
Sebagai rangkaian pungkas Pembukaan Pameran Biennale Jogja XVI Equator #6, pada pukul 19.00 WIB masih ada Night Performance Ceremony yang menampilkan Mother Bank Band, Nova Ruth, dan Asep Nayak.