Di balik karya dari 34 seniman dan kolektif yang terpampang di ruang pamer Biennale Jogja XVI Equator #6 2021, terdapat peran krusial yang dipegang oleh tim produksi selaku penginstal dan negosiator antara karya, arthandler, seniman, dan kurator. Bagaimana proses, dan kendala yang mereka hadapi, semuanya terangkum dalam diskusi bersama para pengelola pameran.
Dihadiri oleh Mahasiswa Tata Kelola Seni (TKS), Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Diskusi dalam bingkai “Sumber Terbuka: Bincang Pengelola” dilaksanakan pada Kamis (11/11) di panggung utama Jogja National Museum (JNM).
Ada 7 divisi (Media Relation, Program, Produksi, Magang dan Sukarelawan, Media Publikasi dan Komunikasi, Editorial, dan Registrasi) yang masing-masing diwakili oleh koordinator sebagai pembicara. Untuk tim produksi diwakili oleh Nova Rahmad Basuki atau Nopel selaku manager produksi.
Secara garis besar, Nopel menjelaskan tentang kerja divisinya yang melingkupi pendataan karya hingga eksekusi lapangan. “Di awal, beberapa bulan sebelum pameran. Kita ada assembly dulu dengan seniman. Jadi ada pembicaraan bagaimana seniman mau mempresentasikan karyanya, terutama bentuk, media, dan berapa dimensinya. Jadi tidak ujug-ujug di-display.”
Lebih lanjut, Nopel memaparkan tentang beberapa hal yang perlu penyesuaian ketika eksekusi karya, misalnya seperti ruangan dan ketersediaan bahan untuk karya. Sedang produksi kekaryaan sendiri, 50 persen dilakukan di sini. Ia mengatakan, hal itu karena beberapa seniman tidak bisa hadir, sehingga tim produksi memiliki posisi tawar dengan kurator dan seniman.
Untuk menyiasati itu, terlebih dahulu mereka membuat maket karya dalam bentuk 3D. Setelah seniman dan kurator menerima, baru eksekusi karya dilakukan. Dibantu 6 orang lainnya, mereka menyelesaikan instalasi karya di dalam galeri hanya dalam waktu 12-13 hari.
Selain hal di atas, menurut Tarisya Amalia, salah satu tim produksi. Kendala juga terdapat selama jalannya pameran, “jadi kita juga harus cross check, kalau ada karya yang miring atau ada gangguan lain, ordernya nanti ke produksi,” ujarnya.
Menanggapi karya-karya dan proses produksi yang sudah dijelaskan. Muhammad Farhan, mahasiswa Tata Kelola Seni, mengungkapkan pendapatnya, “untuk manage-nya bagus ya, walaupun ada beberapa bahan karyanya yang menurutku kurang tepat.”
Seusai penerangan oleh masing-masing narasumber, forum dilanjutkan dengan tanya jawab. Diskusi berlangsung hingga pukul 16.30 WIB.