Terhitung sudah empat penonton keluar dari ruangan ketika film ketiga mulai diputar. Hingga sesi pemutaran film berakhir, hanya bersisa empat orang di dalam. Apa yang terjadi?
Sore itu, Sabtu (23/10) program Bioskop Oseania kembali dihadirkan. Setiap akhir pekan—Jumat, Sabtu, dan Minggu—Bioskop Oseania hadir dengan film yang berbeda. Bertempat di lantai 1 Jogja National Museum (JNM), ada lima film yang ditayangkan: Kembali ke Jalan Leluhur, Pahlawan Tanpa Jasa, Kamasan, Mama Mariode, dan Anak Papua Belajar.
Dikurasi Papuan Voice sebagai mitra, kelima film dokumenter ini berusaha menyambangi dinamika sosial dan politik di Papua. Harapannya, penonton dapat ikut mengeksplorasi pengalaman yang dihadirkan dalam film.
“Film menjadi alternatif dalam menyuarakan isu-isu sosial. Aku melihatnya dari dua sisi. (Film) punya kekuatan lebih di audio dan videonya sehingga pendekatannya jauh lebih dalam, tanpa perlu interpretasi lebih jauh dibanding karya dua dimensi,” terang Ladija Triana Dewi, Koordinator Program pada Biennale Jogja XVI Equator #6 2021.
Selain itu, menurut Ladija, sinema dapat saja menjadi traumatis bagi sebagian orang lainnya. Isu-isu sosial yang diangkat menjadi lebih hidup dan dapat dirasakan secara langsung oleh khalayak.
Sayangnya, hari ini, tidak ada suara cekikikan. Juga sepi dari suara tangisan. Tampaknya, film-film yang ditayangkan hari ini belum memunculkan kesan yang dalam bagi para penonton.
Padahal, turunan tema yang dibawakan boleh dibilang penting, juga menarik. Sebut saja: ritual memandikan bayi, perjuangan seorang ibu, kisah pandai besi di Papua yang mulai tergeser, dan semangat belajar anak-anak Papua. Menggambarkan kekayaan budaya, sekaligus nestapa kehidupan masyarakat Papua.
Menanggapi soal ini, Ladija menjelaskan, “(kami) mengundang audiens secara segmented, yaitu mereka yang memahami skena film. Sebenarnya, baru kali ini di tengah film ada yang keluar ruangan.”
Pada penayangan-penayangan sebelumnya, menurut Ladija, hari ini adalah kali pertama ada penonton yang meninggalkan ruangan Bioskop di tengah sesi pemutaran film. Tidak hanya itu, pada hari ini juga, ada slot kursi yang masih kosong.
Aditya Hibah, staff program pameran, menambahkan, “Film-film yang tadi, aku kira terlalu serius bagi mereka. Film dokumenter. Mengangkat realitas dan persoalan serius.”
Film-film yang telah ditayangkan pada dua pekan ini, akan ditayangkan kembali secara terbatas di YouTube Biennale Jogja bagi penonton yang sudah mendaftarkan diri. Selain itu, pada Senin (25/10), akan dihelat Forum Diskusi Publik: Bincang Sinema melalui platform Zoom bertemu dengan para mitra.