Suasana Jumat sore (12/11) di Jogja National Museum (JNM) Block tiba-tiba seperti di tengah singup hutan hujan. Lantunan dengung elektronik yang bercampur suara alam menyihir pendengar dengan melodi bernada ganjil.
Suara itu diperdengarkan melalui speaker yang berada di Pendapa Ajiyasa. Live perform ini merupakan aktivasi karya Radio Isolasido yang dilaksanakan dengan menggunakan elemen audio digital.
Aroma tanah basah, ditambah udara yang masih lembab sehabis hujan seolah sepakat dengan musik yang dimainkan.
Sebenarnya pertunjukan ini di luar perencanaan, kata Wowok, sapaan akrab Wok The Rock, salah seorang inisiator Kolektif Radio Isolasido. Awalnya musik ini mau diperdengarkan menggunakan corong speaker yang terpasang di pohon beringin, karena terkendala teknis, akhirnya memakai speaker tambahan.
Radio Isolasido sendiri merupakan program radio temporer sebagai bagian karya pameran utama Biennale Jogja XVI Equator #6 2021. Karya mereka dihadirkan secara paralel dalam dua ruang: jaringan radio FM maupun daring, serta radio spasial yang terinstal di pelataran belakang Jogja National Museum.
Saat disinggung bagaimana menyusun komposisi musiknya, Wok The Rock menjelaskan kalau perform tersebut hampir seluruhnya improvisasi. “Karena pakai live coding music, ya. Jadi perangkatnya pakai kode komputer menggunakan jaringan internet,” tuturnya.
Sedangkan musik itu sendiri dimainkan oleh empat operator dari Paguyuban Algorafe Indonesia. “Di sini kami memakai perangkat OS komputer berbeda-beda, ada yang menggunakan Linux, Windows, dan macOs, dan Raspberry Pi,” terang Rangga Purnama Aji, salah satu Live Coder.
Lebih lanjut ia menerangkan bahwa proyek pertunjukan mereka merupakan eksperimen bunyi dengan koneksi jaringan internet sebagai respon instalasi audio Wok The Rock. “Boleh dikatakan live coding adalah seni berbasis waktu yang divirtualisasi,” tambah Rangga.
Menurut salah satu pengunjung JNM Block, Gregorius Pandu Wijaya, musik yang ia dengar mengesankan sesuatu yang statis dan berulang-ulang namun memancing konsentrasi, “seperti ada langgam etnik juga. Terus suasana habis hujan yang biasanya santai, dengar musik ini jadi sedikit timbul perasaan misteri.”
Makin lama alunan melodi menjadi kian ritmis dan cepat. Musik berakhir bertepatan dengan suara azan Magrib yang berkumandang.