Sinar matahari sore dari arah barat menerangi patung R.J. Katamsi di kompleks Jogja National Museum (JNM). Enam orang panitia penyelenggara Biennale Jogja (BJ) XVI Equator #6 tengah duduk di sekitarnya, menunggu agenda Media Preview dimulai pada pukul 16.00 WIB.
Matahari terasa menyengat, membuat keringat di dahi keluar. Cahayanya juga menyilaukan pandangan mata hingga tangan refleks menutup arah matahari. Bersamaan dengan itu, dua orang laki-laki berambut panjang dan pendek menghampiri loket dan mengisi formulir registrasi. Rupanya, mereka merupakan jurnalis, salah satunya dari Radar Jogja.
Ketika ditanya mengenai peliputan pameran seni, jurnalis tersebut menjawab, “Bisa saja mendalami karya dan senimannya. Mungkin juga tema yang diangkat. (Saya) masih belum tahu mau menulis tentang apa,” katanya sambil tertawa.
Tidak berapa lama setelah itu, lainnya menyusul. Sembilan jurnalis dari media cetak, televisi, daring, dan media sosial membubuhkan tanda tangan pada lembar kehadiran. Terlihat nama-nama media, baik nasional, maupun lokal, antara lain TV One, Kompas, Bernas.id, Detikcom, Radar Jogja, Antara News, dan Posterseni.
Melihat mereka sudah berkumpul, Ayos Purwoaji, kurator pameran utama BJ XVI, segera memimpin tur bagi para awak media. Dimulai dengan penjelasan mengenai karya fasad dari Udeido Collective. Mereka tampak antusias mendengarkan penjelasan Ayos.
Ayos memandu para awak media masuk melihat instalasi Udeido Collective berjudul “Koreri Projection”. Karya tersebut menghadirkan gambaran perjalanan manusia Papua menuju Koreri, yaitu ruang jiwa-jiwa hidup dalam kedamaian setelah melewati dimensi material dan segala ironinya.
Jejak mereka tertinggal pada ruang-ruang hidup yang tergusur, tanah-tanah adat yang direbut, suara-suara yang dibungkam, serta ingatan kolektif tentang kekerasan dan penindasan manusia oleh manusia.
Tur dilanjutkan dengan penjelasan singkat mengenai tiap-tiap karya pameran utama di lantai satu JNM. Tohjaya Tono (kolaborasi dengan Franky Marley), Edith Amituanai, Antoine Pecquet, Arief Budiman, A Pond is the Reverse of an Island, Eunike Nugroho, dan Sriwati Masmundari, merupakan sederet seniman yang karyanya ditampilkan di lantai satu.
Kurator Ayos Purwoaji sedang menyampaikan gagasan pameran kepada awak media.
Setelah 40 menit menyusuri karya-karya di lantai satu, Ayos mengajak para awak media melihat karya-karya yang dipampang di lantai dua.
Di lantai dua, Lakoat.Kujawas memamerkan karya berjudul “Pah Afatis, Sonaf Aneot”. Para awak media mengikuti Dicky Senda, anggota Lakoat.Kujawas, ke dalam ruang instalasi, sementara Ayos menunggu mereka di luar ruangan.
Dicky menjelaskan gagasan karya tersebut secara singkat, disusul dengan anggukan tanda setuju dari para awak media. Jurnalis Radar Jogja yang tadi, keluar dari ruang instalasi dangan mengabadikan deskripsi karya Lakoat.Kujawas.
“Karya milik Lakoat.Kujawas dan Udeido Collective, menurut saya, paling menarik. Karyanya pasti betul-betul tulus karena menekankan pada penindasan terhadap masyarakat lokal,” ujarnya sembari melanjutkan tur Media Preview bersama Ayos Purwoaji.