Mother Bank merupakan proyek garapan Badan Kajian Pertanahan (BKP) di Jatiwangi yang menanggapi fenomena gali lubang tutup lubang warga yang sebagian besar adalah pekerja harian. Praktik tersebut menjadi solusi alternatif bagi kebutuhan hidup sehari-hari yang mendesak karena syarat peminjaman yang relatif mudah.
Praktik ini dipresentasikan kembali oleh Kiai Imam Nakha’i, Komisioner Komnas Perempuan pada Pengajian Agraria #2, dengan tema “Memahami Fiqih Perbankan: Menimbang Perspektif Keadilan”, sebagai rangkaian dari kegiatan Biennale Jogja XVI pada Sabtu sore (25/9/2021).
Diselenggarakan oleh BKP Jatiwangi, pengajian ini digelar hybrid. Secara langsung dihadiri oleh ibu-ibu anggota Mother Bank di Museum Kebudayaan Tanah, Desa Jatisura, Jatiwangi, Majalengka dan melalui aplikasi Zoom yang disiarkan oleh Biennale Jogja XVI.
Terlihat di layar ruang virtual Zoom, para ibu anggota itu duduk melingkar di lantai dalam sebuah ruangan. Di samping mereka, seorang pembawa acara yang mengenakan peci dan baju koko putih. Tak lupa mengenakan masker, tentunya. Ia membuka acara dengan doa dan salawat.
Setelahnya, Kiai Imam menyampaikan pandangannya terkait Mother Bank dalam hukum fikih. Menurutnya, fikih dibedakan menjadi dua, yaitu fikih ibadah, yang membahas hubungan manusia dengan Tuhan seperti salat, zakat, haji, serta lainnya; dan fikih muamalah, yang mengatur hubungan antarmanusia seperti jual beli, perkawinan, peradilan, dan sebagainya.
“(Fikih itu) yang penting sesuai dengan prinsip. Jika tidak, maka haram. Prinsip itu dapat diwujudkan melalui banyak hal. Misalnya, serah terima menggunakan aplikasi pesan instan, telepon, bahkan bersalaman, itu sudah menyimbolkan persetujuan,” ujar Kiai Imam Nakha’i dengan tersenyum lebar kepada para partisipan.
Kiai Imam kemudian membeberkan empat prinsip fikih muamalah, yaitu tidak merugikan, tidak membahayakan, tidak berspekulasi tinggi, dan tidak riba. Ia menekankan, persetujuan kedua belah pihak merupakan unsur penting dalam hubungan antarmanusia, termasuk dalam urusan pinjam-meminjam.
Dalam praktik pinjam-meminjam, riba kerap kali jadi perdebatan. Menurut Kiai Imam, riba dalam perspektif perbankan adalah tambahan dari pokok pinjaman tanpa adanya bagi hasil dalam pengelolaan bunga bank. Mengenai hal ini, ada tiga pendapat utama dari para ulama, yaitu haram karena sama dengan riba, bunga bank bukan riba, dan kabur.
“Di Mother Bank, ada nilai plusnya karena merupakan bagian dari menjaga diri. Jika kita melakukan sesuatu untuk menjaga diri, itu bagian dari takwa. Sejauh tidak menentang keempat prinsip tadi, maka Mother Bank itu bagus karena ada pemberdayaan. Insyaallah aman,” tutupnya tanpa disambut pertanyaan dari partisipan yang ada.