Perhelatan Biennale Jogja XVI Equator #6 2021 mendekati akhir. Kamis sore ini (11/11), di Panggung Utama Jogja National Museum (JNM), Bincang Pengelola digelar. Obrolan ringan mengalir dengan pekerja yang mengelola Biennale Jogja XVI. Di atas panggung telah siap tujuh orang perwakilan dari tujuh divisi yang ada di Biennale Jogja.
Melihat pameran di tengah pandemi, bagaimana Biennale Jogja mengatur agar kondisi tetap kondusif. Untuk itu Ladija Triana Dewi selaku Manajer dari Program Publik menjelaskan, bahwa program diatur sedemikian rupa.
Perkembangan program terus terjadi. Sejak hari pertama Biennale sudah dirancang sebanyak 70 program, mendekati akhir perhelatan ada penambahan hingga 91 program. Secara garis besar, program berkorespondensi dengan kurator dan direktur.
Aktivasi program publik yang bisa dibilang tidak sedikit, disusun dengan sedemikian rupa. Penyusunan program setiap minggunya diatur agar mendapatkan ritme yang sama dan tidak membosankan.
“Untuk program publik, aktivasinya sangat banyak. Sehingga disusun dengan flow yang enak. Ada 3 gelombang, pertama opening week yang sangat padat, kedua perform dari aktivasi karya seniman, terakhir itu closing,” jelas Ladija.
Tantangan program sendiri juga seringkali ditemui dalam menyesuaikan jadwal dengan para seniman. Seniman yang memiliki jam terbangnya masing-masing membuat divisi program mau tidak mau harus menyesuaikan waktu mereka. Protes dari panitia lainnya pun sudah menjadi hal biasa.
“Seringkali itu seperti, gimana sih, ini programnya dadakan. Wah, gimana sih, kok programnya ganti-ganti,” ungkap Ladija yang disambut tawa.
Penyusunan program juga harus menyesuaikan kondisi saat ini. Perizinan dan lainnya tentu saja sangat menjadi perhatian, terlebih lagi jika ada aktivasi karya berupa perform atau gigs. Oleh karena itu, program sendiri menerapkan Manajemen Crowd. Mereka pun selalu berdiskusi dan berkoordinasi dengan divisi lainnya. Seperti jika ada kunjungan dan aktivasi karya.
Divisi registrasi, menjadi pintu utama yang bertanggung Jawab untuk memberikan izin pengunjung bisa masuk atau tidak di seluruh venue pameran Biennale Jogja XVI Equator #6 2021. Perhelatan Biennale Jogja yang diadakan di tengah pandemi ini, menerapkan sistem baru bagi pengunjung. Pendaftaran lewat formulir yang dapat diakses dari website resmi Biennale Jogja, yang setiap harinya selalu ditunggu-tunggu oleh pengunjung.
Menurut Anggita Selly Febriola selaku perwakilan dari bagian registrasi, walaupun sudah diberlakukan sistem pendaftaran online, masih saja ada pengunjung yang ngeyel dan ingin masuk tanpa pendaftaran terlebih dahulu.
“Ada beberapa pengunjung yang suka ngeyel. Mereka belum daftar tapi tetap pengen masuk. Walaupun banyak pengunjung yang seperti itu, tapi ya kita harus tetap tabah dan sabar,” ungkap Anggita.
Untuk kuotanya, 150 per hari. Ada banyak pengunjung yang datang dari luar kota dan mereka pun tidak tahu kalau harus registrasi dulu, jadi ada 25 kuota pengunjung untuk yang langsung datang ke tempat.
Biennale Jogja mengadakan kunjungan guest list yang harus mengirim surat atau mengisi formulir terlebih dahulu.
Sepanjang perhelatannya, Biennale Jogja sudah menarik banyak pengunjung dari setiap venue yang ada. Seperti yang dikatakan Anggita, jumlah pengunjung harian rata-rata di Jogja Nasional Museum sekitar 250 pengunjung, di Taman Budaya Yogyakarta sekitar 100 pengunjung, lalu di Indieart House dan Museum Dan Tanah Liat mencapai 60 hingga 50 pengunjung.
Pembatasan ruang di masa pandemi tentunya sangat menjadi perhatian dalam penyelenggaraan Biennale Jogja XVI Equator #6 2021. Untuk itu, bukan hanya dari divisi program dan registrasi yang saling berkesinambungan, setiap divisi memiliki cara kerjanya masing-masing dalam menyiasati masa pandemi yang serba dibatasi.
Dari registrasi misalnya, harus selalu berkoordinasi dengan tim exhibition guide yang ada di dalam galeri. Hal ini dilakukan agar tidak ada penumpukan pengunjung di dalam galeri. Selain itu, juga untuk tetap menjaga kenyamanan pengunjung dalam menikmati karya-karya yang ada di dalam galeri.