Kota Jogja mendung. Gerimis yang mulai turun tidak menghambat orang-orang beraktivitas. Sama halnya di Jogja Nasional Museum. Biennale Forum yang dijadwalkan hari ini (Jumat, 08/10), tetap terlaksana di Pendopo Ajiyasa. Walaupun ada sedikit perubahan waktu, acara tetap berjalan sesuai rencana.
Diskusi kali ini menghadirkan Mella Jaarsma dan Rully Shabara sebagai pembicara, serta Hafiz Rancajale sebagai moderator. Diskusi yang berlangsung selama lebih kurang dua jam itu mengangkat tema, “Representing Culture: Artistic Adaptation and Interpretation”. Tradisi dan seni kontemporer menjadi pokok pembahasan dalam diskusi kali ini. Bagaimana membangun pengetahuan dari keduanya.
Para panelis dan moderator beranjak menuju panggung. Sebelum membuka diskusi, Hafiz Rancajale memulai dengan sebuah kutipan dari Sudjojono. “Kalian campakkan masa lalu itu, lihatlah ke Barat. Seni yang sudah mapan ratusan tahun itu,” kutipnya.
Bagi seniman kontemporer menciptakan sesuatu yang baru adalah hal yang penting. Hal ini tidak sama dengan seniman tradisi, karena yang penting bagi mereka adalah melestarikan yang lama. Hal ini disampaikan Mella, kala ia memulai projeknya dengan Agus Ongge, seniman asal Sentani, Papua.
“Bagaimana kepentingan melukis bagi Agus dan teman-temannya. Bagaimana kepentingan mereka untuk melestarikan motif. Ini menarik,” jelas Mella.
Mella berfokus pada melihat baju sebagai tradisi hidup yang sudah sangat lama. Ia fokus pada bagaimana di Papua, bersama Agus Ongge, menjadikan tradisi sebagai cara merawatnya.
Adapun sebagai bagian dari seni kontemporer, ia menafsir ulang apa yang eksis. Seperti lukisan kulit kayu, ditafsirkan kembali, disusun ulang jadi baju lagi.
Rully Shabara dari Gugus Gema yang mendokumentasikan bunyi-bunyian dari penjuru Nusantara. Gugus Gema yang latar belakangnya musik kontemporer, memfokuskan pada pelestarian dan pengarsipan musik tradisi. Menurut Gugus Gema setiap seni tradisi mempunyai persoalannya tersendiri.
“Kita perlu cakupan ekspedisi. Tajamkan fokusnya. Apakah sepenting itu untuk mengeksplorasi musik tradisi? Sejauh ini kami merasa fokusnya mungkin bukan di sini. Bagaimana caranya kesadaran itu muncul dari seniman lokal dalam eksplorasi musik tradisi. Urgensinya dari mereka. Kalau tidak urgent, ngapain?” ungkap Rully.
Tradisi merupakan bagian dari realitas kehidupan. Sebab tradisi berasal dari apa yang kita sebut sebagai bagian dari keseharian, moral, dan penilaian. Itu semua bagian dari ribuan tahun sejarah tradisi. Eksploitasi tradisi dari peneliti pun memiliki sisi positifnya.
“Peneliti pernah bikin buku di tahun 50 tentang tradisi orang di Sentani. Maka buku itu jadi inspirasi untuk kembali melukis. Itulah bagian dari pelestarian,” tegas Mella.
Yang terpenting dalam pekerjaan seni adalah pengetahuan, bukan produk. Mengutip dari pendapat Hafiz, seni tetap pengetahuan, bukan tentang produk. Bukan tentang yang terlihat, namun juga yang abstrak.