Sore begini harusnya aku ada jadwal mengamati matahari tenggelam bersama rekan kerjaku. Tapi kami mesti ke Tirtonirmolo, Kasihan, untuk mengunjungi pembukaan Pameran Bilik Biennale Jogja XVI.
Kami sampai di lokasi acara sekitar pukul 18.00 WIB, Selasa (5/10/21). Senja mulai temaram di halaman Museum dan Tanah Liat (MdTL). Kursi-kursi sudah berjajar menunggu para tamu undangan. Beberapa orang tampak sibuk merapikan galeri dan menata makanan.
30 menit kemudian, tamu-tamu mulai datang. Kebanyakan mengenakan baju berwarna gelap. Di antaranya turut hadir wajah-wajah yang tidak asing, seperti Mas Gunawan Maryanto, Mas Bayu Widodo, dan dosen patungku Pak Anusapati.
Mendekati pukul 19.00, Audrey Samantha yang menjadi pembawa acara mulai mengangkat mic-nya. Pembuka dan sapaan ia berikan, disusul sambutan singkat oleh Ami Darajati Utomo selaku perwakilan Asean Foundation.
“Menurut saya tema pameran ‘Hacking Domesticity’ sangat sesuai dengan apa yang kami harapkan, dari Connect Asean, dari Asean Foundation. Tidak hanya bisa terhubung satu sama lain, tapi juga bisa mengklaim ulang dan memastikan bahwa semuanya lebih inklusif dari hari ke hari,” tutur Ami sebelum menutup sambutannya.
Setelah itu berdiri direktur Yayasan Biennale Yogyakarta (YBY) sekaligus kurator Pameran Bilik, Alia Swastika untuk membuka acara.
“Tahun ini dengan dukungan Asean Foundation. Kita bisa menyelenggarakan bilik Korea Connect Asean, yang mempertemukan seniman-seniman dari tiga negara Asia Tenggara (Kamboja, Thailand, Indonesia) dan Korea Selatan.”
“Sebagai kurator saya bekerja dengan teman dari Seoul, yang sudah cukup lama berkenalan dengan konteks seni di Indonesia. Maka dari itu kami sepakat untuk melihat kembali narasi-narasi yang berkaitan dengan isu-isu gerakan perempuan dan feminisme,” ungkap Alia menjelaskan garis besar wacana kuratorial Hacking Domesticity.
Seusai semua sambutan, Alia memanggil nama-nama seniman yang dapat datang ke acara agar maju ke depan: Agnes Christina, Etza Meisyara, Fitri DK. Demikian acara resmi dibuka dan pengunjung diperkenankan masuk ke dalam ruang pamer.
Karena Pameran Bilik tidak hanya di satu titik, masih ada Bilik Taiwan di Indie Art House. Maka para pengunjung selanjutnya bersama-sama akan menuju ke sana.
Hari sudah gelap, dan halaman MdTL hampir tinggal menyisakan kesunyian.
“Maaf untuk jam kesenian yang tidak pernah tepat waktu,” kataku kepada rekan kerjaku yang baru ini terlibat di dunia seni.
“Bukan masalah, waktu kita masih panjang, kan?!”
Aku mengangguk. “Maaf untuk matahari yang tenggelam di MdTL.”