Dapur Umum 56 berawal ketika pandemi dimulai. Awalnya anggota dari Mes 56–sebuah kelompok seniman yang berdiri pada 2002, berfokus pada upaya pengembangan praktik dan wacana fotografi kontemporer–membuat gerakan serta membagikan masker untuk masyarakat umum. Pada saat awal gerakan ini dimulai, mendapatkan masker bukanlah sesuatu yang gampang didapatkan. Setelah itu, tidak hanya masker, mereka juga membuat dapur umum yang awalnya ditujukan untuk teman-teman Mes 56 itu sendiri, dan juga teman-teman seniman yang seringkali nongkrong di Mes. “Pada saat itu, mulai banyak anggota Mes 56 yang kehilangan penghasilan karena event-event seni dilarang, sehingga tidak ada kepastian atau jaminan untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari.”
Kolektif yang awalnya bernama Dapur Umum Kolektif ini pun mendapatkan bantuan dari para pekerja seni yang ada di Yogyakarta, misalnya berupa beras, minyak, lauk pauk atau bantuan bumbu. Selepasnya mereka memperluas jangkauan hingga ke pekerja seni lain yang ada di Yogyakarta.
“Daripada kita bingung mikirin sesuatu tentang seni besok, makanya kita waktu itu yang paling kita fokuskan pertama adalah agar teman-teman kami itu bisa sehat. Bisa nggak mati lah, dalam menghadapi pandemi. Jadi yang menjadi fokus utama harus makan,” jelas Fajar Riyanto, salah satu seniman dari Dapur Umum 56.
Pada pameran Biennale Jogja XVI, Dapur Umum 56 akan berkolaborasi dengan Tonjo Foundation dan kelompok mahasiswa dari Indonesia bagian timur yang tinggal di Mes 56. Dapur Umum 56 sendiri sudah memulai pendekatan dengan beberapa komunitas. komunitas khususnya mahasiswa indonesia timur mulai dari NTT, Tidore, Papua, Manado dan sebagainya.
“Dapur ini tidak hanya milik ruang Mes 56 saja. Tapi kita ingin sejauh mungkin untuk melibatkan kelompok-kelompok yang lain untuk berpartisipasi. Dapur ini menjadi milik bersama, seperti itu.” ujar Fajar.
Tonjo Foundation akan membantu pada saat acara Biennale Jogja XVI. Program yang telah dirancang oleh Tonjo Foundation diantaranya berupa home typing, lotere, dan juga permainan-permainan jaman dulu yang mungkin sudah jarang kita jumpai. Selain itu Tonjo juga menghadirkan permainan-permainan yang sering dijumpai saat ini, seperti misalnya uno. Sementara permainan jaman dulu yang akan disiapkan Tonjo seperti permainan-permainan masa kecil seperti gobak sodor dan sebagainya. Intervensi Tonjo dalam Biennale Joga XVI tidak hanya di dapur saja, tapi akan meluas hingga sampai daerah pendopo.
“Jadi disini untuk bagaimana dapur ini bisa survive, terus berkelanjutan selama Biennale berlangsung kan itu butuh dana. Nah itu ntar Tonjo juga ada di situ,” jelas Faisal, salah satu anggota Dapur Umum 56 yang juga sebagai perwakilan dari Tonjo Foundation.
Dapur Umum 56 juga telah menyiapkan beberapa menu masakan untuk masak-memasak di Biennale Jogja XVI. Masakan yang dibuat merupakan perpaduan dari masakan daerah timur dan masakan Jawa. Kolaborasi masakan dari Indonesia Timur dan Jawa ini, selain untuk menunjukkan citarasa masakan itu sendiri, juga untuk mengobati rasa rindu dari teman-teman daerah timur akan rumah mereka.
“Yang mau kami lihat itu lebih ke citarasa dari masakan Timur dan Jawa. Dari situ selain yang ditampilkan masakan. Kami ingin melihat ketika teman-teman dari Timur itu melewati masa pandemi yang masih berlanjut hingga saat ini, mereka mempunyai masakan survival di sekre atau asrama. Apakah masakan-masakan itu bisa membangkitkan kembali rasa rindu terhadap kampung halaman mereka, akan rumah mereka.” ucap Ventus anggota Dapur Umum 56 yang bertugas sebagai narahubung Dapur Umum 56 dengan teman-teman dari daerah Timur.
Sebelum memutuskan menu yang akan diolah, Dapur Umum 56 terlebih dahulu mengunjungi tempat tinggal atau sekre teman-teman dari Timur yang tersebar dari asal daerahnya: Lembata, Adonara, Ende, Sumba, Papua, dan Maluku. Menu masakan yang akan disiapkan sebagian besar berbahan dasar ikan laut, karena memang sebagian besar daerah ini merupakan kawasan maritim. Beberapa bahan pun tidak terdapat di Jogja dan akan didatangkan khusus dari daerahnya masing-masing.
“Banyak menu khususnya Indonesia itu sangat-sangat luar biasa, natural dan dengan segarnya ikan segarnya udang, segarnya cumi, itu terasa sekali bahwa kita merupakan negara maritim juga. Kita pendekatannya tetap ada citarasa dengan Indonesia Timur. Begitu khususnya sendiri.” jelas Nunung yang didapuk sebagai kurator menu.
Selama 40 hari Dapur Umum 56 akan semaksimal mungkin memasak setiap hari, dengan mempersiapkan pembagian bersama komunitas dan juga memasak hidangan untuk pengunjung terbatas.